Peran Indonesia di Lingkungan Negara-negara Asia Tenggara - Pada pembahasan materi PKN kali ini mengenai peran Indonesia di Asia Tenggara dalam keanggotaan ASEAN dan di luar keanggotaan ASEAN dan juga tentang Sebagai salah satu perintis Organisasi ASEAN, Sebagai penyelenggara KTT ASEAN pertama, Sebagai anggota aktif SEAMEO, Penyumbang penting gagasan stabilitas Asia Tenggara, Sebagai pasukan perdamaian PBB di Vietnam, Sebagai pemrakarsa penyelesaian konflik Kamboja, Ikut aktif menjalin hubungan ASEAN dengan negara-negara maju, Turut aktif dalam penyelesaian Kamboja dan pengungsi IndoCina, Sebagai pasukan perdamaian PBB di Kamboja, Sebagai penengah penyelesaian masalah Moro di Filipina, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan singkat berikut ini!
Sekretariat ASEAN dibentuk pada tahun 1973, pada saat pertemuan para menteri luar negeri yang diadakan di Pataya, Thailand. Alasan utama pembentukan sekretariat tersebut adalah kegiatan ASEAN yang makin banyak ragamnya. Pada saat itu, sidang di Pataya menyetujui pembentukan panitia khusus (yang membahas soal sekretariat ASEAN). Akan tetapi hasil sidang panitia khusus tersebut tidak disetujui karena dianggap terlalu rumit.
Berikutnya dibentuk panitia lagi. Anggota panitia ini terdiri atas pejabat-pejabat tinggi ASEAN. Hasil rumusan panitia ini kemudian diperbaiki serta disempurnakan dalam sidang para menteri luar negeri negara-negara anggota ASEAN di Kuala Lumpur pada tahun 1975.
Sesudah itu, hasil rumusan sidang Kuala Lumpur dibawa ke sidang KTT ASEAN pertama di Bali (1976) untuk disahkan. Hasil dari sidang dalam KTT Bali tersebut di antaranya adalah Agreement on the Estabilishment of the ASEAN Secretariat. Inti dari keputusan sidang tersebut di antaranya soal penetapan kedudukan sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia. Secara resmi sekretariat tersebut berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976.
Demikianlah salah satu contoh peran Indonesia dalam lingkungan negara-negara Asia Tenggara. Tentu saja peran tersebut punya kaitan dengan organisasi kerja sama Asia Tenggara sendiri, yakni ASEAN. Lantas, bagaimana peran-peran Indonesia yang lain?
Dalam sejarah perjalanannya organisasi kerja sama di kawasan negara-negara kawasan Asia Tenggara, piagam kesepakatan tadi sempat muncul beberapa nama. Ada nama ASA (Asosiasi Asia Tenggara dengan negara-negara anggota Malaysia, Filipina, dan Thailand). Ada juga nama MAPHILINDO (Malaysia, Philipina, dan Indonesia) yang merupakan usulan Sukarno, ASPAC (Asia Pacific Council), SEAARC (South East Asian Association for Regional Cooperation), dan terakhir ASEAN (Association of South East Asian Nations).
Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI) dalam pertemuannya dengan Tengku Abdul Rahman (menteri luar negeri Malaysia) di Bangkok tanggal 23 Mei 1967, dengan tegas menyatakan ”tidak ada tempat bagi ASA dan ASPAC untuk Indonesia.” Akhir perjalanan dari pentingnya landasan kerja sama tersebut, lima menteri luar negeri (Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Indonesia) menandatangani piagam kesepakatan kerja sama negara-negara Asia Tenggara, yakni ”Deklarasi Bangkok”. Deklarasi inilah yang menjadi dasar pendirian organisasi kerja sama regional Asia Tenggara dan hingga sekarang dikenal sebagai ASEAN.
Masalah internal kawasan Asia Tenggara yang dimaksud adalah konflik (perang saudara) yang terjadi di daratan Indocina misalnya (Vietnam, Laos, dan Kamboja). Ada juga sengketa-sengketa wilayah antarnegara misalnya seperti yang pernah dialami oleh Malaysia dan Filipina.
