Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen dan Hal-hal yang dapat Ditanggapi

Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa, selain roman dan novel, yang cukup banyak digemari oleh kalangan remaja. Secara garis besar, cerpen tidak berbeda jauh dengan roman dan novel. Cerpen mengangkat berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Tujuan mempelajari isi materi kali ini adalah agar kalian nantinya dapat memberikan tanggapan terhadap cara pembacaan cerpen.

Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen dan Hal-hal yang dapat Ditanggapi

Keterbatasan ruang (sekitar 5–6 halaman) yang diberikan media (surat kabar, tabloid, atau majalah) kepada jenis karya sastra ini mengakibatkan jalinan peristiwa yang ada tidak sampai membawa perubahan nasib bagi sang tokoh utama. Meski demikian, cerpen tetap saja memberikan nuansa tersendiri bagi dunia sastra kita.

Hampir setiap Minggu, kehadiran cerpen selalu menghiasi berbagai surat kabar, tabloid, atau majalah. Terbatasnya ruang yang diberikan oleh pihak media ternyata telah membuat para penulis cerpen harus berpikir kreatif dalam mengolah imajinasinya, sehingga mampu menarik minat pembaca. Selain itu, sedikitnya ruang yang disediakan pengelola media juga telah membuat jenis karya sastra ini cukup dibaca dalam sekali duduk. Hal inilah yang kemudian membuat cerpen begitu dekat dengan dunia remaja.
Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen dan Hal-hal yang dapat Ditanggapi
Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen dan Hal-hal yang dapat Ditanggapi

Cerpen merupakan salah satu genre (tipe) sastra (dalam hal ini prosa) yang menggunakan sepenggal episode kehidupan manusia sebagai dasar atau landasan pengarang dalam menyampaikan cerita. Ada beberapa pendapat pakar sastra yang mencoba memberikan batasan jumlah halaman untuk jenis genre ini. Namun, sebenarnya yang lebih dapat berterima adalah batasan yang menyatakan bahwa cerpen merupakan sepenggal kisah episode kehidupan manusia (yang menjadi tokoh cerita di dalam karya).

Mereka tidak harus membacanya dalam waktu yang lama. Paling hanya sekitar 10–15 menit pembacaan cerpen itu sudah dapat diselesaikan.

Namun, tradisi pembacaan cerpen yang kemudian diperdengarkan seperti layaknya pertunjukan monolog belum begitu dikenal di kalangan remaja kita. Tradisi semacam ini biasanya dilakukan dalam komunitas-komunitas tertentu dan dalam acaraacara peluncuran buku kumpulan cerpen, yang dilakukan oleh para sastrawan atau penulisnya sendiri. Namun, paling tidak, pengenalan tradisi pembacaan semacam ini dapat dijadikan ajang latihan bagi para penulis dan calon penulis cerpen.

Berbagai latihan itu di antaranya latihan penghayatan terhadap cerpen yang dibacakan; latihan vokal, baik kuat-lemahnya suara maupun jelas-tidaknya lafal yang kita ucapkan dapat terkontrol dengan baik; serta latihan gerak sebagai bentuk ekspresi dari pembacaan yang kita lakukan. Selain itu, ajang ini pun dapat dijadikan ajang tukar pengalaman dan pengetahuan antarpenulis cerpen. Dengan demikian, pembacaan cerpen semacam ini dapat dijadikan semacam model pembelajaran sastra yang dapat dikembangkan, baik dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan komunitas kelompok yang lebih kecil.

Guna memperdalam pemahaman kalian mengenai materi ini, mintalah kepada seorang teman kalian untuk membacakan cerpen “Keysia dan Preman Tua” berikut.

Keysia dan Preman Tua
Karya: Arianto
Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai buruh pabrik dan mereka bahagia dengan kehidupannya yang dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih sayang yang penuh dari Bapak dan Ibu.

Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai suatu saat pabrik garmen tempat Bapak dan Ibu bekerja gulung tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan penjualan.

“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?” Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD. “Sabar Pak, kita coba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran. Ibu adalah seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan adikku.

Setelah tidak bekerja pada pabrik garmen tersebut, kehidupan kami mengalami penurunan yang drastis. Ibu mencoba berjualan lauk matang di rumah, dan Bapak mencoba menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di depan perkantoran elit.

Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata kepada kami sekeluarga,

“Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.

Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku pulang sekolah aku melihat banyak orang berlari-lari di dekat rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan membawa ember untuk memadamkan api. “Kebakaran... kebakaran ...,” begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat rumah kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik mencari Ibu dan Bapak.

“Bang Roni, Ibu mana, Bapak ke mana?” tanyaku. Aku pun menangis sekencang-kencangnya melihat kejadian itu. Seorang yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam rumah petak kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu.

Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apa pun di rumah.

“Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,” begitu ratap Ibu kala itu sambil menggendong adikku, Budi, dan dalam kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat guratan kepedihan yang dialami Ibu. Setelah kebakaran padam, kami sekeluarga tidak mempunyai tempat tinggal lagi.
********

Setelah mendengarkan pembacaan cerpen yang dilakukan oleh salah seorang teman kalian di depan kelas, sudahkah kalian memahami isi cerpen yang dibacakan itu? Apabila sudah, coba kalian diskusikan bersama teman sebangku kalian beberapa tanggapan atas pembacaan cerpen tersebut.

Tanggapan itu dapat berupa tanggapan terhadap proses pembacaannya atau tanggapan terhadap cerpennya itu sendiri. Untuk lebih memantapkan materi pembahasan menanggapi pembacaan cerpen, perhatikan contoh hasil diskusi mengenai tanggapan pembacaan cerpen berikut.

Tanggapan terhadap pembacaan cerpen “Keysia dan Preman Tua,” karya Erwin Arianto adalah berikut.

1. Tanggapan terhadap proses pembacaan

Pembacaannya terlalu cepat sehingga kami selaku pendengar tidak dapat menyimaknya dengan baik. Selain itu, perlu diperhatikan kembali kuat-lemahnya suara dan kejelasan lafal, sehingga kami yang kebetulan duduk di deretan bangku paling belakang juga dapat menyimak dengan baik pembacaan tersebut. Intonasi setiap kalimat pun perlu jelas dan tegas. Mana kalimat berita? Mana kalimat tanya? Mana pula kalimat perintahnya?

Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya dan perlu diperhatikan adalah penghayatan terhadap sesuatu yang sedang dibacakan. Apabila isi cerpen itu bernada sedih, usahakanlah pada saat membacanya jangan dilakukan dengan riang gembira. Jelas hal ini akan bertentangan dengan sesuatu yang hendak disampaikan. Dengan memerhatikan hal-hal itu, saya kira proses pembacaan cerpen akan lebih menarik.

2. Tanggapan terhadap isi cerpen

Isi cerpen tersebut berkisah tentang kehidupan yang nyata dan masih banyak terjadi. Tema yang diangkat dalam cerpen ini adalah permasalahan hidup yang terjadi dalam keluarga yang disebabkan oleh faktor ekonomi.

Jalinan cerita dalam cerpen tersebut tidak terlalu rumit, sehingga mudah untuk dipahami. Dalam menyampaikan ceritanya, pengarang menggunakan bolak-balik, yaitu maju - mundur - maju.

Cerpen tersebut tidak hanya berkisah mengenai kesedihan atau kebahagiaan. Cerpen tersebut berkisah tentang kebahagiaan yang sebentar yang kemudian dilanjutkan dengan penderitaan dan kesedihan yang cukup panjang. Namun, kesedihan tersebut lama-lama terhapuskan dengan kebahagiaan yang terus dicari tanpa putus asa.

Kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan dalam cerpen kurang memberikan penekanan dan belum bisa menyentuh perasaan. Kesedihan diceritakan dengan biasa, sehingga perasaan para pembaca belum bisa mendalami isi cerita tersebut. Misalnya, saat membaca cerita yang mengisahkan rumah kebakaran hingga tokoh bapak menjadi preman, seharusnya pembaca bisa merasakan hal itu hingga sampai menangis. Namun, kalimat-kalimat yang biasa tersebut belum dapat menyentuh perasaan.

Meskipun kurang menyentuh perasaan dalam penyampaiannya, pesan yang terkandung di dalam cerpen dapat dengan mudah dipahami. Pesan dalam cerpen tersebut antara lain berikut.
  • Jangan mudah berputus asa dalam menghadapi persoalan hidup.
  • Selalu bersabar saat menghadapi persoalan hidup.
  • Selalu mengingat Tuhan dalam kesusahan maupun kebahagiaan.
  • Menerima segala yang diberikan oleh Tuhan dengan rasa syukur.
  • Taat pada nasihat dan perintah orang tua.
  • Menyanyangi kedua orang tua dengan tulus.
  • Menyadari bahwa manusia itu tidak selalu bahagia dan kaya, tetapi bisa juga merasa sedih dan miskin.
  • Kekayaan atau kemiskinan tidak menjadi ukuran kebahagiaan.
Makna yang terkandung dalam pesan-pesan tersebut mudah untuk dipahami dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa hal yang dapat ditanggapi dari pembacaan sebuah cerpen di antaranya: tanggapan terhadap proses pembacaannya (dalam hal ini si pembaca berperan sebagai media penyampai ide dan gagasan pengarang) dan tanggapan terhadap isi cerpen (dalam hal ini cerpen dikritisi oleh pendengar dalam hal: tema, alur yang digunakan, dan tokoh-tokohnya).

Sekian pembahasan materi Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen dan Hal-hal yang dapat Ditanggapi semoga dapat memberikan pemahaman dan juga manfaat dalam proses belajar kalian, jika bukan artikel ini yang sobat cari, mungkin materi dibawah ini!