Cuplikan surat kabar mengenai bencana gempa bumi.
Gempa Yogya Tewaskan 3.098 Orang
Rumah Sakit Kewalahan Menampung Korban
Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter pukul 05.53. Sampai pukul 00.15, tercatat 3.098 korban tewas dan 2.971 meluluhlantakkan 3.824 bangunan, infrastruktur, dan memutuskan jaringan telekomunikasi di Yogyakarta dan Bantul.
Gempa di Yogyakarta ini merupakan bencana alam terbesar kedua setelah tsunami tahun 2004. Gelombang tsunami menyapu Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Desember 2004, dan menewaskan sekitar 170.000 orang. Bulan Maret 2005, gempa mengguncang Nias dan menewaskan sekitar 1.000 orang.
Tak hanya di Bantul, korban tewas juga berasal dari berbagai wilayah di DIY, seperti Kota Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Bahkan, korban tewas juga dari wilayah Jawa Tengah, seperti Klaten, dan Boyolali.
Korban tewas pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh, sementara korban luka-luka juga banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa. Mereka panik karena ada isu tsunami, lalu lintas jalan raya menjadi kacau, dan banyak tabrakan yang mengakibatkan warga terluka.
Semua rumah sakit pemerintah dan swasta penuh dengan korban gempa, baik luka ringan, parah, maupun meninggal. Rumah sakit itu umumnya tak sanggup lagi menampung korban sehingga pasien dirawat di halaman. Korban tewas banyak yang langsung dimakamkan keluarganya dengan sederhana karena banyak masyarakat yang tak lagi berada di rumah mereka.
Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X berharap para korban yang kini dirawat di rumah sakit di Yogyakarta dapat dievakuasi ke rumah sakit lain, misalnya di Jakarta, agar penanganannya lebih baik. Hal ini karena rumah sakit di Yogyakarta fasilitas dan tenaganya sudah sangat terbatas.
Berdasarkan pemantauan oleh Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, gempa tektonik berkekuatan 5,9 skala Richter (SR) ini terjadi pada pukul 05.53.58 di lepas pantai Samudra Hindia. Posisi episentrum pada koordinat 8,26 Lintang Selatan dan 110,33 Bujur Timur, atau pada jarak 38 kilometer selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 kilometer. Gempa utama terus diikuti gempa susulan berkekuatan kecil.
Gempa bumi dapat terjadi di mana saja. Gempa bumi sesungguhnya merupakan getaran bumi. Getaran ini bisa terjadi karena adanya retakan dari lapisan batuan dalam bumi. Tempat terjadinya retakan batuan ini merupakan pusat gempa (hiposentrum) yang terletak di dalam bumi. Retakan ini menimbulkan getaran yang merembet ke gelombang besar. Gempa seperti ini disebut gempa bumi tektonik.
Selain gempa bumi tektonik, ada juga gempa bumi vulkanis. Gempa bumi vulkanis terjadi pada waktu gunung api akan, sedang atau sesudah meletus. Gempa ini merupakan gempa bumi setempat di sekitar gunung berapi. Getarannya tidak begitu kuat dan yang paling terasa di sekitar daerah gunung berapi. Gempa bumi dapat menimbulkan bencana yang besar. Kejadiannya secara tiba-tiba dan sulit untuk diprediksi (diperhitungkan). Kita hanya bisa mengurangi akibat bencana tersebut. Misalnya, membangun rumah atau gedung-gedung perkantoran dengan menggunakan teknologi tahan gempa.
Akibat yang ditimbulkan oleh gempa bumi tergantung kepada besar kecilnya kekuatan gempa bumi tersebut. Kekuatan gempa bumi itu diukur dengan satuan skala Richter. Getaran gempa bumi ini dapat dicatat dengan alat yang disebut seismograf. Gempa bumi ini dengan kekuatan 5,9 skala richter termasuk gempa bumi yang kuat, dapat merobohkan rumah-rumah, gedung sekolah, dan gedung-gedung perkantoran serta rumah-rumah ibadah.
Daerah-daerah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, sebaiknya ditinggalkan. Apalagi jika daerah itu merupakan daerah pemukiman. Pihak pemerintah menawarkan kepada penduduk untuk dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman. Atau jika tetap tinggal di daerah tersebut, maka untuk membangun kembali rumah atau gedung-gedung perkantoran dan sekolah dengan menggunakan teknologi yang tahan gempa.
