Pemilihan Umum Tahun 1955 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pemilihan Umum Tahun 1955

1. Situasi Politik di Indonesia Sebelum Pemilu Tahun 1955

Situasi Politik di Indonesia Sebelum Pemilu Tahun 1955 - Kondisi perpolitikan di Indonesia sebelum dilaksanakan Pemilu tahun 1955 ada dua ciri yang menonjol, yaitu munculnya banyak partai politik (multipartai) dan sering terjadi pergantian kabinet/pemerintahan.

Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan, sistem demokrasi yang dianut adalah Demokrasi Liberal Sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer. Pada masa ini perkembangan partai politik diberikan ruang yang seluas-luasnya. Dari tahun 1950-1959, terdapat tujuh kabinet yang memerintah.
Peristiwa-peristiwa politik dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
Peristiwa-peristiwa politik dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan

Kabinet-Kabinet yang Memerintah Selama Demokrasi Liberal

a. Kabinet Mohammad Natsir 7 September 1950 Maret 1951

Kabinet Mohammad Natsir 7 September 1950 Maret 1951 - Kabinet Natsir merupakan suatu Zaken Kabinet, intinya adalah Partai Masyumi. Kabinet ini menyerahkan mandatnya tanggal 21 Maret 1951, setelah adanya mosi yang menuntut pembekuan dan pembubaran DPRD Sementara. Penyebab lainnya adalah seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan dari partai oposisi.

b. Kabinet Sukiman April 1951- Februari 1952

Kabinet Sukiman April 1951- Februari 1952 - Kabinet Sukiman merupakan koalisi antara Masyumi dengan PNI. Pada masa Kabinet Sukiman muncul berbagai gangguan keamanan, misalnya DI/TII semakin meluas dan Republik Maluku Selatan. Kabinet ini jatuh karena kebijakan politik luar negerinya diangap condong ke Serikat. Pada tanggal 15 Januari 1952 diadakan penandatanganan Mutual Security Act (MSA). Perjanjian ini berisi kerja sama keamananan dan Serikat akan memberikan bantuan ekonomi dan militer.

c. Kabinet Wilopo April 1952- Juni 1953

Kabinet Wilopo April 1952- Juni 1953 - Kabinet Wilopo didukung oleh PNI, Masyumi, dan PSI. Prioritas utama program kerjanya adalah peningkatan kesejahteraan umum. Peristiwa penting yang terjadi semasa pemerintahannya adalah peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu tuntutan rakyat yang didukung oleh Angkatan Darat yang dipimpin Nasution, agar DPR Sementara dibubarkan diganti dengan parlemen baru. Sedang Peristiwa Tanjung Morawa (Sumatra Timur) mencakup persoalan perkebunan asing di Tanjung Morawa yang diperebutkan dengan rakyat yang mengakibatkan beberapa petani tewas.

d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I 31 Juli 1953-24 Juli 1955

Kabinet Ali Sastroamijoyo I 31 Juli 1953-24 Juli 1955 - Kabinet ini dikenal dengan Kabinet Ali Wongso (Ali Sastroamijoyo dan Wongsonegoro). Prestasi yang dicapai adalah terlaksananya Konferensi di Bandung 18-24 April 1955.

e. Kabinet Burhanudin Harahap Agustus 1955 Maret 1956

Kabinet Burhanudin Harahap Agustus 1955 Maret 1956 - Kabinet ini dipimpin oleh Burhanudin Harahap dengan inti Masyumi. Keberhasilan yang diraih adalah menyelenggarakan pemilu pertama tahun 1955. Karena terjadi mutasi di beberapa kementerian, maka pada tanggal 3 Maret 1956 Burhanudin Harahap menyerahkan mandatnya.

f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II Maret 1956 Maret 1957

Kabinet Ali Sastroamijoyo II Maret 1956 Maret 1957 - Program Kabinet Ali II disebut Rencana Lima Tahun. Program ini memuat masalah jangka panjang, misalnya perjuangan mengembalikan Irian Barat. Muncul semangat anti-Cina dan kekacauan di daerah-daerah sehingga menyebabkan kabinet goyah. Akhirnya pada Maret 1957, Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya.

g. Kabinet Djuanda Maret 1957 April 1959

Kabinet Djuanda Maret 1957 April 1959 - Kabinet Djuanda sering dikatakan sebagai Zaken Kabinet, karena para menterinya merupakan ahli dan pakar di bidangnya masing-masing. Tugas Kabinet Djuanda melanjutkan perjuangan membebaskan Irian Barat dan menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan yang buruk. Prestasi yang diraih adalah berhasil menetapkan lebar wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari Pulau Indonesia. Ketetapan ini dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Kabinet ini menjadi demisioner ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

2. Pelaksanaan Pemilu Tahun 1955

Pelaksanaan Pemilu Tahun 1955 - Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Pemilu diselenggarakan pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante (Badan Pembentuk UUD).

   Jendela Info      Sejak tahun 1999, pemilu dilaksanakan dengan sistem multipartai dengan jumlah peserta 48 partai politik. Sedangkan pada pemilu tahun 2004, peserta pemilu sebanyak 24 partai politik.

Hasil pemilu tahun 1955 menunjukkan ada empat partai yang memperoleh suara terbanyak yaitu PNI (57 wakil), Masyumi (57 wakil), NU (45 wakil), dan PKI (39 wakil).

Dari segi penyelenggaraan, pemilu tahun 1955 dapat dikatakan berjalan dengan bersih dan jujur karena suara yang diberikan masyarakat mencerminkan aspirasi dan kehendak politik mereka. Akan tetapi, kampanye yang relatif terlalu lama (2,5 tahun) dan bebas telah mengundang emosi politik yang amat tinggi, terutama kecintaan yang berlebihan terhadap partai.