Selain itu, saat ASEAN terbentuk dua negara super power (Amerika Serikat dan Uni Soviet) sedang gencar–gencarnya beradu kekuatan serta pengaruh melalui apa yang biasa disebut sebagai “perang dingin”. Salah satu bagian dari bentuk perang dingin tersebut adalah campur tangan dua negara super power dalam kancah perang saudara yang terjadi di kawasan Indocina.
Bagaimana tanggapan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN terhadap situasi itu? Malaysia mengajukan usul agar semua kekuatan asing di masing-masing negara ASEAN dikeluarkan. Selain itu, negara-negara Adikuasa kelak harus diminta untuk menyetujui sifat netralitas kawasan Asia Tenggara. Negara-negara super power juga diminta untuk menahan diri dan tidak membawa konflik di negara manapun dalam kawasan Asia Tenggara. Terakhir, negara-negara super power diminta untuk memikirkan sarana pengawasan demi menjamin kenetralan kawasan Asia Tenggara.
Masih dalam pembicaraan tentang menanggapi situasi Eksternal, Indonesia dalam hal ini berbeda pandangan dengan Malaysia. Bagi Indonesia, tidak ada landasan kuat untuk mempercayai tuntutan-tuntutan seperti yang diusulkan Malaysia. Mengapa? Tidak lain, karena negara-negara super power itu sendiri memang mengabaikan berbagai kekuatan tradisional negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, dua negara super power juga dapat meninggalkan negara-negara Asia Tenggara, lalu memecahkan masalahnya dengan cara-cara mereka sendiri.
Karena itu Indonesia berpandangan, bahwa dalam menanggapi situasi kawasan Asia Tenggara adalah menekankan perlunya sikap ”kelenturan nasional”. Bagi Indonesia, sikap kelenturan nasional tersebut secara bertahap dapat mengantarkan kepada ”kelenturan regional” yang lebih luas.
Akhir tahun 1975 pandangan tentang kelenturan nasional dan kelenturan regional tersebut diterima dengan baik oleh negara-negara anggota ASEAN. Dan pandangan ini kelak punya arti penting dalam keputusan-keputusan penting pada KTT ASEAN pertama di Bali.
Dalam deklarasi Concord dijelaskan soal tujuan dan prinsip-prinsip stabilitas kawasan, termasuk berbagai bidang program kerja samanya. Melalui deklarasi tersebut, semua negara ASEAN bertekad melenyapkan segala jenis “penyakit” stabilitas.
Stabilitas (tiap negara) dalam deklarasi tersebut dianggap merupakan sumbangan penting perdamaian internasional serta penyelesaian secara damai berbagai perselisihan antarnegara ASEAN.
Sementara itu dalam TAC atau perjanjian persahabatan dan kerja sama berisi prinsip-prinsip dan tata tertib negara ASEAN. Salah satu prinsip tersebut antara lain menyatakan bahwa setiap perselisihan antarnegara ASEAN diselesaikan secara damai. Pendek kata, hasil penting dari KTT ASEAN pertama di Bali ini merupakan penegasan kerja sama politik demi terciptanya stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Sebagai contoh adalah peran Indonesia dalam hubungan dengan MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) saat Prof. Sumitro Djojohadikusumo menjadi ketua Standing Committee of a Special Coordinating Committee (SCSCC). Juga, peran Indonesia saat menjadi koordinator hubungan ASEAN-Kanada. Termasuk juga perannya menjadi koordinator KTT ASEAN-Cina pada tahun 2006.
Bagaimana sikap negara-negara ASEAN terhadap pendudukan Kamboja tersebut? Tanggal 12 Januari 1979, para menteri luar negeri ASEAN dalam suatu pertemuan di Bangkok mengeluarkan pernyataan bersama. Isi pernyataan tersebut adalah menyesalkan terjadinya peristiwa pendudukan kekuatan bersenjata asing ke Kamboja.
Indonesia dalam hal ini menyediakan Pulau Galang untuk pemrosesan para pengungsi. Tindakan tersebut dilakukan berdasar atas kesepakatan para menteri ASEAN (yang bekerja sama dengan Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi/UNHCR).
Lantas, apa saja peran Indonesia di lingkungan negara-negara Asia Tenggara yang bukan di bawah organisasi ASEAN? Paling tidak meliputi hal-hal berikut.
Organisasi ini dirintis sebelum ASEAN terbentuk. Tujuan dari lembaga ini adalah peningkatan kerja sama regional kawasan Asia Tenggara dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan.
