Konflik Internal Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya

Konflik Internal Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya terhadap Munculnya Pergolakan dan Pemberontakan Daerah - Sejak pemerintahan kabinet Ali II, muncul berbagai masalah mengenai hubungan pusat dan daerah. Beberapa masalah yang timbul yaitu sebagai berikut:
  1. Sikap tidak senang terhadap pemerintah pusat, terutama di Sumatra dan Sulawesi. Mereka merasa tidak puas dengan alokasi biaya pembangunan yang diterima dari pusat.
  2. Terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah pusat.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sekitar tahun 1957 memang tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini terlihat dengan munculnya berbagai pergolakan di daerah. Di samping itu ada beberapa daerah yang berusaha melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan yang berusaha lepas dari NKRI disebut gerakan sparatis. Beberapa contoh gerakan yang menentang pemerintah pusat misalnya, Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda, yang kemudian berkembang menjadi PRRI/Permesta.

Konflik Internal Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya terhadap Munculnya Pergolakan dan Pemberontakan Daerah
Konflik Internal Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya terhadap Munculnya Pergolakan dan Pemberontakan Daerah.

1. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.
  • Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
  • Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
  • Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
  • Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.

   Jendela Info      Lahirnya dewan-dewan daerah seperti Dewan Banteng, Dewan Garuda, dan Dewan Gajah setelah pemilu 1955 sebagian disebabkan oleh rasa tidak puas dan tidak percaya kepada pemegang kebijaksanaan pemegang kekuasaan di pusat. Dengan kata lain, peristiwa tersebut merupakan perwujudan dari perasaan daerahisme.

Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Re olusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer tersebut.
  1. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan asing.
  2. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
  3. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang dipimpin Brigjen Djatikusumo.
  4. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah Sumatra Selatan.
Akhirnya pimpinan PRRI menyerah satu per satu. Misalnya Ahmad Hussein tanggal 29 Mei 1961 melaporkan diri beserta pasukannya, dan diikuti yang lain. Dengan demikian pemberontakan PRRI dapat dipadamkan.

2. Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas.

Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
  1. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
  2. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
  3. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
  4. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
  5. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.f. 
  6. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
  7. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.

   Baca Juga      Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Peran Indonesia 
 
Sekian pembahasan materi tentang Konflik Internal Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya terhadap Munculnya Pergolakan dan Pemberontakan Daerah hingga lahirnya Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) dan mengenai Operasi 17 Agustus, Operasi Tegas, Operasi Saptamarga, Operasi Sadar, Komando operasi Merdeka, Operasi Saptamarga I, Operasi Saptamarga II, Operasi Saptamarga III, Operasi Saptamarga IV, Operasi Mena I, Operasi Mena II semoga memberi manfaat.