Peranan Politik Luar Negeri Indonesia dalam Percaturan Internasional - Pembahasan materi kali ini mengenai Peranan sifat bebas dan aktif politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional dan juga tentang Indonesia dan PBB, pengiriman misi Garuda (Pasukan Garuda), OKI, penyelesaian beberapa konflik internasional, ASEAN, OPEC, Palang Merah Internasional, Polisi Internasional, dalam KAA dan GNB dengan tujuan agar kalian dapat memberikan contoh-contoh peranan sifat bebas politik luar negeri Indonesia dan menunjukkan contoh-contoh peran sifat aktif politik luar negeri Indonesia, untuk lebih jelasnya dapat disimak dalam penjelasan berikut ini!
Pembentukan PBB juga didorong oleh pecahnya Perang Dunia kedua. PBB merupakan organisasi bangsa-bangsa sedunia dengan tujuan menciptakan perdamaian dunia. Anggota perintisnya berjumlah 50 negara yang kemudian dikenal dengan negara anggota pendiri.
Peranan Politik Luar Negeri Indonesia dalam Percaturan Internasional
Dasa Sila Bandung lahir pada saat pertemuan bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Pertemuan tersebut dikenal dengan Konferensi Asia Afrika. Konferensi tersebut adalah salah satu contoh peranan politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas aktif dalam percaturan internasional. Bagaimana peranan politik Indonesia yang lain dalam percaturan yang sama?
Suasana KAA di Bandung tahun 1955, Peranan Politik Luar Negeri Indonesia dalam Percaturan Internasional |
Dasa Sila Bandung
Bandung, 18-24 April 1955. Saat itu 29 delegasi hadir mewakili bangsa-bangsa yang berasal dari Benua Asia dan Afrika. Mereka membicarakan banyak hal dalam pertemuan itu. Mereka juga menamakan pertemuan tersebut sebagai Konferensi Asia-Afrika.
Siapa pemrakarsa Konferensi Asia-Afrika itu? Dalam catatan sejarah, penggagas Konferensi Asia-Afrika terdiri para perdana menteri dari lima negara. Masing-masing dari lima perdana menteri tersebut adalah :
Konferensi Asia-Afrika menghasilkan prinsip-prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamaian dunia. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya dikenal dengan ”Dasa Sila Bandung”, yang isinya sebagai berikut.
Siapa pemrakarsa Konferensi Asia-Afrika itu? Dalam catatan sejarah, penggagas Konferensi Asia-Afrika terdiri para perdana menteri dari lima negara. Masing-masing dari lima perdana menteri tersebut adalah :
- Indonesia : Mr. Ali Sastroamidjojo
- India : Pandit Jawaharlal Nehru
- Pakistan : Mohammad Ali
- Sri Lanka : Sir John Kotelawala
- Burma (sekarang Myanmar) : U Nu
Konferensi Asia-Afrika menghasilkan prinsip-prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamaian dunia. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya dikenal dengan ”Dasa Sila Bandung”, yang isinya sebagai berikut.
- Menghormati hak-hak dasar manusia dengan tujuan serta asas-asas yang termuat dalam piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial (keutuhan wilayah) semua bangsa.
- Mengakui persamaan semua ras dan persamaan semua bangsa besar (adikuasa) maupun kecil.
- Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain.
- Menghormati hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara bersama-sama (kolektif) yang sesuai dengan piagam PBB.
- a. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari peraturan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar. b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
- Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas nasional atau kemerdekaan politik suatu negara.
- Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai seperti perundingan, persetujuan, arbitras (pemutusan pertikaian oleh seorang wasit yang dipilih oleh pihak-pihak bertikai/bersengketa) atau menyelesaikan hukum atau cara damai lainnya menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan piagam PBB.
- Memajukan kepentingan bersama dan bekerja sama.
- Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Peranan Sifat Bebas Politik Luar Negeri Indonesia dalam Percaturan Internasional
Dalam percaturan internasional, perwujudan dari sifat bebas dari politik luar negeri Indonesia cukup banyak. Sebagai contoh, keterlibatan negara Indonesia dalam berbagai organisasi kerja sama ekonomi, sosial, budaya, juga politik dan keamanan. Tentu juga keberadaan organisasi-organisasi tersebut ada yang bertaraf regional dan internasional. Untuk lebih jelasnya, beberapa contoh peranan sifat bebas dari politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional antara lain sebagai berikut :
1. Indonesia dan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sering disebut dengan UNO (United Nations Organization). Organisasi ini dibentuk setelah organisasi sebelumnya LBB (Liga Bangsa-Bangsa) gagal menjalankan perannya mempertahankan perdamaian dunia.Pembentukan PBB juga didorong oleh pecahnya Perang Dunia kedua. PBB merupakan organisasi bangsa-bangsa sedunia dengan tujuan menciptakan perdamaian dunia. Anggota perintisnya berjumlah 50 negara yang kemudian dikenal dengan negara anggota pendiri.
Tujuan serta prinsip dari PBB adalah :
a. Pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
b. Memperkembangkan hubungan persahabatan antar bangsa dengan menghormati hak untuk menentukan nasib sendiri dan berdasarkan persamaan hak serta kedudukan.
a. Pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
b. Memperkembangkan hubungan persahabatan antar bangsa dengan menghormati hak untuk menentukan nasib sendiri dan berdasarkan persamaan hak serta kedudukan.
c. Meningkatkan kerja sama internasional di bidang sosial, ekonomi serta budaya.
d. Menjadikan pusat dari kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.
Bagaimana peranan sifat bebas politik luar negeri Indonesia dalam kaitannya dengan PBB? Pada awal kemerdekaan politik luar negeri Indonesia belum dilaksanakan secara maksimal, sebab perhatian Indonesia untuk mengatasi berbagai gejolak. Kita tahu Belanda saat itu ingin kembali mencengkeramkan kekuasaannya di Indonesia. Selain itu ada juga beberapa pemberontakan yang terjadi di tanah air.
Sejak pengakuan kedaulatan RI 27 September 1949 dan negara RI memperoleh pengakuan secara internasional, perintisan politik luar negeri Indonesia barulah dimulai. Usaha pertama dibuktikan dengan diterimanya RI menjadi anggota PBB tanggal 27 September 1950. Saat itu negara RI menjadi anggota PBB yang ke-60.
Pada tanggal 20 Januari 1965 Indonesia keluar dari keanggotaan PBB, dengan alasan Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ingat, saat itu dalam hal politik luar negeri Indonesia sedang konfrontasi dengan Negeri Jiran tersebut. Setelah keadaan berubah, Indonesia kembali lagi masuk PBB pada tanggal 28 September 1966.
KAA (Konferensi Asia Afrika) merupakan konferensi yang dihadiri oleh para wakil negara berasal dari negara-negara Asia dan Afrika. Tujuan dari konferensi KAA adalah Kemerdekaan dari penjajahan. Dengan peran politik luar negerinya Indonesia merupakan salah satu negara pemrakarsa konferensi itu. Penyelenggara KAA pertama, di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955 berlangsung gemilang serta sukses. Dalam konferensi tersebut dihasilkan keputusan bersama yang terkenal dengan Dasa Sila Bandung (sepuluh prinsip hubungan internasional).
b) GNB (Gerakan Negara Non-Blok)
Hampir semua peserta KAA termasuk negara Non-Blok. Karena itu, antara KAA dengan GNB punya keterkaitan yang erat. Gagasan Non-Blok (non-align) merupakan gerakan dari negara-negara berkembang sebagai upaya agar tidak menjadi sasaran pengaruh dua blok kekuatan besar (negara-negara adikuasa). Dua blok kekuatan yang dimaksud adalah blok Barat di bawah Amerika Serikat dan blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Saat itu blok Barat membentuk pakta pertahanan yang dikenal dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Sementara itu blok Timur membentuk pakta pertahanan yang dikenal sebagai Pakta Warsawa. Penggagas gerakan Nonblok adalah:
Faktor pendorong berdirinya OPEC adalah penurunan harga minyak dunia oleh sebab permainan raksasa-raksasa perusahaan minyak seperti Shell, Exxo, Mobil, dan Gulf. Perusahaan-perusahaan minyak raksasa ini memonopoli perdagangan minyak ke negara-negara industri besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman.
