Mengomentari buku cerita dan menjelaskan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita - Pada pembahasan materi bahasa Indonesia kali ini akan membahas mengenai cara mengomentari sebuah cerita yang dibacakan, memberikan penilaian serta bahasa yang dipakai pengarangnya, ada pun tujuan dari pembelajaran materi ini adalah agar nantinya sobat dapat menentukan isi buku cerita dan mengomentari buku cerita yang dibaca, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan singkat berikut ini!
Supaya dapat mengetahui isi buku cerita secara jelas, kalian perlu membacanya secara cermat dan teliti. Dengan demikian, kalian benar-benar dapat menangkap keseluruhan cerita. Komentar terhadap tiap-tiap cerita maupun keseluruhan cerita antara satu orang dengan orang lainnya dapat berbeda-beda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan apresiasi atau penilaian, sudut pandang, pengalaman, perasaan, dan selera setiap orang terhadap suatu cerita.
Hal yang dapat dikomentari dalam sebuah buku cerita meliputi berikut.
1. Variasi isi cerita
Komentar yang berkenaan dengan variasi isi cerita yaitu bahwa dalam sebuah buku cerita yang baik memiliki berbagai variasi, yang meliputi variasi tema, bentuk cerita, model cerita, dan latar belakang cerita.
2. Unsur intrinsik
Komentar terhadap sebuah buku cerita dapat disampaikan berkenaan dengan unsur intrinsik setiap cerita yang ada di dalamnya. Sebagaimana telah kalian pelajari bahwa unsur intrinsik sebuah cerita meliputi tema, amanat, alur, setting, gaya bahasa, penokohan, dan sudut pandang.
3. Kebahasaan
Komentar berkenaan dengan aspek kebahasaan, yaitu berhubungan dengan bahasa yang digunakan oleh penyusun buku cerita. Buku cerita yang baik akan menyajikan cerita dengan bahasa yang menarik, jelas, komunikatif, dan tidak membosankan.
Bacalah cerita berikut!
Si Tukang Cerita
Dahulu di sebelah timur Kota Baghdad, ada seorang lelaki tua yang bodoh, karena kebodohannya ia disebut Pak Pandir. Begitu bodohnya ia, sehingga selalu percaya pada perkataan semua orang. Bahkan anak-anak kecil pun ia percayai omongannya.
Pada suatu hari ia ingin menjual kambingnya ke Kota Baghdad. Pada masa itu, orang-orang miskin harus berjalan berhari-hari untuk mencapai Kota Baghdad. Karena bodoh atau pandir, ia jadi repot sekali jika hendak bepergian. Repot menyiapkan bekal perjalanan. Ia harus menghitung baju, makanan, dan minuman yang harus dibawa.
Ia memerlukan waktu seminggu untuk menyiapkan bekalnya. Sesudah itu, bekalnya dimasukkan ke dalam karung. Dan karung itu dinaikkan ke punggung keledai. Kambingnya diikatkan ke ekor keledai dan di leher si kambing digantungkan sebuah lonceng.
“Sambil berjalan aku bisa mendengar bunyi lonceng itu,” pikir Pak Pandir. “Jika lonceng masih tetap berbunyi, itu tandanya tak ada yang mencuri kambingku. Nah, bukankah akalku cukup cerdik. Hanya orang lain saja yang menganggapku bodoh.”
Pada waktu itu penduduk negeri belum sebanyak sekarang. Daerah-daerah yang menghubungkan satu desa dengan desa lainnya masih sepi, liar, dan penuh bahaya. Pak Pandir pun berangkat. Di tempat yang sunyi, tiga perampok sudah menghadang. Mereka menunggunya lewat.
“Aku akan merampok kambingnya,” kata perampok pertama.
“Kalau begitu aku keledainya,” kata perampok kedua. Perampok yang ketiga mendengus kecewa. “Tinggal baju kumalnya itu yang masih bisa kurampas,” katanya. Perampok pertama menunggu sampai Pak Pandir mendaki lereng yang cukup curam.
Kemudian ia mengendap-endap dari balik semak. Diguntingnya tali pengikat kambing dengan ekor keledai dan dipindahkannya lonceng itu ke ekor keledai. Lalu ia bersembunyi lagi.
Pak Pandir terus melangkah dengan riang. Pikirnya, selama lonceng itu masih berbunyi, berarti kambingnya masih ada. Beberapa saat kemudian ia menoleh dan terkejut sekali waktu melihat kambingnya tak ada lagi. Barulah Pak Pandir tahu, lonceng itu ternyata diikatkan ke ekor keledai. Ia sadar ... ia telah tertipu.