Pada tahun 1974 organisasi ini beranggotakan menteri-menteri pendidikan dari dalam negara Asia Tenggara. Masing-masing dari negara tersebut adalah Indonesia, Kamboja (dulu masih Republik Khmer), Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Republik Vietnam (Vietnam Selatan).
Selain itu dalam organisasi ini ada tiga negara anggota peserta yang bukan berasal dari Asia Tenggara. Masing-masing adalah Prancis, Australia, dan Selandia Baru. Sekretariat organisasi ini berkedudukan di Bangkok.
Setelah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dikuasai Vietnam Utara (dan bersatu menjadi Republik Sosialis Vietnam), demikian juga Laos dan Kamboja, ketiga negara tersebut tidak lagi aktif dalam kegiatan-kegiatan SEAMEO. Kegiatan-kegiatan lembaga ini diselenggarakan melalui program-program yang berpusat pada Regional Centres, yakni meliputi:
a. Regional Centre for Tropical Biology (BIOTROP), berkedudukan di Bogor, Indonesia.
b. Regional Centre for Education, Science and Mathematics (RECSAM), berkedudukan di Penang, Malaysia.
c. Regional English Language Centre (RLC), di Singapura.
d. Regional Centre for Graduate Study and Reserch in Agri (SEARCA), di Los Banos, Filipina.
e. Regional Centre for Educational Innovation and Technology (INNOTECH), di Bangkok (semula di Saigon, Vietnam).
Tugas komisi tadi adalah mengawasi pelanggaran perdamaian yang dilakukan oleh dua pihak. Peran Indonesia dalam tugas ini adalah sebagai Pengirim pasukan perdamaian. Pasukan Indonesia pada waktu itu adalah Pasukan Garuda IV, V, VI, dan VII.
Pasukan Garuda IV di bawah pimpinan H.R. Dharsono dan ketua kontingennya Brigadir Jenderal Wiyogo. Bertugas dari bulan Januari hingga Juli 1973. Selanjutnya berturut-turut Pasukan Garuda V, VI, dan VII menggantikan pasukan-pasukan sebelumnya hingga tahun 1975, ketika seluruh Vietnam sudah dikuasai oleh Vietnam Utara (Vietkong).
Pertemuan informal tersebut terlaksana, dan selanjutnya dikenal dengan JIM (Jakarta Informal Meeting). JIM I dilakukan di Bogor, tanggal 25-28 Juli 1988, dan JIM II juga di Bogor, tanggal 11 Februari 1989.
Masih soal penyelesaian konflik di Kamboja, Indonesia juga terpilih sebagai wakil dalam pertemuan Paris untuk Kamboja bulan Oktober tahun 1991. Hasil penting dari pertemuan Paris tersebut adalah sebuah perjanjian damai untuk Kamboja.
Tahun 1993 Organisasi Konferensi Islam (OKI) menunjuk Indonesia sebagai ketua komite untuk menyelesaikan masalah Moro. Perundingan antara pemerintah Filipina dan MNLF tersebut antara tahun 1993-1996 dan berlangsung lima kali. Masing-masing di Cipanas (satu kali), dan di Jakarta (empat kali).
Pada perundingan di Jakarta yang keempat, tanggal 30 Agustus 1996 Perjanjian Damai ditandatangani. Dari pemerintah Filipina diwakili oleh T. Yan, dari MNLF diwakili Misuari, dan dari Indonesia Ali Alatas (Menteri Luar negeri). Perjanjian tersebut kemudian ditandatangani kembali di Manila 2 September 1996.
Peran Indonesia di Lingkungan Negara-negara Asia Tenggara
Bangunan gedung yang tampak megah pada foto dibawah berada di Jakarta. Gedung tersebut merupakan sekretariat ASEAN. Karena merupakan sekretariat, berarti dari gedung itulah sepak terjang dan gerak langkah seluruh kegiatan negara-negara Asia Tenggara dengan organisasi ASEANnya dimonitor dan dikoordinasikan sekaligus.Sekretariat ASEAN dibentuk pada tahun 1973, pada saat pertemuan para menteri luar negeri yang diadakan di Pataya, Thailand. Alasan utama pembentukan sekretariat tersebut adalah kegiatan ASEAN yang makin banyak ragamnya. Pada saat itu, sidang di Pataya menyetujui pembentukan panitia khusus (yang membahas soal sekretariat ASEAN). Akan tetapi hasil sidang panitia khusus tersebut tidak disetujui karena dianggap terlalu rumit.
Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, peran Indonesia di Asia Tenggara dalam keanggotaan ASEAN dan di luar keanggotaan ASEAN |
Berikutnya dibentuk panitia lagi. Anggota panitia ini terdiri atas pejabat-pejabat tinggi ASEAN. Hasil rumusan panitia ini kemudian diperbaiki serta disempurnakan dalam sidang para menteri luar negeri negara-negara anggota ASEAN di Kuala Lumpur pada tahun 1975.
Sesudah itu, hasil rumusan sidang Kuala Lumpur dibawa ke sidang KTT ASEAN pertama di Bali (1976) untuk disahkan. Hasil dari sidang dalam KTT Bali tersebut di antaranya adalah Agreement on the Estabilishment of the ASEAN Secretariat. Inti dari keputusan sidang tersebut di antaranya soal penetapan kedudukan sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia. Secara resmi sekretariat tersebut berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976.
Demikianlah salah satu contoh peran Indonesia dalam lingkungan negara-negara Asia Tenggara. Tentu saja peran tersebut punya kaitan dengan organisasi kerja sama Asia Tenggara sendiri, yakni ASEAN. Lantas, bagaimana peran-peran Indonesia yang lain?
Peran Indonesia di Asia Tenggara dalam Keanggotaan ASEAN
Kerja sama antarnegara di kawasan Asia Tenggara dewasa ini sudah menemukan bentuknya yang formal sekaligus permanen, yakni ASEAN. Organisasi kerja sama regional ini sejak awal memang dibentuk atas dasar kesatuan cita-cita: meningkatkan kesejahteraan segenap masyarakat Asia Tenggara. Sebagai salah satu negara anggota yang sekaligus banyak berkecimpung dalam berbagai kegiatan. Apa saja peran Indonesia dalam organisasi ASEAN?1. Sebagai Salah Satu Perintis Organisasi ASEAN
Kerja sama antarnegara butuh suatu landasan yang kuat. Tanpa adanya suatu landasan kuat, kerja sama yang dilakukan tidak akan berumur lama atau bahkan tidak mungkin terwujud. Biasanya, landasan kerja sama tersebut berupa piagam kesepakatan yang ditandatangani oleh masing-masing negara yang bersangkutan.Dalam sejarah perjalanannya organisasi kerja sama di kawasan negara-negara kawasan Asia Tenggara, piagam kesepakatan tadi sempat muncul beberapa nama. Ada nama ASA (Asosiasi Asia Tenggara dengan negara-negara anggota Malaysia, Filipina, dan Thailand). Ada juga nama MAPHILINDO (Malaysia, Philipina, dan Indonesia) yang merupakan usulan Sukarno, ASPAC (Asia Pacific Council), SEAARC (South East Asian Association for Regional Cooperation), dan terakhir ASEAN (Association of South East Asian Nations).
Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI) dalam pertemuannya dengan Tengku Abdul Rahman (menteri luar negeri Malaysia) di Bangkok tanggal 23 Mei 1967, dengan tegas menyatakan ”tidak ada tempat bagi ASA dan ASPAC untuk Indonesia.” Akhir perjalanan dari pentingnya landasan kerja sama tersebut, lima menteri luar negeri (Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Indonesia) menandatangani piagam kesepakatan kerja sama negara-negara Asia Tenggara, yakni ”Deklarasi Bangkok”. Deklarasi inilah yang menjadi dasar pendirian organisasi kerja sama regional Asia Tenggara dan hingga sekarang dikenal sebagai ASEAN.
2. Penyumbang Penting Gagasan Stabilitas Asia Tenggara
Pada awalnya organisasi ASEAN mengutamakan kerja sama ekonomi. Akan tetapi organisasi kerja sama regional ini dalam perjalanan selanjutnya tidak dapat lepas dari (pengaruh) situasi kawasan Asia Tenggara itu sendiri. Ada masalah internal ada juga masalah eksternal di kawasan Asia Tenggara.Masalah internal kawasan Asia Tenggara yang dimaksud adalah konflik (perang saudara) yang terjadi di daratan Indocina misalnya (Vietnam, Laos, dan Kamboja). Ada juga sengketa-sengketa wilayah antarnegara misalnya seperti yang pernah dialami oleh Malaysia dan Filipina.