Peran PMI pada saat itu adalah menangani para korban perang (mempertahankan) kemerdekaan. Untuk menarik simpati dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan pada saat itu, PMI mengadakan hubungan dengan Palang Merah Internasional.
Saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Palang Merah Internasional banyak memberikan bantuan obat-obatan, pakaian, makanan, uang dan berbagai bentuk fasilitas penting lain. Sebaliknya (setelah perjuangan mempertahankan kemerdekaan berhasil) Indonesia juga banyak mengirim bantuan kepada bangsa-bangsa lain seperti Afrika, India, Pakistan, Vietnam, Laos, Filipina, dan lain-lain.
Indonesia dan Hubungan Internasional Bidang Ekonomi Serta Keuangan
Sebagai negara berkembang Indonesia tentunya berupaya ingin mengejar ketertinggalannya. Cara yang ditempuh? Tidak lain adalah dengan menjalin kerja sama internasional demi memajukan pembangunan ekonomi nasional. Bentuk kerja sama internasional dari memajukan pembangunan ekonomi nasional. Bentuk kerja sama internasional tersebut berupa pinjaman modal, pendidikan tenaga ahli, penerapan teknologi modern, peningkatan industri pariwisata, dan lain-lain.
Untuk keperluan itu, Indonesia membuka pintu bagi para penanam modal asing sejauh mereka mau tunduk kepada undang-undang dan aturan permainan negara Indonesia. Penanaman-penanaman modal asing tersebut bergerak di bidang pertambangan, minyak dan gas bumi, tekstil, pengawetan makanan, perakitan kendaraan bermotor, juga industri kimia. Pelaksanaannya diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing yang berlaku sejak tanggal 10 Januari 1967.
Indonesia dalam hal ini banyak mendapat bantuan modal dari badan-badan internasional seperti :
Bagaimanakah peranan yang ditunjukkan Indonesia melalui Kontingen Garuda dalam berbagai misi perdamaian tersebut? Mari kita simak uraiannya.
a. Pasukan Garuda I
Tahun 1956. Ketika itu kecamuk perang terjadi di Timur Tengah. Pihak-pihak yang terlibat adalah Mesir melawan pasukan gabungan Inggris, Prancis, dan Israel. Dalam sidang umumnya PBB memutuskan untuk membentuk pasukan darurat pemelihara perdamaian. Maka, tanggal 5 November 1956 dibentuklah komando pasukan PBB yang diberi nama UNEF (United Nations Emergency Forces).
Tanggal 8 November 1956 Indonesia menyatakan bersedia menyumbangkan pasukan sebagai bagian dari UNEF. Sambutan dari PBB terbuka. Tanggal 28 Desember 1956 dibentuklah kontingen pasukan yang terdiri dari 550 orang. Kontingen ini dikomandani oleh Kolonel Hartoyo dan kemudian digantikan oleh Letkol. Saudi. Kontingen ini dikenal sebagai Pasukan Garuda I, dan berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
b. Pasukan Garuda II, III, serta IV, V, VI, VII, dan VIII
Pasukan Garuda II dan III merupakan wakil misi perdamaian PBB untuk negara Kongo (sekarang Zaire). Peristiwanya terjadi pada tahun 1960 dan jalan ceritanya seperti ini. Bulan Juni 1960 Kongo memperoleh kemerdekaan dari Belgia. Akan tetapi kemerdekaan tersebut malah menjadi penyebab perang saudara negara di Benua Afrika itu. Untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih hebat, juga untuk mencegah kemungkinan adanya campurtangan negara-negara asing PBB membentuk UNOC (United Nation Operation For the Congo).
