Nilai Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara - Pada pembahasan materi PKN kali ini mengenai nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara dan juga tentang Beberapa peristiwa penting dalam proses perumusan Pancasila, Cermin nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila, Rumusan Pancasila hasil Sidang Panitia Sembilan, Utusan pembawa pesan Dari wakil-wakil Indonesia Bagian timur, Nilai kebersamaan dalam sidang pertama BPUPKI, Nilai kebersamaan hasil Keputusan sidang Panitia Sembilan, Nilai kebersamaan Menjelang tanggal 18 Agustus 1945, agar kalian memahami bagaimana menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila dan dapat menjelaskan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan berikut ini!
“... Saudara-saudaraku sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya. Banyak pikiran yang telah dikemukakan, macam-macam. Tetapi alangkah benarnya perkataan Dr. Soekiman, perkataan Ki Bagus Hadikusuma, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persetujuan dasar negara yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin (Muhammad Yamin) setuju, yang Ki Bagus setuju, yang saudara Abikusno setuju, yang saudara Liem Koen Hian setuju ....”
Demikian bunyi kutipan sebagian pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI yang terkenal itu. Pidato tokoh yang selanjutnya menjadi salah seorang proklamator ini memang mengakhiri sidang BPUPKI tahap pertama. Dalam sidang tersebut semua peserta sidang telah mengajukan pandangan-pandangan dan usulannya mengenai dasar negara Indonesia.
Ada golongan yang setuju dan tidak setuju tentang suatu pendapat. Mereka saling beradu juga berselisih pandangan. Maka, ada pendapat-pendapat yang diterima, ada pula yang tidak diterima. Bahkan ada yang harus diambil jalan tengah. Pendeknya, banyak peristiwa penting yang muncul mengiringi proses mencari kesepahaman tentang rumusan dasar negara itu.
Bagaimana liku-liku dan proses mencari kesepahaman tentang rumusan dasar negara tersebut? Paling tidak uraiannya adalah sebagai berikut.
Dalam Panitia Sembilan ini terdapat dua golongan yang saling berbeda pandangan. Yang pertama adalah golongan yang menghendaki Islam mendasari pendirian negara. Golongan yang kedua, menghendaki paham kebangsaan sebagai dasar pendirian negara. Jalan tengah yang diambil dalam perbedaan pandangan tersebut adalah rumusan Pancasila yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Adakah keberatan yang muncul atas hasil kerja Panitia Sembilan itu? Jelas! Dalam beberapa kesempatan, keberatan itu beberapa kali muncul. Sebagai contoh, Ki Bagus Hadikusumo, Wongsonegoro, Latuharhary, dan Husen Joyodiningrat. Mereka mengajukan usulan agar rumusan sila “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” dalam Piagam Jakarta diganti.
Namun demikian, Sukarno sebagai ketua Panitia Sembilan pada waktu itu mengatakan, bahwa Piagam Jakarta merupakan jalan tengah yang sudah disepakati oleh dua golongan yang saling berbeda pandangan. Artinya, jika keberatan-keberatan tersebut diterima, kesepakatan yang sudah dicapai sebagai jalan tengah menjadi masalah baru. Dengan kata lain, Sukarno tidak ingin menodai kesepakatan yang telah dicapai sebagai jalan tengah yang telah diambil tersebut.
Rancangan Preambul Hukum Dasar Persembahan dari Panitia Kecil
Sukarno memang memberi laporan pada hari pertama sidang BPUPKI ke dua (tanggal 10 Juli 1945). Laporan tersebut adalah tentang sidang Panitia Sembilan yang telah menghasilkan rumusan dasar negara. Rumusan tersebut dicantumkan dalam suatu rancangan preambul atau pembukaan hukum dasar yang selanjutnya dipersembahkan oleh Panitia Kecil kepada sidang BPUPKI.
Bunyi selengkapnya pembukaan hukum dasar yang memuat rumusan dasar negara (Pancasila) tersebut selengkapnya adalah:
Isi pesannya menyatakan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai AL. Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama (Piagam Jakarta) : “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Utusan tersebut juga menyampaikan bahwa bunyi rumusan sila pertama tersebut membedakan sekaligus tidak mengikat keberadaan mereka (umat Protestan dan Katolik di wilayah Indonesia bagian timur).
Oleh karena itu, keesokan hari tanggal 18 Agustus 1945 sebelum sidang PPKI dimulai, Hatta mengajak Ki Bagus Hadikusumo, Wakhid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Hassan untuk mengadakan rapat pendahuluan. Mereka membicarakan pesan yang menyatakan tentang keberatan terhadap rumusan Pancasila Piagam Jakarta. Hasilnya mereka sepakat, bahwa Indonesia tidak boleh pecah. Akhirnya, kesepakatan akhir dari pembicaraan mereka adalah sila pertama (dalam rumusan Piagam Jakarta) diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Maka, nilai-nilai kebersamaan proses perumusan Pancasila dalam sidang BPUPKI pertama ini mencerminkan dalam inisiatif peserta sidang. Mereka berinisiatif mengajukan usulan mengenai rancangan dasar-dasar negara di depan sidang. Mereka berpidato di muka sidang mengemukakan segala pendapat terbaiknya.
