Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru

Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru - Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini landasan hukum Supersemar melalui ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
  1. Ketetapan MPRS No. I /MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
  2. Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
  3. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
  4. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
  5. Ketetapan MPRS No. V/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru
Sembilan Partai Politik dan Satu Golongan Karya peserta pemilu tahun 1971. Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru
Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak  menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12 Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting berikut.
  1. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
  2. Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
  3. Ketetapan MPRS No. V/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. VII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
  4. Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
   Jendela Info      Setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak, Presiden Soekarno diberi kesempatan oleh MPRS untuk menyempurnakan pidato pertanggungjawabannya. Pada tanggal 10 Januari 1967, Presiden Soekarno mengajukan kembali pidato  pertanggungjawabannya yang berjudul Pelengkap Nawaksara.

Berdasarkan Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjan Kabinet Ampera disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
  1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
  2. melaksanakan Pemilu,
  3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
  4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
  1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
  2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
  3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.

   Jendela Info      Golkar merupakan salah satu motor penggerak Orde Baru, di samping ABRI (militer) dan cendekiawan.

Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
  1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
  2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri masa Orba (Orde Baru).

1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)

Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia

Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya Bangkok Agreement sebagai berikut.
  • Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
  • Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
  • Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
   Jendela Info    Usaha membina stabilitas politik juga dilakukan dengan konsolidasi organisasi kemasyarakatan berdasarkan profesi, misalnya pegawai negeri dibentuk Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia), buruh dibentuk Federasi Buruh Seluruh Indonesia, petani dibentuk HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), pemuda dibentuk KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).

4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN

Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.

   Baca Juga      Runtuhnya Orde Baru (Orba) dan Lahirnya Reformasi

Sekian pembahasan tentang Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru, juga mengenai Program kerjan Kabinet Ampera disebut Catur Karya, landasan hukum Supersemar,  Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno, upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri masa Orba (Orde Baru) dan penyebab lamanya pemerintahan Presiden Soeharto.