Dia menangis keras-keras. Pada waktu itu datang seorang laki-laki mendekatinya. Dialah perampok yang kedua. “Ada apa, Pak Tua?” tanyanya. “Mengapa Anda menangis dan berteriak-teriak begitu?”
“Kambingku! Mula-mula ada. Sekarang tidak ada. Pasti ada yang mengambilnya,” keluh Pak Pandir.
“Astaga!” kata si perampok. “Untung bertemu denganku, Pak. Beberapa saat lalu aku bertemu dengan seorang laki-laki menarik-narik seekor kambing. Nampaknya kambing itu enggan mengikutinya. Di balik rumpun pohon itu. Jika Anda lari, pasti Anda dapat menangkapnya.”
“Terima kasih,” kata Pak Pandir. Wajahnya berseri kembali. “Aku akan mengejarnya. Tolonglah jaga keledaiku ini sementara aku pergi.”
“Baiklah,” kata si perampok kedua.
Dipeganginya tali keledai. Pak Pandir segera lari ke arah rumpun pohon.
Tentu saja tak ada siapa-siapa. Kemudian, ketika ia dengan napas tersengal-sengal sampai ke tempat kawan barunya yang ditinggal tadi, orang itu telah menghilang bersama keledainya.
Pak Pandir menangis menjerit-jerit menjambaki rambutnya. Tapi tak ada gunanya. Kambingnya telah hilang. Keledainya dan bekal makanan serta pakaiannya juga telah lenyap. Tak ada yang dapat dikerjakannya selain balik ke desanya lagi. (Sumber: Dongeng dari Irak dalam Kumpulan Dongeng dari Mancanegara, 2003)
Contoh komentar yang dapat disampaikan terhadap cerita di atas yaitu berikut.
Sekian pembahasan mengenai Mengomentari Buku Cerita yang Dibaca beserta contoh komentarnya semoga dapat mudah dipahami, jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!
Mengomentari Terhadap Unsur Intrinsik dalam Buku Cerita serta Memberi Penilaian dan Bahasa yang Dipergunakan
Mengomentari buku cerita berarti mengungkapkan sesuatu berdasarkan isi buku cerita yang dibaca. Ungkapan atau komentar tersebut dapat berupa tanggapan, penilaian baik/buruk, dan kesan. Untuk dapat mengomentari buku cerita, kita harus dapat memahami jalan cerita, pokok permasalahan, serta penokohan yang ada pada setiap cerita di dalam buku cerita tersebut. Dengan memahami ketiga unsur tersebut, kita akan dapat dengan mudah untuk mengomentarinya.Supaya dapat mengetahui isi buku cerita secara jelas, kalian perlu membacanya secara cermat dan teliti. Dengan demikian, kalian benar-benar dapat menangkap keseluruhan cerita. Komentar terhadap tiap-tiap cerita maupun keseluruhan cerita antara satu orang dengan orang lainnya dapat berbeda-beda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan apresiasi atau penilaian, sudut pandang, pengalaman, perasaan, dan selera setiap orang terhadap suatu cerita.
Mengomentari Buku Cerita yang Dibaca |
Hal yang dapat dikomentari dalam sebuah buku cerita meliputi berikut.
1. Variasi isi cerita
Komentar yang berkenaan dengan variasi isi cerita yaitu bahwa dalam sebuah buku cerita yang baik memiliki berbagai variasi, yang meliputi variasi tema, bentuk cerita, model cerita, dan latar belakang cerita.
2. Unsur intrinsik
Komentar terhadap sebuah buku cerita dapat disampaikan berkenaan dengan unsur intrinsik setiap cerita yang ada di dalamnya. Sebagaimana telah kalian pelajari bahwa unsur intrinsik sebuah cerita meliputi tema, amanat, alur, setting, gaya bahasa, penokohan, dan sudut pandang.
3. Kebahasaan
Komentar berkenaan dengan aspek kebahasaan, yaitu berhubungan dengan bahasa yang digunakan oleh penyusun buku cerita. Buku cerita yang baik akan menyajikan cerita dengan bahasa yang menarik, jelas, komunikatif, dan tidak membosankan.
Bacalah cerita berikut!
Si Tukang Cerita
Dahulu di sebelah timur Kota Baghdad, ada seorang lelaki tua yang bodoh, karena kebodohannya ia disebut Pak Pandir. Begitu bodohnya ia, sehingga selalu percaya pada perkataan semua orang. Bahkan anak-anak kecil pun ia percayai omongannya.
