Menceritakan Kembali Isi Cerpen

Menceritakan Kembali Isi Cerpen - Cerpen sebagai salah satu hasil karya sastra memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terkandung di dalamnya. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra yang berasal atau terdapat dalam karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik karya sastra meliputi tema, amanat, alur, latar, penokohan, sudut pandang, serta gaya bahasa. Adapun unsur ekstrinsik merupakan unsur pembentuk karya sastra yang berasal dari luar karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi latar belakang budaya dan pendidikan pengarang, adat istiadat daerah, dan sebagainya. Kedua unsur ini bergabung menjadi satu dalam membangun sebuah cerpen.

Menceritakan Kembali Isi Cerpen

Dalam menceritakan kembali secara lisan isi cerpen yang pernah kalian baca atau kalian dengarkan, diperlukan kejelian dan kecermatan terhadap urutan dan motif peristiwa yang terdapat pada cerpen. Dengan cara pengamatan demikian, secara cepat kalian akan mengetahui tokoh yang terlibat, serta latar tempat, waktu, dan suasana yang melatarbelakangi peristiwa tersebut.
Menceritakan Kembali Isi Cerpen
Menceritakan Kembali Isi Cerpen
Selain itu, kalian juga akan mendapat sedikit gambaran tentang tema dan amanat yang hendak disampaikan penulis atau pengarang melalui karyanya tersebut. Pahamilah cerpen “Batu di Pekarangan Rumah” berikut!

 Batu di Pekarangan Rumah

Oleh: Sapardi Djoko Damono
Waktu aku masih kecil ada sebuah batu agak besar tergeletak di salah satu sudut belakang pekarangan rumah kami. Batu itu bundar, bagian atasnya agak rata, hitam legam. Aku suka duduk di atasnya jika temanteman sudah pulang ke rumah masing-masing sehabis bermain di pekarangan rumah kami itu. Aku sayang sekali pada batu itu sebab ia pendiam meskipun tampaknya tidak berkeberatan jika diajak bicara mengenai apa saja. Jika sedang sendirian malam-malam, sehabis bermain gobak sodor atau jamuran aku suka duduk di atasnya melepaskan lelah sambil menunjukkan rasa sayangku padanya.

Kutanyakan kapan ia lahir, sebagai batu, kenapa ia berada di situ, siapa yang telah membawanya ke pekarangan rumah kami, dan kenapa ia lebih suka membisu. Aku tidak mengharapkannya menjawab pertanyaanpertanyaanku itu, sebab toh seandainya dijawab aku tidak akan bisa memahaminya.

Ia memiliki bahasa lain, tetapi tampaknya ia memahami sepenuhnya makna setiap pertanyaanku. Aku sangat menyayanginya dan merasa seperti kehilangan kawan untuk berbagi perasaan ketika harus pergi meninggalkan rumah demi mata pencaharian, mengembara dari kota ke kota.

Hari ini aku pulang untuk mengiringkan dan menyampaikan salam pisah kepada ibuku yang selalu aku bayangkan sebagai seorang dewi itu. Beliau meninggal dengan sangat tenang kemarin tanpa meninggalkan pesan apa pun. Namun aku merasa bahwa ada sesuatu yang harus kulakukan sehabis pemakamannya, yakni melihat apakah batu itu masih ada di tempatnya yang dulu. Aku yakin dulu Ibu suka diam-diam menyaksikanku duduk di situ sampai larut malam. Batu yang agak besar dan hitam legam itu ternyata memang masih di situ, diam saja seperti menunggu kedatanganku.

Malam ini suasana sepi setelah semua keluar dan tamu yang menyampaikan belasungkawa meninggalkan rumah kami. Aku dan batu itu berdua saja: aku duduk di atasnya dan sama sekali tidak berniat mengajukan pertanyaan seperti waktu masih kecil dulu itu. Ia tetap pendiam. Dan aku yakin bahwa sekarang ia pun sama sekali tidak berminat berbagi perasaan denganku karena tidak lagi mampu menguasai kosakata bahasaku.
(Membunuh Orang Gila, 2003)
Menceritakan Kembali Isi Cerpen, Setelah memahami cerpen di atas, kalian dapat menceritakan kembali cerpen Batu di Pekarangan Rumah tersebut dengan gaya bahasa dan pemahaman kalian. Dalam penceritaan kembali, kalian tidak boleh menyimpang atau menyalahi alur kronologis (urutan jalan cerita) cerpen itu. Dengan kata lain, inti cerita cerpen yang kalian ceritakan tetap mengacu pada cerpen aslinya, tetapi cara penyampaiannya dapat berbeda sesuai dengan karakter dan gaya masing-masing.

