Berbagai Penyimpangan Konstitusi di Indonesia - Konstitusi atau UUD yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia mengatur dan menentukan bentuk dan sistem ketata negaraan yang harus dilaksanakan. Selain itu, konstitusi tersebut dapat menimbulkan berbagai penyimpangan dalam kehidupan kenegaraan. Berikut di jelaskan mengenai bagaimana aturan konstitusi mengatur sistem ketatanegaraan.
Selama kurun waktu 1945–1949 terdapat dua perkembangan penting dalam ketatanegaraan. Pertama, berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi fungsi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN berdasarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) 16 Oktober 1945. Kedua, perubahan sistem kabinet Presidensial menjadi kabinet Parlementer berdasarkan atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada 11 November 1945, kemudian disetujui oleh presiden dan diumumkan dengan Maklumat Presiden 14 November 1945.
Sejak 14 November 1945 sistem pemerintahan yang dianut adalah Kabinet Parlementer, kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh perdana menteri sebagai pimpinan kabinet dengan para menteri sebagai anggota kabinet. Sistem pemerintahan parlementer menentukan bahwa perdana menteri dan para menteri bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai DPR dan tidak bertanggung jawab kepada presiden seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945.
Perang kemerdekaan pada 1949 diakhiri dengan perjanjian yang dilakukan dalam proses perundingan Konferensi Meja Bundar. Namun, KMB akhirnya menggiring bangsa Indonesia untuk meninggalkan UUD 1945 dan menerapkan Konstitusi RIS.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan UUDS 1950 menerapkan suatu sistem pemerintahan parlementer, bukan sistem Presidensial. Penentuan sistem parlementer berdasarkan pada pemikiran demokrasi liberal yang mengutamakan kebebasan individu, bukan pada Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Liberal yang diterapkan UUDS 1950 memberikan konsekuensi kekacauan dan ketidak stabilan dalam bidang politik, keamanan, dan ekonomi. Ketidakstabilan dalam bidang politik dan peme rintahan tampak dari sering berganti-ganti kabinet. Dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 telah terjadi pergantian kabinet sebanyak tujuh kali sehingga program kabinet tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
Sekian pembahasan mengenai Berbagai Penyimpangan Konstitusi di Indonesia semoga bermanfaat.
Berbagai Penyimpangan Konstitusi di Indonesia
Periode UUD 1945 pertama (18 Agustus 1945–27 Desember 1949)
Pada kurun waktu 1945–1949, UUD 1945 belum dapat dilaksana kan dengan baik. Indonesia masih dalam masa transisi, yaitu bangsa Indonesia diha dap kan pada usaha untuk membela negara dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda, serta adanya usaha-usaha pemberontakan. Contohnya PKI Madiun 1948 dan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang hendak meng ganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Selama kurun waktu 1945–1949 terdapat dua perkembangan penting dalam ketatanegaraan. Pertama, berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi fungsi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN berdasarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) 16 Oktober 1945. Kedua, perubahan sistem kabinet Presidensial menjadi kabinet Parlementer berdasarkan atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada 11 November 1945, kemudian disetujui oleh presiden dan diumumkan dengan Maklumat Presiden 14 November 1945.
Sejak 14 November 1945 sistem pemerintahan yang dianut adalah Kabinet Parlementer, kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh perdana menteri sebagai pimpinan kabinet dengan para menteri sebagai anggota kabinet. Sistem pemerintahan parlementer menentukan bahwa perdana menteri dan para menteri bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai DPR dan tidak bertanggung jawab kepada presiden seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945.
Perang kemerdekaan pada 1949 diakhiri dengan perjanjian yang dilakukan dalam proses perundingan Konferensi Meja Bundar. Namun, KMB akhirnya menggiring bangsa Indonesia untuk meninggalkan UUD 1945 dan menerapkan Konstitusi RIS.
2. Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949–17 Agustus 1950)
Konstitusi RIS sebagai Konstitusi kedua berlaku lebih kurang delapan bulan. Konstitusi RIS menetapkan bahwa bentuk negara bagi negara yang baru terbentuk tersebut adalah serikat atau federal. Bentuk negara serikat adalah bentuk negara yang terdiri atas beberapa negara bagian. RIS itu sendiri terdiri atas beberapa negara bagian dan Republik Indonesia hanyalah salah satu bagian dari RIS.3. Periode UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950–5 Juli 1959)
Periode federal hanya bersifat sementara karena bangsa Indonesia menginginkan negara Indonesia berbentuk kesatuan. Oleh karena itu, negara-negara bagian menyatakan kembali menjadi negara kesatuan. Akan tetapi negara kesatuan yang terbentuk kembali tidak menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara, melainkan UUD Sementara 1950. UUDS ini berlaku sejak 17 agustus 1950.Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan UUDS 1950 menerapkan suatu sistem pemerintahan parlementer, bukan sistem Presidensial. Penentuan sistem parlementer berdasarkan pada pemikiran demokrasi liberal yang mengutamakan kebebasan individu, bukan pada Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Liberal yang diterapkan UUDS 1950 memberikan konsekuensi kekacauan dan ketidak stabilan dalam bidang politik, keamanan, dan ekonomi. Ketidakstabilan dalam bidang politik dan peme rintahan tampak dari sering berganti-ganti kabinet. Dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 telah terjadi pergantian kabinet sebanyak tujuh kali sehingga program kabinet tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
Sekian pembahasan mengenai Berbagai Penyimpangan Konstitusi di Indonesia semoga bermanfaat.