Selain itu, saat ASEAN terbentuk dua negara super power (Amerika Serikat dan Uni Soviet) sedang gencar–gencarnya beradu kekuatan serta pengaruh melalui apa yang biasa disebut sebagai “perang dingin”. Salah satu bagian dari bentuk perang dingin tersebut adalah campur tangan dua negara super power dalam kancah perang saudara yang terjadi di kawasan Indocina.
Bagaimana tanggapan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN terhadap situasi itu? Malaysia mengajukan usul agar semua kekuatan asing di masing-masing negara ASEAN dikeluarkan. Selain itu, negara-negara Adikuasa kelak harus diminta untuk menyetujui sifat netralitas kawasan Asia Tenggara. Negara-negara super power juga diminta untuk menahan diri dan tidak membawa konflik di negara manapun dalam kawasan Asia Tenggara. Terakhir, negara-negara super power diminta untuk memikirkan sarana pengawasan demi menjamin kenetralan kawasan Asia Tenggara.
Masih dalam pembicaraan tentang menanggapi situasi Eksternal, Indonesia dalam hal ini berbeda pandangan dengan Malaysia. Bagi Indonesia, tidak ada landasan kuat untuk mempercayai tuntutan-tuntutan seperti yang diusulkan Malaysia. Mengapa? Tidak lain, karena negara-negara super power itu sendiri memang mengabaikan berbagai kekuatan tradisional negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, dua negara super power juga dapat meninggalkan negara-negara Asia Tenggara, lalu memecahkan masalahnya dengan cara-cara mereka sendiri.
Karena itu Indonesia berpandangan, bahwa dalam menanggapi situasi kawasan Asia Tenggara adalah menekankan perlunya sikap ”kelenturan nasional”. Bagi Indonesia, sikap kelenturan nasional tersebut secara bertahap dapat mengantarkan kepada ”kelenturan regional” yang lebih luas.
Akhir tahun 1975 pandangan tentang kelenturan nasional dan kelenturan regional tersebut diterima dengan baik oleh negara-negara anggota ASEAN. Dan pandangan ini kelak punya arti penting dalam keputusan-keputusan penting pada KTT ASEAN pertama di Bali.
3. Sebagai Penyelenggara KTT ASEAN Pertama
KTT ASEAN pertama berlangsung di Bali tanggal 23-25 Februari 1976. Dalam KTT tersebut dihasilkan dua keputusan penting berkaitan dengan situasi kawasan Asia Tenggara. Masing-masing 1) Declaration of ASEAN Concord dan 2) TAC (Treary of Amity and Cooperationin Southeast Asia) atau perjanjian persahabatan dan kerja sama.Dalam deklarasi Concord dijelaskan soal tujuan dan prinsip-prinsip stabilitas kawasan, termasuk berbagai bidang program kerja samanya. Melalui deklarasi tersebut, semua negara ASEAN bertekad melenyapkan segala jenis “penyakit” stabilitas.
Stabilitas (tiap negara) dalam deklarasi tersebut dianggap merupakan sumbangan penting perdamaian internasional serta penyelesaian secara damai berbagai perselisihan antarnegara ASEAN.
Sementara itu dalam TAC atau perjanjian persahabatan dan kerja sama berisi prinsip-prinsip dan tata tertib negara ASEAN. Salah satu prinsip tersebut antara lain menyatakan bahwa setiap perselisihan antarnegara ASEAN diselesaikan secara damai. Pendek kata, hasil penting dari KTT ASEAN pertama di Bali ini merupakan penegasan kerja sama politik demi terciptanya stabilitas kawasan Asia Tenggara.
4. Ikut Aktif Menjalin Hubungan ASEAN dengan Negara-negara Maju
Salah satu wujud dari cita-cita meningkatkan kesejahteraan segenap masyarakat Asia Tenggara adalah penyelenggaraan berbagai hubungan. ASEAN dalam hal ini menjalin hubungan dengan negara-negara maju maupun organisasi internasional yang lain, terutama di bidang ekonomi.Sebagai contoh adalah peran Indonesia dalam hubungan dengan MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) saat Prof. Sumitro Djojohadikusumo menjadi ketua Standing Committee of a Special Coordinating Committee (SCSCC). Juga, peran Indonesia saat menjadi koordinator hubungan ASEAN-Kanada. Termasuk juga perannya menjadi koordinator KTT ASEAN-Cina pada tahun 2006.