Sebelum menceritakan kembali cerpen, kalian harus memahami isi cerita tersebut. Dalam hal ini, kalian harus memahami ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam cerpen agar kalian memahami isi cerpen secara utuh. Beberapa ungkapan yang terdapat dalam cerpen “Batu di Pekarangan Rumah” di antaranya berikut.

a. Ia memiliki bahasa lain tetapi tampaknya memahami sepenuhnya makna setiap pertanyaanku. Kalimat tersebut diungkapkan oleh tokoh aku kepada batu dengan maksud;
  1. batu itu memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa yang ia gunakan, 
  2. batu itu seolah memahami bahasa atau pertanyaan yang disampaikan oleh tokoh aku, meskipun dengan bahasa yang berbeda.
b. Hari ini aku pulang untuk mengiringkan dan menyampaikan salam pisah kepada ibuku yang selalu aku bayangkan sebagai seorang dewi itu. Ungkapan menyampaikan salam pisah maksudnya berbicara atau bertemu untuk yang terakhir kalinya. Ungkapan sebagai seorang dewi maksudnya menganggap sebagai perempuan yang sangat berarti dan berharga bagi dirinya. Maksud dari keseluruhan kalimat tersebut yaitu hari ini aku pulang untuk mengiringkan kepergian (meninggalnya) ibu, perempuan yang sangat berharga bagiku.

Penceritaan kembali terhadap isi cerpen “Batu di Pekarangan Rumah” dapat kalian kemukakan sebagai berikut. Sewaktu aku masih kecil, aku sangat menyukai batu yang terletak di pekarangan rumahku. Aku sangat menyayanginya. Meskipun ia hanya batu yang selalu diam, aku merasa bahwa ia tidak keberatan untuk kuajak bicara. Sehabis bermain dengan teman-temanku, atau saat-saat sendiri, aku selalu duduk di atas batu itu untuk melepas lelah dan mengungkapkan rasa sayangku pada batu tersebut. Namun, pada suatu saat aku merasa sangat kehilangan batu itu, karena aku harus merantau ke kota lain untuk mencari penghidupan.

Pada suatu hari aku pulang ke rumah di kampung halamanku untuk mengiringkan jenazah ibu. Setelah acara pemakaman selesai dan semua saudara telah meninggalkan rumah, aku tidak langsung pergi. Aku merasa masih harus ada yang perlu aku lakukan di rumah ini, yaitu menemui batu di pekarangan rumah. Aku merasa batu itu telah menunggu kedatanganku.


Selain menceritakan kembali sebuah cerpen, kalian dapat mengungkapkan hal-hal yang menjadi kelebihan dalam cerpen. Beberapa hal yang menjadi kelebihan dari cerpenBatu di Pekarangan Rumah” yang dapat kalian ungkapkan, di antaranya berikut.
  • Gaya bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami, tapi terangkai dari diksi yang bermakna sehingga menjadi kalimat-kalimat yang menarik.
  • Jalan ceritanya mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
Sekian pembahasan mengenai bagaimana Menceritakan Kembali Isi Cerpen semoga dapat bermanfaat untuk sobat, untuk menguji pemahaman tentang Menceritakan Kembali Isi Cerpen tidak ada salahnya menjawab pertanyaan di bawah ini.


Uji Kompetensi
Pahamilah petikan cerpen berikut dengan saksama! Menceritakan Kembali Isi Cerpen

Bingkisan Lebaran


Oleh: Sapardi Djoko Damono
Rumahnya kosong, ibunya tentunya sedang pergi entah ke mana. Sejak ditinggal ayahnya beberapa tahun yang lalu, Mawar, murid kelas lima yang wajahnya selalu tampak kemerah-merahan itu, tinggal bersama ibunya saja di rumah yang dibeli dengan uang peninggalan suaminya. Lelaki itu meninggal dalam menjalankan tugas sebagai reporter dan mendapatkan semacam uang pesangon yang lumayan jumlahnya. Cukup untuk membeli sebuah rumah sederhana di sebuah real estate (perumahan) agak di luar kota. Ibunya kerja di rumah, menerima jahitan pakaian anak-anak dan wanita. “Terima kasih, tidak usah sajalah. Penghasilan saya cukup untuk kami berdua,” begitu katanya setiap kali ada kerabat yang menawarkan pertolongan.