Pada suatu hari ia ingin menjual kambingnya ke Kota Baghdad. Pada masa itu, orang-orang miskin harus berjalan berhari-hari untuk mencapai Kota Baghdad. Karena bodoh atau pandir, ia jadi repot sekali jika hendak bepergian. Repot menyiapkan bekal perjalanan. Ia harus menghitung baju, makanan, dan minuman yang harus dibawa.
Ia memerlukan waktu seminggu untuk menyiapkan bekalnya. Sesudah itu, bekalnya dimasukkan ke dalam karung. Dan karung itu dinaikkan ke punggung keledai. Kambingnya diikatkan ke ekor keledai dan di leher si kambing digantungkan sebuah lonceng.
“Sambil berjalan aku bisa mendengar bunyi lonceng itu,” pikir Pak Pandir. “Jika lonceng masih tetap berbunyi, itu tandanya tak ada yang mencuri kambingku. Nah, bukankah akalku cukup cerdik. Hanya orang lain saja yang menganggapku bodoh.”
Pada waktu itu penduduk negeri belum sebanyak sekarang. Daerah-daerah yang menghubungkan satu desa dengan desa lainnya masih sepi, liar, dan penuh bahaya. Pak Pandir pun berangkat. Di tempat yang sunyi, tiga perampok sudah menghadang. Mereka menunggunya lewat.
“Aku akan merampok kambingnya,” kata perampok pertama.
“Kalau begitu aku keledainya,” kata perampok kedua. Perampok yang ketiga mendengus kecewa. “Tinggal baju kumalnya itu yang masih bisa kurampas,” katanya. Perampok pertama menunggu sampai Pak Pandir mendaki lereng yang cukup curam.
Kemudian ia mengendap-endap dari balik semak. Diguntingnya tali pengikat kambing dengan ekor keledai dan dipindahkannya lonceng itu ke ekor keledai. Lalu ia bersembunyi lagi.
Pak Pandir terus melangkah dengan riang. Pikirnya, selama lonceng itu masih berbunyi, berarti kambingnya masih ada. Beberapa saat kemudian ia menoleh dan terkejut sekali waktu melihat kambingnya tak ada lagi. Barulah Pak Pandir tahu, lonceng itu ternyata diikatkan ke ekor keledai. Ia sadar ... ia telah tertipu.
Dia menangis keras-keras. Pada waktu itu datang seorang laki-laki mendekatinya. Dialah perampok yang kedua. “Ada apa, Pak Tua?” tanyanya. “Mengapa Anda menangis dan berteriak-teriak begitu?”
“Kambingku! Mula-mula ada. Sekarang tidak ada. Pasti ada yang mengambilnya,” keluh Pak Pandir.
“Astaga!” kata si perampok. “Untung bertemu denganku, Pak. Beberapa saat lalu aku bertemu dengan seorang laki-laki menarik-narik seekor kambing. Nampaknya kambing itu enggan mengikutinya. Di balik rumpun pohon itu. Jika Anda lari, pasti Anda dapat menangkapnya.”
“Terima kasih,” kata Pak Pandir. Wajahnya berseri kembali. “Aku akan mengejarnya. Tolonglah jaga keledaiku ini sementara aku pergi.”
“Baiklah,” kata si perampok kedua.
Dipeganginya tali keledai. Pak Pandir segera lari ke arah rumpun pohon.
Tentu saja tak ada siapa-siapa. Kemudian, ketika ia dengan napas tersengal-sengal sampai ke tempat kawan barunya yang ditinggal tadi, orang itu telah menghilang bersama keledainya.
Pak Pandir menangis menjerit-jerit menjambaki rambutnya. Tapi tak ada gunanya. Kambingnya telah hilang. Keledainya dan bekal makanan serta pakaiannya juga telah lenyap. Tak ada yang dapat dikerjakannya selain balik ke desanya lagi. (Sumber: Dongeng dari Irak dalam Kumpulan Dongeng dari Mancanegara, 2003)
Contoh komentar yang dapat disampaikan terhadap cerita di atas yaitu berikut.
- Tema dalam cerita tersebut sudah biasa digunakan dalam cerita-cerita anak. Namun demikian, pengemasan cerita dengan tokoh dan jalan cerita tersebut menjadikan cerita tersebut menarik dan asyik.
- Gaya bahasa yang digunakan pengarang tidak terlalu istimewa. Pemilihan katanya cenderung biasa-biasa saja, yaitu bahasa keseharian dan bukan bahasa yang penuh dengan ungkapan. Hal tersebut justru menjadikan cerita di atas mudah dipahami isinya.
Sekian pembahasan mengenai Mengomentari Buku Cerita yang Dibaca beserta contoh komentarnya semoga dapat mudah dipahami, jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini dapat menjawabnya, selamat belajar!