Meresensi Buku Pengetahuan - Bagaimanakah penilaian kalian terhadap isi sebuah buku? Dapatkah kalian mengungkapkan penilaian tentang sebuah buku ke dalam bentuk resensi? Pada pembelajaran ini, kita akan mempelajari bersama cara meresensi buku pengetahuan atau penemuan.
(1) identitas buku, yakni: judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, dan jumlah halaman;
(2) gambaran pokok-pokok isi buku;
(3) keunggulan dan kekurangan buku;
(4) penggunaan bahasa penyajian dan manfaat buku yang diresensi secara umum;
(5) tulisan resensi biasanya dilengkapi dengan fotokopi kulit luar (kover) buku tersebut.
Dalam menulis resensi sebuah buku, kalian dapat memerhatikan langkah-langkah berikut.
1. Membaca buku yang akan diresensi secara utuh dan menyeluruh.
2. Mengidentifikasi bentuk fisik dan isi buku.
3. Menunjukkan kelebihan serta kekurangan buku dan isi buku.
4. Merangkum isi buku.
5. Menuliskan pendapat pribadi sebagai tanggapan atas isi buku.
6. Meresensi buku.
7. Menyunting resensi.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, kalian dapat menulis sebuah resensi buku. Sebagai contoh adalah resensi buku berjudul “Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang” karya Andrias Harefa. Proses atau tahapan meresensi buku berjudul Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang dapat kalian simak dalam uraian berikut. Sebagai tahap awal dalam meresensi buku diperlukan pendataan mengenai buku yang akan kalian resensi. Dalam proses pendataan berdasarkan resensi di atas, kalian dapat menuliskan data yang terdapat dalam buku tersebut, yaitu berikut.
Judul : Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang
Pengarang : Andrias Harefa
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2002
Halaman : i-xi + 103 halaman
Data tersebut masih dapat kalian tambahkan, misalnya meliputi keterangan gambar, jumlah bab, penggunaan bahasa, harga buku, dan sebagainya. Berkaitan dengan ikhtisar dari isi buku di atas, kalian dapat mengemukakan ikhtisar tersebut sebagaimana berikut.
“Aktivitas menulis sering kali dikaitkan dengan bakat seseorang. Padahal, tidak selamanya bakat dapat membuat aktivitas tulis-menulis menjadi selancar dan semudah yang kita bayangkan. Berulang kali para pakar menyatakan bahwa menulis merupakan pelajaran dasar yang sudah kita dapatkan
semenjak duduk di bangku sekolah dasar bahkan di taman kanak-kanak. Dengan kata lain, mengarang adalah keterampilan sekolah dasar. Namun, sering kali ketika kita hendak menuangkan ide-ide kita dalam bentuk tulisan, sesuatu yang bernama “bakat” selalu menjadi semacam “kambing hitam” yang harus siap dipersalahkan.
Mengarang bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun, juga bukan merupakan hal yang sulit jika ada komitmen, janji pada diri sendiri tentu saja, jika komitmen itu diniati untuk benar-benar ditepati. Komitmen, inilah satu lagi kata kunci agar proses menulis dan mengarang menjadi mudah. Komitmen tersebut adalah janji pada diri sendiri bahwa saya akan menjadi penulis. Jadi, menulis itu bukan perlu bakat, sebab bakat tidak lebih dari “minat dan ambisi yang terus-menerus berkembang”. Jadi, jika “bakat” bermakna demikian, maka segala sesuatu memerlukan bakat, tidak cuma dalam soal tulis-menulis.
Masalahnya kemudian, bagaimana agar ambisi tersebut terus dipelihara sampai waktu yang lama? Jawabnya “komitmen pada diri sendiri.”
buku tersebut, dapat kalian simpulkan sebagaimana berikut.
Aktivitas menulis sering kali dikaitkan dengan bakat seseorang. Padahal, tidak selamanya bakat dapat membuat aktivitas tulis-menulis menjadi selancar dan semudah yang kita bayangkan. Berulang kali para pakar menyatakan bahwa menulis merupakan pelajaran dasar yang sudah kita dapatkan semenjak duduk di bangku sekolah dasar bahkan di taman kanak-kanak. Dengan kata lain, mengarang adalah keterampilan sekolah dasar. Namun, sering kali ketika kita hendak menuangkan ide-ide kita dalam bentuk tulisan, sesuatu yang bernama “bakat” selalu menjadi semacam “kambing hitam” yang harus siap dipersalahkan.
Mengarang bisa gampang jika ada komitmen, janji pada diri sendiri tentu saja, jika komitmen itu diniati untuk benar-benar ditepati. Apabila janji dibiarkan tinggal janji, mungkin lebih baik jadi politisi. Komitmen, inilah satu lagi kata kunci agar proses menulis dan mengarang menjadi mudah. Komitmen tersebut adalah janji pada diri sendiri bahwa saya akan menjadi penulis. Jadi, menulis itu
bukan perlu bakat, sebab bakat tidak lebih dari “minat dan ambisi yang terus-menerus berkembang”. Apabila “bakat” bermakna demikian, maka segala sesuatu memerlukan bakat, tidak cuma dalam soal tulis-menulis.