Kontingen Indonesia pada waktu itu terdiri dari 330 orang dan kemudian dikenal sebagai Pasukan Garuda II. Pemimpin kontingen pasukan tersebut adalah Kolonel Prijatna. Sedang Komandan batalion dipegang oleh Solichi GP (Gautama Purwanegara). Kontingen Pasukan Garuda II berangkat dari Jakarta tanggal 10 September 1960.
Atas permintaan UNOC kontingen Indonesia diperbesar hingga menjadi satu birigade (350 orang) yang selanjutnya diberi nama Pasukan Garuda III. Pasukan Garuda III ini bertugas di Kongo dari bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964. Kontingennya dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris, sedangkan komandan brigade dipegang oleh Kolonel Sabirin Moctar.
Pasukan Garuda IV, V, VI, VII, dan VIII dikirim untuk misi perdamaian di kawasan Indocina, Vietnam dan Kamboja (baca kembali artikel mengenai ”Peranan Indonesia di Lingkungan Negara-Negara Asia Tenggara”)
Kontingen Pasukan Garuda XXIII/A
Kontingen-kontingen Pasukan Garuda memang sudah malang melintang menjadi pasukan perdamaian PBB. Setiap kali terjadi konflik atau sengketa dan PBB turun tangan mengirim pasukan perdamaian, bisa dipastikan kontingen Pasukan Garuda selalu tampil.
Kontingen Pasukan Garuda yang menjadi wakil pasukan perdamaian pada saat ini (Agustus 2007) adalah Kontingen Pasukan Garuda XXIII/A di Lebanon. Tugas pasukan tersebut adalah mengawasi pelaksanaan gencatan senjata/perdamaian antara pasukan Israel dengan Hezbollah.
d. Menjadikan pusat dari kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.
Bagaimana peranan sifat bebas politik luar negeri Indonesia dalam kaitannya dengan PBB? Pada awal kemerdekaan politik luar negeri Indonesia belum dilaksanakan secara maksimal, sebab perhatian Indonesia untuk mengatasi berbagai gejolak. Kita tahu Belanda saat itu ingin kembali mencengkeramkan kekuasaannya di Indonesia. Selain itu ada juga beberapa pemberontakan yang terjadi di tanah air.
Sejak pengakuan kedaulatan RI 27 September 1949 dan negara RI memperoleh pengakuan secara internasional, perintisan politik luar negeri Indonesia barulah dimulai. Usaha pertama dibuktikan dengan diterimanya RI menjadi anggota PBB tanggal 27 September 1950. Saat itu negara RI menjadi anggota PBB yang ke-60.
Pada tanggal 20 Januari 1965 Indonesia keluar dari keanggotaan PBB, dengan alasan Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ingat, saat itu dalam hal politik luar negeri Indonesia sedang konfrontasi dengan Negeri Jiran tersebut. Setelah keadaan berubah, Indonesia kembali lagi masuk PBB pada tanggal 28 September 1966.
2. Indonesia dalam KAA dan GNB
a) KAA (Konferensi Asia Afrika)KAA (Konferensi Asia Afrika) merupakan konferensi yang dihadiri oleh para wakil negara berasal dari negara-negara Asia dan Afrika. Tujuan dari konferensi KAA adalah Kemerdekaan dari penjajahan. Dengan peran politik luar negerinya Indonesia merupakan salah satu negara pemrakarsa konferensi itu. Penyelenggara KAA pertama, di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955 berlangsung gemilang serta sukses. Dalam konferensi tersebut dihasilkan keputusan bersama yang terkenal dengan Dasa Sila Bandung (sepuluh prinsip hubungan internasional).