Pemilu tahun 1955 ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas poltik seperti yang diharapkan. Bahkan muncul perpecahan antara pemerintahan pusat dengan beberapa daerah. Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakmampuan anggota Konstituante untuk mencapai titik temu dalam menyusun UUD baru untuk mengatasi kondisi negara yang kritis. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit. Dekrit ini dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Dampak yang Ditimbulkan

1. Situasi Politik Menjelang Dekrit Presiden

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Dampak yang Ditimbulkan - Sistem Demokrasi Liberal ternyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke permukaan. Misalnya konflik ideologis, konflik antarkelompok dan daerah, konflik kepentingan antarpartai politik.

Hal ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari 1957.Berikut ini isi Konsepsi Presiden.
  1. Penerapan sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, sehingga sistem demokrasi parlementer harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
  2. Membentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanya semua partai politik.
  3. Segera dibentuk Dewan Nasional.
  Jendela Info  
  • Demokrasi Liberal, Demokrasi Liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan yang seluasnya kepada warga negara. Indonesia menganut Demokrasi Liberal pada tahun 1950-1959. Pada masa ini ditandai dengan pergantian kabinet yang memerintah.
  • Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila. Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa). Berlaku di Indonesia pada tahun 1959-1965.

2. Sidang Konstituante Menjelang Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Sidang Konstituante Menjelang Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 - Dari pemilu tahun 1955 terbentuk dewan konstituante. Badan ini bertugas menyusun UUD yang baru. Anggota Konstituante terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok Islam dan kelompok nasionalis, kedua kelompok sulit mencapai kata sepakat dalam pembahasan isi UUD. Dalam sidang sering terjadi perpecahan pendapat. Setiap wakil partai memaksakan pendapatnya. Akibatnya gagal menghasilkan UUD. Hal ini mendorong presiden menganjurkan konstituante untuk kembali menggunakan UUD 1945. Untuk mewujudkan anjuran tersebut maka, diadakan pemungutan suara sampai tiga kali. Akan tetapi hasilnya belum mencapai batas kuorum, dua pertiga suara. Akibatnya Dewan Konstituante gagal mengambil keputusan.

Untuk mengatasi masalah tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 presiden mengeluarkan dekrit. Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yaitu:
a. pembubaran Konstituante
b. berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
c. akan dibentuk MPRS dan DPAS.

Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit sebagai langkah untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Keluarnya Dekrit Presiden menandai berakhirnya Demokrasi Liberal dan dimulainya Demokrasi Terpimpin.

3. Tindak Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Tindak Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959 - Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 terjadi beberapa perkembangan politik dan ketatanegaraan di Indonesia.

Kehidupan Politik Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959
a. Pembentukan Kabinet Kerja, dengan programnya yang disebut Tri Program, isinya:
  1. memperlengkapi sandang pangan rakyat,
  2. menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara, serta
  3. melanjutkan perjuangan menentang imperialisme untuk mengembalikan Irian Barat.
b. Penetapan DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR tanggal 23 Juli 1959.

c. Pembentukan MPRS dan DPAS. Tugas MPRS adalah menetapkan GBHN. Sedangkan tugas DPAS adalah sebagai penasihat atau memberi pertimbangan pada presiden.

d. MPRS dan DPAS juga dibentuk BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Mahkamah Agung (MA). BPK bertugas memeriksa penggunaan uang negara oleh pemerintah, MA berperan sebagai lembaga tinggi negara.

e. Pembentukan DPR-GR. Pada tahun 1960, Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu. Alasannya adalah penolakan DPR terhadap usulan Anggaran Belanja Negara yang diajukan presiden. Selanjutnya pada tanggal 24 Juni 1960, Presiden Soekarno membentuk DPR-GR (DPR Gotong Royong).

f. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Front Nasional. Depernas bertugas menyusun rancangan pembangunan semesta yang berpola delapan tahun. Front Nasional tugasnya mengerahkan massa. Badan ini berperan penting dalam pengganyangan Malaysia dan pembebasan Irian Barat, terutama melalui Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB).

g. Penetapan GBHN. Manifesto Politik (Manipol) merupakan sebutan pidato Presiden Soekarno dalam peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959. Pidato tersebut aslinya berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Oleh DPAS dalam sidangnya tanggal 23-25 September 1959, diusulkan agar Manipol ditetapkan sebagai GBHN. Manipol itu mencakup USDEK yang terdiri dari UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Manipol dan USDEK sering disebut dengan Manipol USDEK.

Dalam Tap MPRS itu juga diputuskan bahwa pidato presiden Jalannya Revolusi Kita dan “To Build the World a New” (membangun dunia kembali) Menjadi pedoman pelaksanaan Manifesto Politik.

   Jendela Info      Dekrit Presiden adalah keputusan pemerintah di bidang ketatanegaraan yang bersifat mengikat. Agar berlaku efektif, dekrit biasanya harus mendapat dukungan dari kekuatan politik, parlemen, dan militer.  

4. Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dampak Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 - Dekrit Presiden ternyata memiliki beberapa dampak, berikut.
  1.  Terbentuknya lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan UUD 1945, misalnya MPRS dan DPAS.
  2. Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang berkepanjangan yang sangat membahayakan persatuan dan kesatuan.
  3. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam percaturan politik di Indonesia.
  4. Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin.
  5. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada presiden, MPR, maupun lembaga tinggi negara lainnya.
Sekian artikel mengenai Pemilihan Umum Tahun 1955 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 semoga memberikan manfaat.