Masalahnya kemudian, tinggal bergantung pada komitmen diri sendiri agar ambisi tersebut terus dipelihara sampai waktu yang lama.
Buku yang ditulis dengan “sekenanya” tetapi cukup memberikan wawasan yang relatif baru dan segar serta memenuhi selera “pasar” ini, memuat ragam cara agar siapa pun dapat menulis-mengarang. Hal yang terpenting adalah mengetahui proses memunculkan ide-ide baru dengan mengadopsi paham tiga N (Nitenimemerhatikan, Nirokke-menirukan, dan Nambahi-menambahkan). Hal ini harus selalu diasah dengan terus berproses melalui aktivitas membaca sebagai “makanan pokok” pengarang. Selain itu, kita juga harus mampu memilih dan memilah topik, mengasah judul yang memikat dan merangsang pembaca, penerbit serta redaktur opini.
Kita juga perlu tahu tempat atau situasi, kondisi, serta aktivitas yang dapat memicu ide kreatif. Ada lagi yang penting, bahwa kita tampaknya perlu tahu di zaman knowledge economy seorang penulis akan “makin dihargai” sehingga tidak takut dan ragu, sebab menulis dan mengarang dapat menopang hidup.
Setidaknya seorang penulis artikel, yang dengan asumsi 3-4 artikelnya dimuat di media massa nasional, berarti setiap bulannya kurang lebih 12 artikel dengan honor 300 ribu, maka sebulan tidak kurang dari Rp3.600.000,00 dapat diraihnya. Jika dipotong Pph 10%, penghasilan bersih yang diterima kurang lebih Rp3.240.000,00. Sebuah pekerjaan yang setara dengan manajer junior di sebuah perusahaan swasta nasional terkemuka. Mari kita mulai berproses untuk menjadi penulis-penulis sukses di masa-masa yang akan datang.
Sekian pembahasan materi tentang Meresensi Buku Pengetahuan, semoga memberikan manfaat.
Meresensi Buku Pengetahuan
Jika kalian ingin menulis resensi buku pengetahuan atau penemuan, maka langkah awalnya kalian tentu harus membaca buku tersebut. Setelah membaca buku itu secara saksama, baru kalian menulis resensinya. Beberapa hal penting dalam menulis resensi buku adalah(1) identitas buku, yakni: judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, dan jumlah halaman;
(2) gambaran pokok-pokok isi buku;
(3) keunggulan dan kekurangan buku;
(4) penggunaan bahasa penyajian dan manfaat buku yang diresensi secara umum;
(5) tulisan resensi biasanya dilengkapi dengan fotokopi kulit luar (kover) buku tersebut.
Meresensi Buku Pengetahuan. pic:ruangkita.co |
Dalam menulis resensi sebuah buku, kalian dapat memerhatikan langkah-langkah berikut.
1. Membaca buku yang akan diresensi secara utuh dan menyeluruh.
2. Mengidentifikasi bentuk fisik dan isi buku.
3. Menunjukkan kelebihan serta kekurangan buku dan isi buku.
4. Merangkum isi buku.
5. Menuliskan pendapat pribadi sebagai tanggapan atas isi buku.
6. Meresensi buku.
7. Menyunting resensi.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, kalian dapat menulis sebuah resensi buku. Sebagai contoh adalah resensi buku berjudul “Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang” karya Andrias Harefa. Proses atau tahapan meresensi buku berjudul Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang dapat kalian simak dalam uraian berikut. Sebagai tahap awal dalam meresensi buku diperlukan pendataan mengenai buku yang akan kalian resensi. Dalam proses pendataan berdasarkan resensi di atas, kalian dapat menuliskan data yang terdapat dalam buku tersebut, yaitu berikut.
Judul : Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang
Pengarang : Andrias Harefa
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2002
Halaman : i-xi + 103 halaman
Data tersebut masih dapat kalian tambahkan, misalnya meliputi keterangan gambar, jumlah bab, penggunaan bahasa, harga buku, dan sebagainya. Berkaitan dengan ikhtisar dari isi buku di atas, kalian dapat mengemukakan ikhtisar tersebut sebagaimana berikut.
“Aktivitas menulis sering kali dikaitkan dengan bakat seseorang. Padahal, tidak selamanya bakat dapat membuat aktivitas tulis-menulis menjadi selancar dan semudah yang kita bayangkan. Berulang kali para pakar menyatakan bahwa menulis merupakan pelajaran dasar yang sudah kita dapatkan
semenjak duduk di bangku sekolah dasar bahkan di taman kanak-kanak. Dengan kata lain, mengarang adalah keterampilan sekolah dasar. Namun, sering kali ketika kita hendak menuangkan ide-ide kita dalam bentuk tulisan, sesuatu yang bernama “bakat” selalu menjadi semacam “kambing hitam” yang harus siap dipersalahkan.