b) GNB (Gerakan Negara Non-Blok)
Hampir semua peserta KAA termasuk negara Non-Blok. Karena itu, antara KAA dengan GNB punya keterkaitan yang erat. Gagasan Non-Blok (non-align) merupakan gerakan dari negara-negara berkembang sebagai upaya agar tidak menjadi sasaran pengaruh dua blok kekuatan besar (negara-negara adikuasa). Dua blok kekuatan yang dimaksud adalah blok Barat di bawah Amerika Serikat dan blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Saat itu blok Barat membentuk pakta pertahanan yang dikenal dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Sementara itu blok Timur membentuk pakta pertahanan yang dikenal sebagai Pakta Warsawa. Penggagas gerakan Nonblok adalah:
- Presiden Sukarno (Indonesia)
- Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru (India)
- Gamal Abdul Naser (presiden Mesir)
- Kwame Nkrumah (presiden Ghana)
- Joseph Broz Tito (presiden Yugoslavia)
KTT GNB pertama diselenggarakan di Beograd (Yugoslavia) tanggal 1-6 September 1961 dan dihadiri oleh 25 negara. KTT tersebut merekomendasikan perlunya penghapusan segala jenis kolonialisme kepada Sidang Umum PBB. Pada tanggal 1-7 Juli 1992 Indonesia menjadi tuan rumah atas penyelenggaraan KTT X GNB, dan Presiden Suharto menjadi ketua GNB masa bakti 1992-1995.
3. Indonesia dan ASEAN
ASEAN (Association of Sout East Asia Nations) merupakan organisasi kerja sama regional negara-negara kawasan Asia Tenggara. Indonesia dalam hal ini merupakan salah satu negara perintis berdirinya ASEAN (lihat kembali bab sebelumnya tentang ”Kerja sama Negara-negara Asia Tenggara”).4. Indonesia dan OKI (Organisasi Konferensi Islam)
OKI (Organisasi Konferensi Islam) merupakan organisasi yang dibentuk oleh negara-negara Islam pada tanggal 25 September 1969, di Rabat, Maroko. Negara Islam yang dimaksud adalah negara yang secara konstitusional Islam atau negara yang mayoritas penduduknya muslim. Pemrakarsa pembentukan OKI adalah Raja Faisal (Arab Saudi) dan Raja Hassan II (Maroko). Latar belakang didirikannya OKI adalah solidaritas umat Islam atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Palestina oleh tentara Zionis Israel. Secara resmi Indonesia masuk menjadi anggota OKI pada KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ketiga tahun 1972 di Jedah, Arab Saudi.5. Indonesia dan OPEC (Organization of Petrolium Exporting Countries)
OPEC merupakan organisasi (kerja sama internasional) negara-negara pengekspor minyak. Organisasi ini didirikan pada tanggal 14 September 1960, di Bagdad (Irak). Pemrakarsanya adalah lima negara : Irak, Iran, Kuwait, Saudi Arabia, dan Venezuela. Indonesia salah satu negara penting penghasil minyak di Asia, dan telah menjadi anggota organisasi ini sejak tahun 1962.Faktor pendorong berdirinya OPEC adalah penurunan harga minyak dunia oleh sebab permainan raksasa-raksasa perusahaan minyak seperti Shell, Exxo, Mobil, dan Gulf. Perusahaan-perusahaan minyak raksasa ini memonopoli perdagangan minyak ke negara-negara industri besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman.
6. Indonesia dan Palang Merah Internasional
Jalinan Indonesia dengan Palang Merah Internasional dirintis sejak awal kemerdekaan. Mula-mula Presiden Sukarno memerintahkan Menteri Kesehatan (saat itu Boentaran Martoatmodjo) untuk mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI). Akhirnya PMI terbentuk pada tanggal 17 September 1945 dengan ketua Prof. Dr. Mochtar.Peran PMI pada saat itu adalah menangani para korban perang (mempertahankan) kemerdekaan. Untuk menarik simpati dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan pada saat itu, PMI mengadakan hubungan dengan Palang Merah Internasional.
Saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Palang Merah Internasional banyak memberikan bantuan obat-obatan, pakaian, makanan, uang dan berbagai bentuk fasilitas penting lain. Sebaliknya (setelah perjuangan mempertahankan kemerdekaan berhasil) Indonesia juga banyak mengirim bantuan kepada bangsa-bangsa lain seperti Afrika, India, Pakistan, Vietnam, Laos, Filipina, dan lain-lain.
