Membahas Pementasan Drama berdasarkan Naskah yang Ditulis Siswa

Membahas Pementasan Drama berdasarkan Naskah yang Ditulis Siswa - Pada pembahasan materi pelajaran bahasa Indonesia kali ini mengenai sebuah pementasan drama yang didasarkan atas teks naskah yang ditulis oleh siswa, selain itu kalian akan mengetahui seperti apa bentuk dari teks naskah drama, dan juga beberapa sarana dramatik yang harus dimanfaatkan seorang penulis naskah drama, mengidentifikasi karakter tokoh yang ada serta deskripsi setting dan latar belakang dari teks naskah drama dan yang terakhir contoh belajar memberikan penilaian atau memberikan tanggapan terhadap sebuah pementasan drama, untuk lebih jelasnya dapat disimak dalam penjelasan singkat berikut ini!

Membahas Pementasan Drama berdasarkan Naskah yang Ditulis Siswa

Ciri khas sebuah karya drama adalah adanya tokoh, dialog, dan konflik. Konflik ini dapat diakhiri dengan satu keputusan final atau mengambang, sangat bergantung pada interprestasi (pandangan) seorang sutradara.

Sebuah naskah drama akan menjadi sempurna apabila dipentaskan. Pementasan sebuah drama harus baik dan tepat, baik dari segi pemeranan maupun segi pementasan. Segi pemeranan meliputi ekspresi, intonasi, dan lafal dari para tokoh yang memerankan. Adapun dari segi pementasan meliputi tata panggung, tata rias (make up), properti, dan tata cahaya.
Membahas Pementasan Drama berdasarkan Naskah yang Ditulis Siswa
Membahas Pementasan Drama berdasarkan Naskah yang Ditulis Siswa

Agar kita makin memahami mengenai hakikat sebuah drama, marilah kita membaca naskah contoh pementasan drama “Malam Jahanam” kalian bisa menyimaknya berikut ini.

Contoh Pementasan Drama
Malam Jahanam
Paijah masuk. Tinggal Soleman yang jadi gelisah lalu mencoba merokok. Tetapi baru dua isapan, rokok itu lalu dipadamkannya.

Tangannya mempermainkan senter karena merasa bertambah gelisah. Lantas ia pergi menuju kejauhan, seraya kakinya menendang butir-butir kerikil yang bertebaran, kemudian kembali lagi ke tempatnya semula. Paijah keluar sebentar, tapi masuk lagi, sebab dari jauh suara tawa Utai sayup-sayup sudah didengarnya. Tak lama kemudian, Mat Kontan dan Utai tiba di halaman. Utai tertawa-tawa.

MAT KONTAN
Diam! Orang kesusahan malah ketawa, Lu! Tiba-tiba matanya melihat Soleman.

SOLEMAN
Dari mana?

MAT KONTAN
(mendekati, ingin mengabarkan berita sedih itu. Setelah duduk dan mengeluh sambil menepuk-tepukan perutnya, perlahan ia mulai)
Man ..., burungku beo yang kubeli sejuta itu, mati.

Si Utai yang jadi malas lalu melihat sesuatu terbang. Diburunya serangga terbang itu. Ia mencoba menangkap tetapi tidak berhasil.

SOLEMAN
Sebaiknya jangan pikirkan yang sudah mati itu.

MAT KONTAN
Apa? Jangan dipikir? Apa kaukira saya ini gila, ha?

SOLEMAN
Siapa tau, Tan, nanti ada saja rejeki numpuk, kaubeli yang lebih mahal.

MAT KONTAN
Apa kaukira beo semacam itu ada tandingannya di pojok dunia ini? Dua tahun saya memeliharanya! Sekarang barangkali lebih tinggi daripada harga mobil Dokter Ajat yang mungil itu.

SOLEMAN
Kau selamanya selalu merasa yang paling, yang paling, sehingga kau sendiri jadi pangling!

MAT KONTAN
Jangan coba-coba hina saya ya! (kepada Utai), Hai, berhenti main gila itu! Saya bisa tambah gila! Hayo berhenti! Utai duduk di ambin rumah Mat Kontan. Sedangkan anak gila itu (menunjuk Utai), dia bisa memikirkan dan merasa sedih atas kematian beoku. Hai, Utai, kau kan sedih, ya?

UTAI
Ya!

MAT KONTAN
(mengambil rokok dan melemparkan) Kau memang jempolan! Utai mengambil rokok dan minta api lalu duduk di tempatnya semula.

MAT KONTAN
(kepada Soleman) Otakmu di mana sekarang. Di mana, ha?

SOLEMAN
Saya cuma menganjurkan. Tapi sedih sih ya ikut sedih!

MAT KONTAN
Betul? Betul sedih? (tertawa senang). Ke mana kau tadi tidak nongol ketika saya cari agar bisa bersama-sama ke tukang nujum! (menarik nafas karena tak dijawab). Saya kira malam ini malam paling jahanam dalam hidup saya!

SOLEMAN
Belum tentu.

MAT KONTAN
Siapa bilang belum tentu? Tukang nujum yang biasa meramalkan nasib saya itu mati pula empat hari berselang. (melihat Utai yang mempermainkan rokok di ambin), Hai jangan dibakar ambin bagus itu! Panggil mpok Ijah!
(Sumber: Malam Jahanam, karya Motinggo Busye, Pustaka Jaya)

Beberapa sarana dramatik yang dapat dimanfaatkan oleh penulis drama adalah berikut.
Monolog adalah sebuah komposisi yang tertulis dalam naskah drama atau yang berbentuk lisan yang menyajikan wacana satu orang pembicara.
Solilokui hampir mirip dengan monolog dalam hal tampilnya seorang tokoh atau pemain. Hanya yang diujarkan tokoh biasanya panjang dan isinya merupakan pemikiran subjektif yang ditujukan untuk menyarankan hal-hal yang akan terjadi.
Sampingan dalam pementasan menggambarkan adanya ujaran yang ditujukan kepada para penonton. Ujaran tersebut sengaja agar tidak didengar oleh pemain lainnya, karena ujaran yang diucapkan ini biasanya berisi pikiran tokoh itu sendiri yang berisi komentar terhadap peristiwa yang tengah berlangsung.

Setelah menyaksikan pementasan drama tersebut, kalian dapat mengungkapkan identifikasi karakter tokoh-tokoh yang ada serta deskripsi latar atau setting, seperti contoh berikut.
1. Dari apa yang saya lihat, karakter “Mat Kontan” adalah pemberang atau pemarah. Selain itu, dilihat dari dialog-dialog yang diungkapkan, ia juga berwatak mudah tersinggung. Dalam hal ini, situasi diri Mat Kontan tengah dirundung kesusahan karena kematian burung kesayangannya. Berkaitan dengan pemeranan, dialog dan perilaku Mat Kontan harus disampaikan secara keras, emosional, kesan jagoan, serta menunjukkan kekecewaan.

Karakter “Soleman” yaitu cenderung penyabar dan berpikir rasional. Selain itu, ia juga berkarakter bijak dalam memahami sebuah persoalan serta perilaku seseorang. Berkaitan dengan pemeranan, dialog dan perilaku Soleman menunjukkan sikap datar dan tenang.

Karakter “Utai” dalam kutipan tersebut lebih banyak ditunjukkan berdasarkan petunjuk dalam naskah. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter Utai yaitu seperti orang gila. Berkaitan dengan pemeranan, dalam lakuan dan dialog yang diperankan Utai lebih bersifat semaunya sendiri, cuek, dan asyik dengan dirinya.

Karakter “Paijah” tidak begitu ditampakkan dalam kutipan tersebut. Berkaitan dengan pementasan, hal ini bergantung pada kreativitas dan kedalaman penggarap dan aktor untuk menciptakan kemenarikan di panggung.

2. Dilihat dari model penataan dan sesuatu yang terlihat pada latar atau setting tempat adalah di teras dan halaman sebuah rumah. Bentuk dan keadaan rumah menunjukkan tempat tersebut merupakan rumah yang sederhana, yang di halaman terdapat kerikil-kerikil. Latar waktu dalam drama tersebut adalah malam hari. Hal ini dapat dilihat pada prolog “Tangannya mempermainkan senter karena merasa bertambah gelisah”. Adapun latar suasananya adalah tegang.

Berkenaan dengan volume suara, intonasi, dan artikulasi, hal tersebut sangat baik jika dapat menyesuaikan dengan karakter watak yang telah teridentifikasi. Dalam hal ini, penyesuaian tersebut dapat dilatih dengan olah vokal, pemahaman dan pendalaman karakter, serta latihan berperan.

Setelah menyimak dan memerhatikan pementasan, kalian dapat berapresiasi dengan cara menilai dan memberikan tanggapan terhadap pementasan tersebut, misalnya berikut.
  1. Ekspresi Togar sebagai tokoh Soleman cukup bagus, hanya volume vokal yang kurang kuat dan intonasi yang kurang tepat, membuat kesampaian dialog yang diucapkan sedikit berkurang. Namun, pada dasarnya pemeranan tokoh Soleman sudah cukup baik.
  2. Pemeranan tokoh Mat Kontan sangat memikat. Ekspresi dan intonasinya benar-benar tepat.  Volume suaranya pun sangat kuat, sehingga para penonton benar-benar terbawa emosi.
  3. Penataan dekorasi dan propertinya sungguh artistik dan sederhana.

Contoh Teks Pementasan Drama dengan Judul BOS karya Putu Wijaya
Bos
Karya: Putu Wijaya
PELAYAN YANG MENJADI BOSNYA MEMBUKA TASNYA. DI SAMPING KERTAS-KERTAS KELIHATAN SEBUAH TOPENG BADUT TUA.
PELAYAN : Inilah yang terburuk dari segalanya. Bahwa aku harus mengenakan barang ini. Tepat pada waktunya. Tidak boleh tidak. Sementara kau bebas!