5. Turut Aktif dalam Penyelesaian Kamboja dan Pengungsi Indocina
Kawasan Indocina masih terus bergolak. Sebelum tahun 1976 terjadi perang saudara di Vietnam. Sesudah tahun 1976 (Vietnam Utara dan Vietnam selatan sudah bersatu), tentara Vietnam malah menduduki Kamboja (17 Januari 1979). Akibatnya kehidupan masyarakat kawasan Indocina tidak tenang dan sebagian di antara banyak yang pergi mengungsi.Bagaimana sikap negara-negara ASEAN terhadap pendudukan Kamboja tersebut? Tanggal 12 Januari 1979, para menteri luar negeri ASEAN dalam suatu pertemuan di Bangkok mengeluarkan pernyataan bersama. Isi pernyataan tersebut adalah menyesalkan terjadinya peristiwa pendudukan kekuatan bersenjata asing ke Kamboja.
Indonesia dalam hal ini menyediakan Pulau Galang untuk pemrosesan para pengungsi. Tindakan tersebut dilakukan berdasar atas kesepakatan para menteri ASEAN (yang bekerja sama dengan Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi/UNHCR).
Peran Indonesia di Asia Tenggara di Luar Keanggotaan ASEAN
Indonesia memiliki ikatan regional sebagai anggota organisasi ASEAN di Asia Tenggara). Indonesia juga sebagai bagian dari masyarakat dunia internasional. Karena itu peran Indonesia di lingkungan negara-negara Asia Tenggara kadang-kadang tidak di bawah bendera organisasi ASEAN.Lantas, apa saja peran Indonesia di lingkungan negara-negara Asia Tenggara yang bukan di bawah organisasi ASEAN? Paling tidak meliputi hal-hal berikut.
1. Sebagai Anggota Aktif SEAMEO (South East Asian Minister of Education Organization)
SEAMEO (South East Asian Minister of Education Organization) adalah organisasi menteri-menteri pendidikan Asia Tenggara.
Logo SEAMEO, Peran Indonesia di Lingkungan Negara-negara Asia Tenggara |
Organisasi ini dirintis sebelum ASEAN terbentuk. Tujuan dari lembaga ini adalah peningkatan kerja sama regional kawasan Asia Tenggara dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan.
Pada tahun 1974 organisasi ini beranggotakan menteri-menteri pendidikan dari dalam negara Asia Tenggara. Masing-masing dari negara tersebut adalah Indonesia, Kamboja (dulu masih Republik Khmer), Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Republik Vietnam (Vietnam Selatan).
Selain itu dalam organisasi ini ada tiga negara anggota peserta yang bukan berasal dari Asia Tenggara. Masing-masing adalah Prancis, Australia, dan Selandia Baru. Sekretariat organisasi ini berkedudukan di Bangkok.
Setelah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dikuasai Vietnam Utara (dan bersatu menjadi Republik Sosialis Vietnam), demikian juga Laos dan Kamboja, ketiga negara tersebut tidak lagi aktif dalam kegiatan-kegiatan SEAMEO. Kegiatan-kegiatan lembaga ini diselenggarakan melalui program-program yang berpusat pada Regional Centres, yakni meliputi:
a. Regional Centre for Tropical Biology (BIOTROP), berkedudukan di Bogor, Indonesia.
b. Regional Centre for Education, Science and Mathematics (RECSAM), berkedudukan di Penang, Malaysia.
c. Regional English Language Centre (RLC), di Singapura.
d. Regional Centre for Graduate Study and Reserch in Agri (SEARCA), di Los Banos, Filipina.
e. Regional Centre for Educational Innovation and Technology (INNOTECH), di Bangkok (semula di Saigon, Vietnam).
2. Sebagai Pasukan Perdamaian PBB di Vietnam
Ketika itu kecamuk perang saudara di Vietnam sudah berlangsung ± 30 tahun. Berdasar atas keputusan Persetujuan di Paris, tahun 1973 dibentuklah komisi pengontrol perdamaian di bawah PBB yang bernama ICCS (International Commission of Control and Supervision). Anggota komisi tersebut terdiri atas empat negara: Hongaria, Indonesia, Kanada, dan Polandia.Tugas komisi tadi adalah mengawasi pelanggaran perdamaian yang dilakukan oleh dua pihak. Peran Indonesia dalam tugas ini adalah sebagai Pengirim pasukan perdamaian. Pasukan Indonesia pada waktu itu adalah Pasukan Garuda IV, V, VI, dan VII.
