Adanya curah hujan yang tinggi di musim penghujan yakni pada bulan Oktober - April, khususnya pada bulan Januari - Februari sering mendatangkan bencana banjir. Gejala naiknya air pada permukaan kota pantai, yang kemudian menimbulkan banjir dikenal dengan istilah roove.
Di samping itu gejala tersebut disebabkan menurunnya permukaan tanah sebagai akibat dari beratnya beban bangunan. Daerah-daerah yang sering dilanda banjir adalah Daerah-daerah Aliran Sungai (DAS) di antaranya di Jawa adalah Pantai Utara Jawa, khususnya Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Bahaya banjir bandang tidak hanya melanda Pulau Jawa, akan tetapi juga di luar Pulau Jawa, seperti di Kalimantan Timur (18 Juni 2006) dan Sulawesi Selatan (20 Juni 2006). Banjir bandang di Sulawesi Selatan melanda empat kabupaten yakni Kabupaten Bulukamba, Jenepeto, Luwu Utara dan Sinjai. Banjir bandang menelan korban jiwa hingga ratusan orang tewas dan hilang. Demikian juga harta benda, rumah dan persawahan mereka.
Berikut cuplikan media cetak mengenai bencana banjir bandang di Jombang dan tanah longsor di Manado.
Banjir Bandang Melanda Jombang
Banjir bandang akibat hujan deras melanda tiga desa di lereng Gunung Anjasmoro, Jombang, Jawa Timur, Selasa hingga Rabu dini hari. Tidak ada korban jiwa, tapi setidaknya 50 keluarga dievakuasi ke tempat yang lebih aman.
Hingga Rabu (25/1), kekhawatiran bakal terjadi banjir bandang susulan masih menghantui warga. Masih ditemukan lima titik cekungan tanah yang menahan air hujan di lereng gunung. Jika tanah penahan tidak mampu lagi menahan volume air, banjir bandang susulan bisa terjadi lagi.
Humas Pemerintah Kabupaten Jombang Purwanto mengatakan, akibat banjir ini, sebanyak 14 rumah milik warga desa Pengajaran, Galeng Dowo, dan Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, rusak. Banjir juga menerjang tiga jembatan di desa Karangan, Pakel, dan Jarak, serta menghanyutkan delapan kandang lembu dan kambing.
”Air mulai surut tetapi kami terus berupaya mengantisipasi. Warga agar mengungsi ke tempat yang lebih aman,:kata petugas. Banjir bandang juga akibat hujan deras, Selasa sore hingga malam, juga membuat sejumlah daerah di Mojokerto tergenang air. Sejumlah rumah warga di Kecamatan Suko dan Prajurit Kulon terendam air hingga ketinggian 50 centimeter. Banjir di Mojokerto adalah kiriman air dari lereng Gunung Welirang dan Arjuno. Sunudyantoro.
Artikel Tanah Longsor
Kota Manado pada tanggal 21 Februari 2006 dilanda bencana banjir dan tanah longsor yang hebat. Sebelumnya banjir dan tanah longsor juga menyapu sebagian besar wilayah Manado pada tanggal 13 Februari dan 19 Februari. Pada tanggal 13 Februari, bencana banjir dan longsor di Manado, Minahasa, dan Minahasa Selatan menyapu ratusan rumah, merusak ratusan hektar tanaman, menghanyutkan puluhan ternak, dan menewaskan 7 orang. Total kerugian ditaksir lebih dari Rp 95 miliar.
Bencana kembali melanda hari Minggu tanggal 19, menyapu sebagian wilayah Tuminting, Mahawu, Kombos, Perkamil, dan Teling Manado. Korban tewas mencapai 5 orang, luka parah 6 orang, dan ratusan rumah rusak parah. Selasa (21/2), banjir dan longsor lagi-lagi menyapu sebagian besar wilayah Manado. Korban tewas, sebagaimana dilaporkan hingga pukul 00.00 WITA sudah mencapai 19 orang. Ratusan rumah rusak ringan hingga berat, dan kerugian ditaksir lebih dari Rp 182 Miliar. Jika ditotal dengan korban jiwa dari Tombariri dan korban jiwa Senin (19/2), jumlah keseluruhan korban sudah mencapai 31 orang. Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajana mengatakan bahwa banjir dan longsor beruntun kali ini merupakan akumulasi akibat ulah manusia sendiri antara lain penggundulan hutan, penipisan daerah aliran sungai (DAS), dan kualitas lingkungan yang menurun.
Bahaya banjir bandang dan tanah longsor selain disebabkan hujan yang terus menerus (faktor alam) juga disebabkan oleh penggundulan hutan (faktor manusia). Untuk mengantisipasinya maka perlu adanya usaha penghijauan lahan (reboisasi). Selain itu, pemerintah perlu mengadakan pengawasan yang ketat terhadap hutan-hutan yang ada.
Sebaliknya pengusaha pemegang hak pengusaha hutan (HPH) harus benar-benar mematuhi ketentuan yang diwajibkan oleh pemerintah, yaitu harus melaksanakan tebang pilih dan tebang tanam. Penebangan liar dan pencuri kayu harus dicegah. Jika hutan lestari, kebutuhan kayu dapat terpenuhi. Udara menjadi sejuk, tanah menjadi subur, dan dapat mencegah terjadinya bahaya banjir dan erosi.
Di samping itu gejala tersebut disebabkan menurunnya permukaan tanah sebagai akibat dari beratnya beban bangunan. Daerah-daerah yang sering dilanda banjir adalah Daerah-daerah Aliran Sungai (DAS) di antaranya di Jawa adalah Pantai Utara Jawa, khususnya Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Bahaya banjir bandang tidak hanya melanda Pulau Jawa, akan tetapi juga di luar Pulau Jawa, seperti di Kalimantan Timur (18 Juni 2006) dan Sulawesi Selatan (20 Juni 2006). Banjir bandang di Sulawesi Selatan melanda empat kabupaten yakni Kabupaten Bulukamba, Jenepeto, Luwu Utara dan Sinjai. Banjir bandang menelan korban jiwa hingga ratusan orang tewas dan hilang. Demikian juga harta benda, rumah dan persawahan mereka.
Berikut cuplikan media cetak mengenai bencana banjir bandang di Jombang dan tanah longsor di Manado.
Banjir Bandang Melanda Jombang
Banjir bandang akibat hujan deras melanda tiga desa di lereng Gunung Anjasmoro, Jombang, Jawa Timur, Selasa hingga Rabu dini hari. Tidak ada korban jiwa, tapi setidaknya 50 keluarga dievakuasi ke tempat yang lebih aman.
Hingga Rabu (25/1), kekhawatiran bakal terjadi banjir bandang susulan masih menghantui warga. Masih ditemukan lima titik cekungan tanah yang menahan air hujan di lereng gunung. Jika tanah penahan tidak mampu lagi menahan volume air, banjir bandang susulan bisa terjadi lagi.
Humas Pemerintah Kabupaten Jombang Purwanto mengatakan, akibat banjir ini, sebanyak 14 rumah milik warga desa Pengajaran, Galeng Dowo, dan Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, rusak. Banjir juga menerjang tiga jembatan di desa Karangan, Pakel, dan Jarak, serta menghanyutkan delapan kandang lembu dan kambing.
”Air mulai surut tetapi kami terus berupaya mengantisipasi. Warga agar mengungsi ke tempat yang lebih aman,:kata petugas. Banjir bandang juga akibat hujan deras, Selasa sore hingga malam, juga membuat sejumlah daerah di Mojokerto tergenang air. Sejumlah rumah warga di Kecamatan Suko dan Prajurit Kulon terendam air hingga ketinggian 50 centimeter. Banjir di Mojokerto adalah kiriman air dari lereng Gunung Welirang dan Arjuno. Sunudyantoro.
Artikel Tanah Longsor
Kota Manado pada tanggal 21 Februari 2006 dilanda bencana banjir dan tanah longsor yang hebat. Sebelumnya banjir dan tanah longsor juga menyapu sebagian besar wilayah Manado pada tanggal 13 Februari dan 19 Februari. Pada tanggal 13 Februari, bencana banjir dan longsor di Manado, Minahasa, dan Minahasa Selatan menyapu ratusan rumah, merusak ratusan hektar tanaman, menghanyutkan puluhan ternak, dan menewaskan 7 orang. Total kerugian ditaksir lebih dari Rp 95 miliar.
Bencana kembali melanda hari Minggu tanggal 19, menyapu sebagian wilayah Tuminting, Mahawu, Kombos, Perkamil, dan Teling Manado. Korban tewas mencapai 5 orang, luka parah 6 orang, dan ratusan rumah rusak parah. Selasa (21/2), banjir dan longsor lagi-lagi menyapu sebagian besar wilayah Manado. Korban tewas, sebagaimana dilaporkan hingga pukul 00.00 WITA sudah mencapai 19 orang. Ratusan rumah rusak ringan hingga berat, dan kerugian ditaksir lebih dari Rp 182 Miliar. Jika ditotal dengan korban jiwa dari Tombariri dan korban jiwa Senin (19/2), jumlah keseluruhan korban sudah mencapai 31 orang. Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajana mengatakan bahwa banjir dan longsor beruntun kali ini merupakan akumulasi akibat ulah manusia sendiri antara lain penggundulan hutan, penipisan daerah aliran sungai (DAS), dan kualitas lingkungan yang menurun.
Bahaya banjir bandang dan tanah longsor selain disebabkan hujan yang terus menerus (faktor alam) juga disebabkan oleh penggundulan hutan (faktor manusia). Untuk mengantisipasinya maka perlu adanya usaha penghijauan lahan (reboisasi). Selain itu, pemerintah perlu mengadakan pengawasan yang ketat terhadap hutan-hutan yang ada.
Sebaliknya pengusaha pemegang hak pengusaha hutan (HPH) harus benar-benar mematuhi ketentuan yang diwajibkan oleh pemerintah, yaitu harus melaksanakan tebang pilih dan tebang tanam. Penebangan liar dan pencuri kayu harus dicegah. Jika hutan lestari, kebutuhan kayu dapat terpenuhi. Udara menjadi sejuk, tanah menjadi subur, dan dapat mencegah terjadinya bahaya banjir dan erosi.