DENGAN SEGAN DIKENAKANNYA TOPENG, SUARANYA SEGERA BERUBAH. IA TIBA-TIBA MARAH BESAR DAN MEMBANTING TAS MAP DAN JAS LALU MENGINJAK-INJAKNYA.
PELAYAN : Kamu tahu sekarang, kenapa aku iri. Dengan segala kelebihanku aku hanya badut. Kamulah yang memiliki dunia ini. Kamu masih tetap utuh. Jujur, bersih, jernih, karena tidak perlu pakai topeng. Apa yang kamu lihat, apa yang kamu pegang itu kamu rasakan. Kami tidak. Mata kami, perasaan kami, pikiran kami, bukan milik kami lagi. Kamu tetap manusia utuh sesuai kodratmu dengan segala kekurangan kamu yang terpuji.

Kamu polos telanjang, merdeka sesukamu, sementara kami dengan segala perlengkapan modifikasi ini sudah lama hanya bangkai.

Kami bukan manusia lagi tapi mayat dengan perilaku binatang! Kamu yang memiliki dunia ini. Kebenaran berpihak pada kamu karena pakaian kamu compang-camping, karena kebetulan kamu tidak sempat makan hari ini. Kamu raja dunia ini! Bangsat! Ini tidak adil! Ini jungkir balik, tipuan semua! Aku protes!

PELAYAN MEMBUKA TOPENG DAN MEMBANTINGNYA. SEMENTARA ITU TERDENGAR SUARA TELEPON BERDERING-DERING. PELAYAN CEPAT BERLARI DAN MEMEGANGNYA.

PELAYAN : (Sebagai pelayan) Ya, ya saya, betul. Saya Alimin Lasasi. Bapak baru saja berangkat. Perintahnya sudah sampai.

Saya kira beliau kini sudah melaksanakannya. Tidak, beliau pergi sendiri, sendiri kok, betul sumpah sendiri, istrinya juga tidak ada kok. Tidak ada orang lain. Saya bukan orang lain. Di sini tidak ada orang lain. Siapa? Oh tidak ada. Bapak tidak pernah dapat tamu. Tidak, Bapak tidak pernah mengeluh. Bapak selalu rapi dan tegas. Betul. Beliau selalu menjalankan perintah pada waktunya.

Betul. Baik, Pak, nanti kalau ada yang mencurigakan saya laporkan. Saya laporkan nanti kalau Bapak dapat tamu, ya juga kalau Bapak kelihatan aneh. Tidak kok, bapak baik-baik saja. Beliau setia, betul, sumpah … Terima kasih, sumpah, sumpah, betul Bapak selalu bersih. Saya jamin, Pak. (meletakkan telepon). Sialan, bagaimana dia tahu apa yang dikatakan Bapak tadi? Ruangan ini sudah penuh kuping!

PELAYAN ITU KEMUDIAN MEMUNGUT JAS DAN MAP-MAP
PELAYAN : Selamat malam, Pak. Ia masih memandangku di situ. Matanya kelihatan bertambah iri. Aku mengangguk dengan terharu.

Aku bisa mengerti betapa sedih hati orang tua itu … Barangkali ia sudah terlalu ringkih untuk menerima semua itu. Tapi seperti yang ia katakan tadi, ia tak boleh menolaknya. Aku amat-amati bagaimana ia berjalan sempoyongan naik tangga. Eeeee hampir saja jatuh. Aku berdoa agar hatinya kuat. Ya Tuhan, jangan sampai ia putus asa. Tak banyak orang jujur seperti dia. Jangan sampai menjadi penasaran dan membiarkan hatinya lemah di tengah tugas yang dibencinya itu. Terutama sekali jangan sampai ia menjadi kelabakan, lalu mencopot topeng itu. Kita memerlukan kejelasan.

Penegasan. Jangan sampai dia mampus. Nanti kita kehilangan musuh. Apa artinya kehadiran kita tanpa musuh yang kalah? Tuhan, di tengah kesibukan-Mu jagalah orang tua itu. Titip ya.

Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biar dia bahagia sedikit karena merasa paling menderita di antara kita.
TENDENGAR BUNYI LONCENG

Jakarta, 1978/1989

Sekian pembahasan materi mengenai Membahas Pementasan Drama berdasarkan Naskah yang Ditulis Siswa dan juga bentuk dari teks naskah drama, sarana dramatik yang harus dimanfaatkan seorang penulis naskah drama, mengidentifikasi karakter tokoh, deskripsi setting dan latar belakang dari teks naskah drama dan contoh memberikan penilaian atau tanggapan terhadap sebuah pementasan drama, semoga kini kalian sudah paham, selamat belajar!