Perempuan itu dididik untuk bekerja keras, kakek Mawar selalu berpesan agar ibunya itu jangan bergantung pada siapa pun. Pesan itu dilaksanakannya. Dan perempuan itu menerapkan prinsip serupa terhadap anak gadis satu-satunya itu. Pulang dari sekolah sehabis makan, Mawar diajar membantunya; ia sudah pandai memasang kancing dan menggunting potongan-potongan kain untuk saku dan kerah. Ia menyukai pekerjaan itu meskipun kadang-kadang merasa iri kepada anak-anak sebayanya yang setiap pulang sekolah main sepeda atau bola di sepanjang jalan kecil di depan rumahnya. Ia tidak pernah mengeluh kepada ibunya.

Siang itu rumahnya kosong, belum pernah terjadi. Biasanya pintunya terbuka dan ibunya terlihat sedang menjahit atau memotong kain. Mawar duduk di teras, kadang-kadang menjawab teriakan atau lambaian tangan sambil lalu dari teman-temannya yang juga pulang sekolah.

Sekolahnya agak jauh dan setiap hari ia naik mobil jemputan yang tentu saja harus berputar-putar dahulu sebelum mencapai rumahnya, terminal terakhir mobil jemputan itu. Seperti biasanya gadis itu turun di pertigaan dekat rumahnya, lalu jalan kaki.

Setiap hari mobilnya melewati jalan kampung dan jalan besar. Setiap hari dilihatnya beberapa anak sebayanya bermainmain di perempatan bawah jembatan layang, menunggu lampu merah. Mawar tahu mereka itu mengemis, ia juga menyaksikan mereka selalu gembira bermain di pinggir jalan jika lampu sudah hijau kembali. Mereka berkejaran, jejeritan, main bola. Dalam khayal Mawar, mereka bahkan bisa terbang melampaui jalan tol, main bola sambil naik sapu, persis seperti apa yang pernah dibacanya dalam buku cerita. Di antara mereka ada seorang anak perempuan sebayanya yang selalu diperhatikan dan tampaknya memerhatikan juga setiap kali bis sekolah itu lewat di sana. Mawar membayangkan kehidupan yang bahagia, bermain sambil mencari makan. Ia tidak pernah mempermasalahkan apakah anak itu sekolah atau tidak meskipun akal sehatnya tentu tahu bahwa pengemis-pengemis kecil itu anak-anak putus sekolah.

Beberapa puluh menit ia duduk di teras, ibunya belum muncul juga. Ia diajarkan untuk tidak bergantung pada siapa pun apalagi kebanyakan rumah tetangganya sudah kosong ditinggal penghuninya yang pulang lebaran ke kampung. Hari itu hari terakhir menjelang libur dan ibunya tidak punya rencana pergi ke mana-mana. “Kita simpan saja uang lebaran untuk sekolah kamu,” katanya kepada Mawar. “Untuk apa pulang kampung!”Mawar segera membayangkan suasana sepi sehabis mendengar keputusan ibunya itu. Ia tidak akan bertemu sepupu-sepupunya di kampung. Juga paman dan bibinya yang suka membagi hadiah. Juga nenek dan kakeknya.

Ibunya tidak muncul-muncul juga. Hari menjelang Magrib ketika gadis kecil itu memutuskan untuk bangkit dan berjalan meninggalkan rumahnya. Ia masih menyimpan uang jajan hari itu, tadi pulangnya agak cepat. Langkahnya tidak menunjukkan apakah ia capek atau lapar atau apa. Sama sekali tidak menoleh ke rumahnya lagi. Tidak dijumpai juga ibunya di jalan. Ia diajarkan dengan keras untuk tidak bergantung kepada siapa pun, juga kepada ibunya.
(Membunuh Orang Gila, 2003)
Kerjakanlah di buku tugas!
  1. Apakah tema yang terdapat dalam kutipan cerpen tersebut?
  2. Kemukakan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam petikan cerpen tersebut!
  3. Jelaskan makna dan maksud ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam cerpen tersebut!
  4. Ceritakan kembali isi cerpen tersebut dengan bahasamu kepada teman-temanmu!
  5. Ungkapkan kelebihan dari cerpen tersebut!