Gempa Yogya Tewaskan 3.098 Orang
Rumah Sakit Kewalahan Menampung Korban
Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter pukul 05.53. Sampai pukul 00.15, tercatat 3.098 korban tewas dan 2.971 meluluhlantakkan 3.824 bangunan, infrastruktur, dan memutuskan jaringan telekomunikasi di Yogyakarta dan Bantul.
Gempa di Yogyakarta ini merupakan bencana alam terbesar kedua setelah tsunami tahun 2004. Gelombang tsunami menyapu Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Desember 2004, dan menewaskan sekitar 170.000 orang. Bulan Maret 2005, gempa mengguncang Nias dan menewaskan sekitar 1.000 orang.
Tak hanya di Bantul, korban tewas juga berasal dari berbagai wilayah di DIY, seperti Kota Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Bahkan, korban tewas juga dari wilayah Jawa Tengah, seperti Klaten, dan Boyolali.
Korban tewas pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh, sementara korban luka-luka juga banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa. Mereka panik karena ada isu tsunami, lalu lintas jalan raya menjadi kacau, dan banyak tabrakan yang mengakibatkan warga terluka.
Semua rumah sakit pemerintah dan swasta penuh dengan korban gempa, baik luka ringan, parah, maupun meninggal. Rumah sakit itu umumnya tak sanggup lagi menampung korban sehingga pasien dirawat di halaman. Korban tewas banyak yang langsung dimakamkan keluarganya dengan sederhana karena banyak masyarakat yang tak lagi berada di rumah mereka.
Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X berharap para korban yang kini dirawat di rumah sakit di Yogyakarta dapat dievakuasi ke rumah sakit lain, misalnya di Jakarta, agar penanganannya lebih baik. Hal ini karena rumah sakit di Yogyakarta fasilitas dan tenaganya sudah sangat terbatas.
Berdasarkan pemantauan oleh Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, gempa tektonik berkekuatan 5,9 skala Richter (SR) ini terjadi pada pukul 05.53.58 di lepas pantai Samudra Hindia. Posisi episentrum pada koordinat 8,26 Lintang Selatan dan 110,33 Bujur Timur, atau pada jarak 38 kilometer selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 kilometer. Gempa utama terus diikuti gempa susulan berkekuatan kecil.
Gempa bumi dapat terjadi di mana saja. Gempa bumi sesungguhnya merupakan getaran bumi. Getaran ini bisa terjadi karena adanya retakan dari lapisan batuan dalam bumi. Tempat terjadinya retakan batuan ini merupakan pusat gempa (hiposentrum) yang terletak di dalam bumi. Retakan ini menimbulkan getaran yang merembet ke gelombang besar. Gempa seperti ini disebut gempa bumi tektonik.
Selain gempa bumi tektonik, ada juga gempa bumi vulkanis. Gempa bumi vulkanis terjadi pada waktu gunung api akan, sedang atau sesudah meletus. Gempa ini merupakan gempa bumi setempat di sekitar gunung berapi. Getarannya tidak begitu kuat dan yang paling terasa di sekitar daerah gunung berapi. Gempa bumi dapat menimbulkan bencana yang besar. Kejadiannya secara tiba-tiba dan sulit untuk diprediksi (diperhitungkan). Kita hanya bisa mengurangi akibat bencana tersebut. Misalnya, membangun rumah atau gedung-gedung perkantoran dengan menggunakan teknologi tahan gempa.
Akibat yang ditimbulkan oleh gempa bumi tergantung kepada besar kecilnya kekuatan gempa bumi tersebut. Kekuatan gempa bumi itu diukur dengan satuan skala Richter. Getaran gempa bumi ini dapat dicatat dengan alat yang disebut seismograf. Gempa bumi ini dengan kekuatan 5,9 skala richter termasuk gempa bumi yang kuat, dapat merobohkan rumah-rumah, gedung sekolah, dan gedung-gedung perkantoran serta rumah-rumah ibadah.
Daerah-daerah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, sebaiknya ditinggalkan. Apalagi jika daerah itu merupakan daerah pemukiman. Pihak pemerintah menawarkan kepada penduduk untuk dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman. Atau jika tetap tinggal di daerah tersebut, maka untuk membangun kembali rumah atau gedung-gedung perkantoran dan sekolah dengan menggunakan teknologi yang tahan gempa.