Mengarang bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun, juga bukan merupakan hal yang sulit jika ada komitmen, janji pada diri sendiri tentu saja, jika komitmen itu diniati untuk benar-benar ditepati. Komitmen, inilah satu lagi kata kunci agar proses menulis dan mengarang menjadi mudah. Komitmen tersebut adalah janji pada diri sendiri bahwa saya akan menjadi penulis. Jadi, menulis itu bukan perlu bakat, sebab bakat tidak lebih dari “minat dan ambisi yang terus-menerus berkembang”. Jadi, jika “bakat” bermakna demikian, maka segala sesuatu memerlukan bakat, tidak cuma dalam soal tulis-menulis.
Masalahnya kemudian, bagaimana agar ambisi tersebut terus dipelihara sampai waktu yang lama? Jawabnya “komitmen pada diri sendiri.”
buku tersebut, dapat kalian simpulkan sebagaimana berikut.
Kelebihan
- Materi yang terkandung memberikan semangat pada pembaca untuk berkarya, yaitu mengarang atau menulis.
- Mampu menyajikan ide-ide kreatif dan motivasi dalam proses belajar mengarang.
- Secara fisik, penampilan buku menarik dengan kualitas bahan yang cukup bagus.
Kekurangan
- Secara implisit buku tersebut ditulis secara asal atau “sekenanya”.
- Buku tersebut terkesan “mahal”.
- Buku yang ditulis dengan “sekenanya” tetapi cukup memberikan wawasan yang relatif baru dan segar serta memenuhi selera “pasar” ini, memuat ragam cara agar siapa pun dapat menulis-mengarang.
- Kita tampaknya perlu tahu, di zaman knowledge economy seorang penulis akan “makin dihargai” sehingga tidak takut dan ragu, sebab menulis dan mengarang dapat menopang hidup.
- Dalam buku yang disertai dengan ilustrasi bergambar mempermudah pembaca untuk segera memahami maksud isi buku.
Aktivitas menulis sering kali dikaitkan dengan bakat seseorang. Padahal, tidak selamanya bakat dapat membuat aktivitas tulis-menulis menjadi selancar dan semudah yang kita bayangkan. Berulang kali para pakar menyatakan bahwa menulis merupakan pelajaran dasar yang sudah kita dapatkan semenjak duduk di bangku sekolah dasar bahkan di taman kanak-kanak. Dengan kata lain, mengarang adalah keterampilan sekolah dasar. Namun, sering kali ketika kita hendak menuangkan ide-ide kita dalam bentuk tulisan, sesuatu yang bernama “bakat” selalu menjadi semacam “kambing hitam” yang harus siap dipersalahkan.
Mengarang bisa gampang jika ada komitmen, janji pada diri sendiri tentu saja, jika komitmen itu diniati untuk benar-benar ditepati. Apabila janji dibiarkan tinggal janji, mungkin lebih baik jadi politisi. Komitmen, inilah satu lagi kata kunci agar proses menulis dan mengarang menjadi mudah. Komitmen tersebut adalah janji pada diri sendiri bahwa saya akan menjadi penulis. Jadi, menulis itu
bukan perlu bakat, sebab bakat tidak lebih dari “minat dan ambisi yang terus-menerus berkembang”. Apabila “bakat” bermakna demikian, maka segala sesuatu memerlukan bakat, tidak cuma dalam soal tulis-menulis.
Masalahnya kemudian, tinggal bergantung pada komitmen diri sendiri agar ambisi tersebut terus dipelihara sampai waktu yang lama.
Buku yang ditulis dengan “sekenanya” tetapi cukup memberikan wawasan yang relatif baru dan segar serta memenuhi selera “pasar” ini, memuat ragam cara agar siapa pun dapat menulis-mengarang. Hal yang terpenting adalah mengetahui proses memunculkan ide-ide baru dengan mengadopsi paham tiga N (Nitenimemerhatikan, Nirokke-menirukan, dan Nambahi-menambahkan). Hal ini harus selalu diasah dengan terus berproses melalui aktivitas membaca sebagai “makanan pokok” pengarang. Selain itu, kita juga harus mampu memilih dan memilah topik, mengasah judul yang memikat dan merangsang pembaca, penerbit serta redaktur opini.
Kita juga perlu tahu tempat atau situasi, kondisi, serta aktivitas yang dapat memicu ide kreatif. Ada lagi yang penting, bahwa kita tampaknya perlu tahu di zaman knowledge economy seorang penulis akan “makin dihargai” sehingga tidak takut dan ragu, sebab menulis dan mengarang dapat menopang hidup.
Setidaknya seorang penulis artikel, yang dengan asumsi 3-4 artikelnya dimuat di media massa nasional, berarti setiap bulannya kurang lebih 12 artikel dengan honor 300 ribu, maka sebulan tidak kurang dari Rp3.600.000,00 dapat diraihnya. Jika dipotong Pph 10%, penghasilan bersih yang diterima kurang lebih Rp3.240.000,00. Sebuah pekerjaan yang setara dengan manajer junior di sebuah perusahaan swasta nasional terkemuka. Mari kita mulai berproses untuk menjadi penulis-penulis sukses di masa-masa yang akan datang.
Sekian pembahasan materi tentang Meresensi Buku Pengetahuan, semoga memberikan manfaat.