Lantas, apa peristiwa yang mencerminkan nilai kebersamaan dalam kepanitiaan ini? Tidak lain adalah dicapainya jalan tengah antara dua golongan yang saling berbeda pendapat itu. Jalan tengah antara pendapat dua golongan yang dimaksud adalah lahirnya Piagam Jakarta.
Bagi golongan paham kebangsaan, menerima rumusan Pancasila Piagam Jakarta ini memang masih terasa berat. Namun, mereka kuatnya cita-cita bersama-sama untuk segera mewujudkan negara Indonesia merdeka dan terbebas dari penjajahan mereka melaksanakan apa yang sudah menjadi hasil keputusan sidang.
Dengan kata lain, nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila di sini memang benar-benar diuji. Mengapa? Sebab jika dalam tahap ini titik temu kesepakatan gagal dicapai, maka cita-cita bersama untuk mewujudkan negara Indonesia merdeka bisa jadi akan gagal dan berantakan.
Maka nilai kebersamaan yang tercermin dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara menjelang tanggal 18 Agustus 1945 ini adalah peristiwa perubahan rumusan Piagam Jakarta. Tepatnya adalah pencoretan tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta, hingga akhirnya bunyinya menjadi : “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Nilai Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pidato Sukarno Tanggal 1 Juni 1945“... Saudara-saudaraku sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya. Banyak pikiran yang telah dikemukakan, macam-macam. Tetapi alangkah benarnya perkataan Dr. Soekiman, perkataan Ki Bagus Hadikusuma, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persetujuan dasar negara yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin (Muhammad Yamin) setuju, yang Ki Bagus setuju, yang saudara Abikusno setuju, yang saudara Liem Koen Hian setuju ....”
Demikian bunyi kutipan sebagian pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI yang terkenal itu. Pidato tokoh yang selanjutnya menjadi salah seorang proklamator ini memang mengakhiri sidang BPUPKI tahap pertama. Dalam sidang tersebut semua peserta sidang telah mengajukan pandangan-pandangan dan usulannya mengenai dasar negara Indonesia.
Pidato Sukarno Tanggal 1 Juni 1945 |
“.... Kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persetujuan dasar negara yang kita semua setuju ....” Inilah salah satu contoh nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila. Mereka para tokoh itu duduk bersama-sama di meja persidangan, mengemukakan usulan, pendapat, maupun pandangan, dengan kesamaan tujuan, mencari kesepakatan tentang dasar negara.
Tentu saja ada perbedaan-perbedaan pandangan di antara mereka mengenai rumusan dasar-dasar negara itu. Namun karena kesepahaman mereka, nilai-nilai kebersamaan dalam pikiran para tokoh-tokoh itu lebih diutamakan. Semua rintangan dan kendala dapat mereka lewati.
Bagaimana perjalanan nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara? Mari kita ikuti uraiannya.
Tentu saja ada perbedaan-perbedaan pandangan di antara mereka mengenai rumusan dasar-dasar negara itu. Namun karena kesepahaman mereka, nilai-nilai kebersamaan dalam pikiran para tokoh-tokoh itu lebih diutamakan. Semua rintangan dan kendala dapat mereka lewati.
Bagaimana perjalanan nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara? Mari kita ikuti uraiannya.
Beberapa Peristiwa Penting dalam Proses Perumusan Pancasila
Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara merupakan puncak dari perjuangan dan cita-cita bersama menuju Indonesia merdeka. Kita tahu, bahwa perjalanan perjuangan dan cita-cita bersama tersebut telah dirintis oleh para tokoh pemuda sejak mereka mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perjalanan perjuangan dan cita-cita bersama menuju Indonesia merdeka tersebut juga harus dibayar dengan berbagai pengorbanan yang tidak sedikit, baik itu jiwa, harta, maupun tenaga dan pikiran.
Kini, wujud nyata dari perjuangan dan cita-cita bersama tadi sudah ada di depan mata. Kesempatan untuk membentuk kebangsaan negara Indonesia yang merdeka, tinggal menunggu waktu. Sejumlah toko dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia sedang duduk bersama-sama di meja persidangan untuk membicarakan masalah dasar negara yang dapat diterima oleh rakyat Indonesia dari segala lapisan. Mereka mencari kesepahaman tentang rumusan dasar negara.
Namun demikian, merumuskan dasar-dasar negara yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, ternyata harus melalui proses yang berlikuliku.Kini, wujud nyata dari perjuangan dan cita-cita bersama tadi sudah ada di depan mata. Kesempatan untuk membentuk kebangsaan negara Indonesia yang merdeka, tinggal menunggu waktu. Sejumlah toko dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia sedang duduk bersama-sama di meja persidangan untuk membicarakan masalah dasar negara yang dapat diterima oleh rakyat Indonesia dari segala lapisan. Mereka mencari kesepahaman tentang rumusan dasar negara.
Ada golongan yang setuju dan tidak setuju tentang suatu pendapat. Mereka saling beradu juga berselisih pandangan. Maka, ada pendapat-pendapat yang diterima, ada pula yang tidak diterima. Bahkan ada yang harus diambil jalan tengah. Pendeknya, banyak peristiwa penting yang muncul mengiringi proses mencari kesepahaman tentang rumusan dasar negara itu.
Bagaimana liku-liku dan proses mencari kesepahaman tentang rumusan dasar negara tersebut? Paling tidak uraiannya adalah sebagai berikut.
1. Rumusan Pancasila Hasil Sidang Panitia Sembilan
Sesudah pidato Sukarno tanggal 1 Juni 1945, sidang pertama BPUPKI berakhir. Ketika itu ketua BPUPKI juga membentuk Panitia Kecil yang perjalanan selanjutnya biasa dikenal sebagai Panitia Sembilan.Dalam Panitia Sembilan ini terdapat dua golongan yang saling berbeda pandangan. Yang pertama adalah golongan yang menghendaki Islam mendasari pendirian negara. Golongan yang kedua, menghendaki paham kebangsaan sebagai dasar pendirian negara. Jalan tengah yang diambil dalam perbedaan pandangan tersebut adalah rumusan Pancasila yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Adakah keberatan yang muncul atas hasil kerja Panitia Sembilan itu? Jelas! Dalam beberapa kesempatan, keberatan itu beberapa kali muncul. Sebagai contoh, Ki Bagus Hadikusumo, Wongsonegoro, Latuharhary, dan Husen Joyodiningrat. Mereka mengajukan usulan agar rumusan sila “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” dalam Piagam Jakarta diganti.
Namun demikian, Sukarno sebagai ketua Panitia Sembilan pada waktu itu mengatakan, bahwa Piagam Jakarta merupakan jalan tengah yang sudah disepakati oleh dua golongan yang saling berbeda pandangan. Artinya, jika keberatan-keberatan tersebut diterima, kesepakatan yang sudah dicapai sebagai jalan tengah menjadi masalah baru. Dengan kata lain, Sukarno tidak ingin menodai kesepakatan yang telah dicapai sebagai jalan tengah yang telah diambil tersebut.
Rancangan Preambul Hukum Dasar Persembahan dari Panitia Kecil
Sukarno memang memberi laporan pada hari pertama sidang BPUPKI ke dua (tanggal 10 Juli 1945). Laporan tersebut adalah tentang sidang Panitia Sembilan yang telah menghasilkan rumusan dasar negara. Rumusan tersebut dicantumkan dalam suatu rancangan preambul atau pembukaan hukum dasar yang selanjutnya dipersembahkan oleh Panitia Kecil kepada sidang BPUPKI.
Bunyi selengkapnya pembukaan hukum dasar yang memuat rumusan dasar negara (Pancasila) tersebut selengkapnya adalah:
Pemboekaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan Perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat jang bahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia jang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasarkan kepada : ke-Tuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Sumber : Muhammad Yamin, dikutip dari PJ Suwarno, 1993).2. Utusan Pembawa Pesan dari Wakil-wakil Indonesia Bagian Timur
Sore hari setelah kemerdekaan Negara Indonesia diproklamirkan, Moh. Hatta menerima telepon dari Nisyijima (pembantu Laksamana Mayda/AL Jepang). Telepon tersebut memberitahukan bahwa ada seorang opsir yang ingin menyampaikan pesan berkaitan dengan Indonesia merdeka.
Isi pesannya menyatakan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai AL. Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama (Piagam Jakarta) : “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Utusan tersebut juga menyampaikan bahwa bunyi rumusan sila pertama tersebut membedakan sekaligus tidak mengikat keberadaan mereka (umat Protestan dan Katolik di wilayah Indonesia bagian timur).
Oleh karena itu, keesokan hari tanggal 18 Agustus 1945 sebelum sidang PPKI dimulai, Hatta mengajak Ki Bagus Hadikusumo, Wakhid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Hassan untuk mengadakan rapat pendahuluan. Mereka membicarakan pesan yang menyatakan tentang keberatan terhadap rumusan Pancasila Piagam Jakarta. Hasilnya mereka sepakat, bahwa Indonesia tidak boleh pecah. Akhirnya, kesepakatan akhir dari pembicaraan mereka adalah sila pertama (dalam rumusan Piagam Jakarta) diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Cermin Nilai Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila
Apa saja peristiwa yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara? Jika menyimak berbagai peristiwa yang terjadi dalam proses tersebut dari awal hingga akhir, pengesahan dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Beberapa peristiwa yang mencerminkan nilai kebersamaan adalah sebagai berikut.1. Nilai Kebersamaan dalam Sidang Pertama BPUPKI
Saat sidang pertama BPUPKI baru dimulai, kita tahu, perumusan Pancasila masih berupa usulan, pandangan, atau pendapat individu. Usulan-usulan pendapat tersebut berbeda-beda. Akan tetapi, masing-masing anggota berusaha keras mengemukakan pandangan atau pendapat yang dapat disetujui oleh sidang.Maka, nilai-nilai kebersamaan proses perumusan Pancasila dalam sidang BPUPKI pertama ini mencerminkan dalam inisiatif peserta sidang. Mereka berinisiatif mengajukan usulan mengenai rancangan dasar-dasar negara di depan sidang. Mereka berpidato di muka sidang mengemukakan segala pendapat terbaiknya.
2. Nilai Kebersamaan dalam Hasil-hasil Keputusan Sidang Panitia Sembilan
Dalam sidang Panitia Kecil atau yang biasa disebut dengan Panitia Sembilan terdapat dua golongan yang saling berbeda pendapat. Ada golongan yang melandasi dasar negara dengan agama Islam. Ada juga golongan lain yang menghendaki kebangsaan sebagai dasar negara. Tokoh-tokoh dari golongan Islam adalah Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, K.H. Wahid Hasyim, dan Abikusno Tjokrosujoso. Sementara tokoh-tokoh yang mewakili paham kebangsaan adalah Sukarno, Muhammad Yamin, Moh. Hatta, Ki Ahmad Subardjo, dan Mr. AA. Maramis.Lantas, apa peristiwa yang mencerminkan nilai kebersamaan dalam kepanitiaan ini? Tidak lain adalah dicapainya jalan tengah antara dua golongan yang saling berbeda pendapat itu. Jalan tengah antara pendapat dua golongan yang dimaksud adalah lahirnya Piagam Jakarta.
Bagi golongan paham kebangsaan, menerima rumusan Pancasila Piagam Jakarta ini memang masih terasa berat. Namun, mereka kuatnya cita-cita bersama-sama untuk segera mewujudkan negara Indonesia merdeka dan terbebas dari penjajahan mereka melaksanakan apa yang sudah menjadi hasil keputusan sidang.
Dengan kata lain, nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila di sini memang benar-benar diuji. Mengapa? Sebab jika dalam tahap ini titik temu kesepakatan gagal dicapai, maka cita-cita bersama untuk mewujudkan negara Indonesia merdeka bisa jadi akan gagal dan berantakan.
3. Nilai Kebersamaan Menjelang Tanggal 18 Agustus 1945
Menjelang hari pengesahan Undang-Undang Dasar Negara (rumusan Pancasila menjadi bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara), nilai kebersamaan mengalami perkembangan baru. Ujian terhadap nilai kebersamaan kali ini, bukan hanya melibatkan golongan Islam dan paham kebangsaan. Akan tetapi melibatkan juga umat Protestan dan Katolik (yang mewakili wilayah Indonesia bagian Timur).Maka nilai kebersamaan yang tercermin dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara menjelang tanggal 18 Agustus 1945 ini adalah peristiwa perubahan rumusan Piagam Jakarta. Tepatnya adalah pencoretan tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta, hingga akhirnya bunyinya menjadi : “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Rangkuman
- Secara umum perumusan Pancasila mencerminkan nilai kebersamaan, yakni mewujudkan cita-cita untuk hidup bersama dan menentukan nasib sendiri melalui pembentukan Negara Indonesia yang merdeka.
- Nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila dari awal (sidang pertama BPUPKI) hingga tahap akhir (sidang PPKI) mengalami perkembangan.
- Nilai kebersamaan proses perumusan Pancasila pada tahap paling awal terwujud dalam inisiatif semua peserta sidang BPUPKI dalam menyampaikan gagasangagasan tentang dasar negara.
- Nilai kebersamaan proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara juga tampak pada tim kecil yang biasa disebut dengan Panitia Sembilan. Nilai kebersamaan pada Panitia Sembilan tercermin rumusan Pancasila yang terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta yang menjadi jalan tengah perbedaan pendapat antara golongan Islam dan kebangsaan.
- Nilai kebersamaan proses perumusan Pancasila pada tahap akhir menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus tampak pada pencoretan tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta. Pencoretan tujuh kata tersebut karena ada keberatan utusan yang mengatasnamakan wakil golongan umat Protestan dan Katolik dari wilayah Indonesia Timur.
- Nilai-nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila, patut kita jadikan
pelajaran dalam sehari-hari.