Pasukan Garuda IV di bawah pimpinan H.R. Dharsono dan ketua kontingennya Brigadir Jenderal Wiyogo. Bertugas dari bulan Januari hingga Juli 1973. Selanjutnya berturut-turut Pasukan Garuda V, VI, dan VII menggantikan pasukan-pasukan sebelumnya hingga tahun 1975, ketika seluruh Vietnam sudah dikuasai oleh Vietnam Utara (Vietkong).
3. Sebagai Pemrakarsa Penyelesaian Konflik di Kamboja
Konflik di Kamboja bersumber dari pendudukan tentara Vietnam di Kamboja sejak tahun 1979. Tahun 1987 Menteri luar Negeri Indonesia (Mochtar Kusumaatmadja) dan Menteri Luar Negeri Republik Sosialis Vietnam (Nguyen Co Thach) menandatangani sebuah persetujuan. Isi persetujuan tersebut adalah soal pertemuan informal antar pihak yang bertikai di Kamboja.Pertemuan informal tersebut terlaksana, dan selanjutnya dikenal dengan JIM (Jakarta Informal Meeting). JIM I dilakukan di Bogor, tanggal 25-28 Juli 1988, dan JIM II juga di Bogor, tanggal 11 Februari 1989.
Masih soal penyelesaian konflik di Kamboja, Indonesia juga terpilih sebagai wakil dalam pertemuan Paris untuk Kamboja bulan Oktober tahun 1991. Hasil penting dari pertemuan Paris tersebut adalah sebuah perjanjian damai untuk Kamboja.
4. Sebagai Pasukan Perdamaian PBB di Kamboja
Satu tahun setelah perjanjian damai dicapai, Indonesia terpilih kembali sebagai pasukan perdamaian atas nama PBB di Kamboja. Peristiwa tersebut terjadi tahun 1992. Pasukan perdamaian itu dikenal dengan Pasukan Garuda XII. Selain sebagai pengawas perdamaian, tugas Pasukan Garuda ini adalah mengawasi berlangsungnya pemilihan Umum di Kamboja.5. Sebagai Penengah Penyelesaian Masalah Moro di Filipina
Moro merupakan sebuah masyarakat suku yang menempati Pulau Mindanao, wilayah bagian selatan negara Filipina. Sudah lama suku Moro ingin memisahkan diri dari negara Filipina. Gerakan suku Moro untuk memisahkan diri dari Filipina itu bernama MNLF (Moro National Libertion Front). Gerakan suku Moro tersebut menyebabkan pertikaian yang tak kunjung selesai.Tahun 1993 Organisasi Konferensi Islam (OKI) menunjuk Indonesia sebagai ketua komite untuk menyelesaikan masalah Moro. Perundingan antara pemerintah Filipina dan MNLF tersebut antara tahun 1993-1996 dan berlangsung lima kali. Masing-masing di Cipanas (satu kali), dan di Jakarta (empat kali).
Pada perundingan di Jakarta yang keempat, tanggal 30 Agustus 1996 Perjanjian Damai ditandatangani. Dari pemerintah Filipina diwakili oleh T. Yan, dari MNLF diwakili Misuari, dan dari Indonesia Ali Alatas (Menteri Luar negeri). Perjanjian tersebut kemudian ditandatangani kembali di Manila 2 September 1996.
Rangkuman
- Selain sebagai anggota masyarakat kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga bagian dari masyarakat Internasional.
- Peran Indonesia di lingkungan negara-negara Asia Tenggara kadang melalui keanggotaan ASEAN, tetapi kadang-kadang juga di luar keanggotaan ASEAN.
- Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penyumbang penting gagasan tentang pelaksanaan program stabilitas kawasan Asia Tenggara.
- Indonesia banyak berkecimpung dalam mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai, bebas, serta netral.
- Indonesia sering tampil menjadi penengah konflik, serta menjadi pasukan perdamaian atas nama PBB di kawasan Asia Tenggara.