7. Indonesia dan Polisi Internasional
Dalam kaitannya dengan era globalisasi, tindakan-tindakan pidana maupun perbuatan kriminal banyak dilakukan penjahat-penjahat kelas dunia. Mereka membentuk jaringan yang rapi dalam melakukan tindakan-tindakan itu. Ada penyelundupan, pembajakan pesawat udara, narkotika serta obat bius, terorisme, dan lain-lain. Untuk mengatasi hal tersebut ada wadah kerja sama antar lembaga kepolisian internasional yang dikenal dengan Interpol (International Police). Indonesia antara lain telah menjadi anggota Interpol, dan berkali-kali diundang dalam pertemuan-pertemuan Interpol.Indonesia dan Hubungan Internasional Bidang Ekonomi Serta Keuangan
Sebagai negara berkembang Indonesia tentunya berupaya ingin mengejar ketertinggalannya. Cara yang ditempuh? Tidak lain adalah dengan menjalin kerja sama internasional demi memajukan pembangunan ekonomi nasional. Bentuk kerja sama internasional dari memajukan pembangunan ekonomi nasional. Bentuk kerja sama internasional tersebut berupa pinjaman modal, pendidikan tenaga ahli, penerapan teknologi modern, peningkatan industri pariwisata, dan lain-lain.
Untuk keperluan itu, Indonesia membuka pintu bagi para penanam modal asing sejauh mereka mau tunduk kepada undang-undang dan aturan permainan negara Indonesia. Penanaman-penanaman modal asing tersebut bergerak di bidang pertambangan, minyak dan gas bumi, tekstil, pengawetan makanan, perakitan kendaraan bermotor, juga industri kimia. Pelaksanaannya diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing yang berlaku sejak tanggal 10 Januari 1967.
Indonesia dalam hal ini banyak mendapat bantuan modal dari badan-badan internasional seperti :
- Bank Dunia (World Bank),
- Dana Bantuan Internasional/IMF (International Monetary Fund),
- Asosiasi Pembangunan Internasional (International Development Association),
- Bank Internasional untuk Rekontruksi dan Pembangunan Internasional (Internasional Reconstruction Bank and Development),
- IGGI/International Govermental Group on Indonesia (telah berubah menjadi CGI/Consultative Govermental on Indonesia) negara-negara kreditor untuk Indonesia.
Peranan Sifat Aktif Politik Luar Negeri Indonesia dalam Percaturan Internasional
Seperti pernah disinggung, sifat aktif dari politik luar negeri artinya Indonesia tidak berpangku tangan terhadap konflik dan persengketaan yang terjadi di dunia Internasional. Dalam percaturan internasional, banyaklah contoh peranan sifat aktif dari politik luar negeri Indonesia itu. Perhatikan contoh-contoh peranan sifat aktif dari politik luar negeri Indonesia berikut.1. Indonesia dan Pengiriman Misi Garuda (Pasukan Garuda)
Dalam kaitan dengan politik luar negerinya, berkali-kali Indonesia menjadi pasukan perdamaian atas mandat PBB. Pasukan perdamaian itu bisa dikenal sebagai Kontingen Garuda. Pasukan tersebut diterjunkan ke kawasan-kawasan yang sedang dilanda konflik serta menjadi penjaga perdamaian.Bagaimanakah peranan yang ditunjukkan Indonesia melalui Kontingen Garuda dalam berbagai misi perdamaian tersebut? Mari kita simak uraiannya.
a. Pasukan Garuda I
Tahun 1956. Ketika itu kecamuk perang terjadi di Timur Tengah. Pihak-pihak yang terlibat adalah Mesir melawan pasukan gabungan Inggris, Prancis, dan Israel. Dalam sidang umumnya PBB memutuskan untuk membentuk pasukan darurat pemelihara perdamaian. Maka, tanggal 5 November 1956 dibentuklah komando pasukan PBB yang diberi nama UNEF (United Nations Emergency Forces).
Tanggal 8 November 1956 Indonesia menyatakan bersedia menyumbangkan pasukan sebagai bagian dari UNEF. Sambutan dari PBB terbuka. Tanggal 28 Desember 1956 dibentuklah kontingen pasukan yang terdiri dari 550 orang. Kontingen ini dikomandani oleh Kolonel Hartoyo dan kemudian digantikan oleh Letkol. Saudi. Kontingen ini dikenal sebagai Pasukan Garuda I, dan berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
b. Pasukan Garuda II, III, serta IV, V, VI, VII, dan VIII
Pasukan Garuda II dan III merupakan wakil misi perdamaian PBB untuk negara Kongo (sekarang Zaire). Peristiwanya terjadi pada tahun 1960 dan jalan ceritanya seperti ini. Bulan Juni 1960 Kongo memperoleh kemerdekaan dari Belgia. Akan tetapi kemerdekaan tersebut malah menjadi penyebab perang saudara negara di Benua Afrika itu. Untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih hebat, juga untuk mencegah kemungkinan adanya campurtangan negara-negara asing PBB membentuk UNOC (United Nation Operation For the Congo).
Kontingen Indonesia pada waktu itu terdiri dari 330 orang dan kemudian dikenal sebagai Pasukan Garuda II. Pemimpin kontingen pasukan tersebut adalah Kolonel Prijatna. Sedang Komandan batalion dipegang oleh Solichi GP (Gautama Purwanegara). Kontingen Pasukan Garuda II berangkat dari Jakarta tanggal 10 September 1960.
Atas permintaan UNOC kontingen Indonesia diperbesar hingga menjadi satu birigade (350 orang) yang selanjutnya diberi nama Pasukan Garuda III. Pasukan Garuda III ini bertugas di Kongo dari bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964. Kontingennya dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris, sedangkan komandan brigade dipegang oleh Kolonel Sabirin Moctar.
Pasukan Garuda IV, V, VI, VII, dan VIII dikirim untuk misi perdamaian di kawasan Indocina, Vietnam dan Kamboja (baca kembali artikel mengenai ”Peranan Indonesia di Lingkungan Negara-Negara Asia Tenggara”)
Kontingen Pasukan Garuda XXIII/A
Kontingen-kontingen Pasukan Garuda memang sudah malang melintang menjadi pasukan perdamaian PBB. Setiap kali terjadi konflik atau sengketa dan PBB turun tangan mengirim pasukan perdamaian, bisa dipastikan kontingen Pasukan Garuda selalu tampil.
Kontingen Pasukan Garuda yang menjadi wakil pasukan perdamaian pada saat ini (Agustus 2007) adalah Kontingen Pasukan Garuda XXIII/A di Lebanon. Tugas pasukan tersebut adalah mengawasi pelaksanaan gencatan senjata/perdamaian antara pasukan Israel dengan Hezbollah.
2. Indonesia dan Penyelesaian Beberapa Konflik Internasional
Selain melalui kontingen Pasukan Garuda, perwujudan sifat aktif politik luar negeri Indonesia ditunjukkan melalui peranannya sebagai penengah dalam berbagai ketegangan serta konflik di dunia internasional. Ingat, Indonesia pernah menjadi penengah konflik yang terjadi di Kamboja (karena masalah pendudukan Kamboja oleh pasukan Vietnam). Indonesia juga menjadi penengah sengketa di negeri Filipina (antara bangsa Moro/MNLF dan pemerintah Filipina).Rangkuman
- Indonesia memiliki kebebasan sepenuhnya dalam hal pandangan serta sikap hubungan internasional negaranya, sebab politik luar negerinya bersifat bebas.
- Sifat bebas dalam politik luar negeri Indonesia bukan berarti netral, akan tetapi dibarengi sifat aktif. Sifat aktif dalam politik luar negeri Indonesia artinya tidak berpangku tangan terhadap segala ketegangan dan konflik yang terjadi di dunia internasional.
- Peranan politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas aktif cukup beragam. Peranan-peranan tersebut pada akhirnya dikembalikan untuk kepentingan nasional bangsa Indonesia.
- Dengan politik luar negeri yang bersifat bebas, Indonesia banyak terlibat dalam berbagai organisasi kerjasama internasional.
- Dengan politik luar negeri yang bersifat aktif, Indonesia banyak berperan dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia.