Perjuangan Melawan Belanda, Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap RI

Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Belanda dalam Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia - Selain menggunakan perjuangan bersenjata, para pemimpin bangsa melakukan perjuangan diplomasi. Untuk lebih jelasnya, kalian pelajari beberapa contoh perjuangan diplomasi bangsa Indonesia dalam berbagai forum internasional di bawah ini.

Perjuangan Melawan Belanda, Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap RI

1. Diplomasi Beras Tahun 1946

Diplomasi Beras Tahun 1946 - Antara India dengan Indonesia terdapat persamaan nasib dan sejarah. Keduanya sama-sama pernah dijajah dan menentang penjajahan. Oleh karenanya, ketika rakyat India mengalami kekurangan bahan makanan, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan padi sejumlah 500.000 ton. Perjanjian bantuan Indonesia kepada India ditandatangani tanggal 18 Mei 1946. Perjanjian ini sebenarnya merupakan barter kedua negara, sebab India ternyata juga memberikan bantuan obat-obatan kepada Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan dari diplomasi beras adalah Indonesia semakin mendapat simpati dunia internasional dalam perjuangannya mengusir Belanda.
[Image]
Para delegasi Perundingan Linggarjati. Perjuangan Melawan Belanda, Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap RI

2. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati - Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn. Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Berikut ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati.
  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
  • Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu
    Belanda sebagai ketuanya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan perundingan tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal 21 Juli 1947.

   Jendela Info      Meskipun isi Perundingan Linggarjati tidak menguntungkan bagi Indonesia, namun berhasil mengundang simpati internasional. Hal ini terbukti dengan adanya pengakuan kedaulatan oleh Inggris, Amerika Serikat, Mesir, Lebanon, Suriah, Afghanistan, Myanmar, Yaman, Saudi Arabia, dan Uni Soviet.

3. Agresi Militer Belanda I (Tanggal 21 Juli 1947)

Agresi Militer Belanda I (Tanggal 21 Juli 1947) - Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang dikenal dengan agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai sarana-sarana vital di Jawa dan Madura. Jadi tujuan serangan ini bersifat ekonomis. Pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura.

Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB.

Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
  • Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul an Zeeland
  • Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby dan
  • Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
   Jendela Info      Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Agresi ini sering disebut dengan aksi polisionil yaitu perang melawan penjahat. Agresi militer dilakukan dua kali yaitu tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948.  

Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.
Pendaratan pasukan Belanda di Indonesia
Pendaratan pasukan Belanda di Indonesia

KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan Belanda di Bangka.

4. Perundingan Renville

Perundingan Renville - Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan Renville adalah:
  1. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
  2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk,
  3. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
  4. RI merupakan bagian dari RIS, dan
  5. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan Perundingan Linggarjati. Belanda kembali melanggar perjanjian dengan melakukan agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.

5. Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948)

Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948) - Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke II. Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang diawali dengan penerjunan pasukan payung di Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung dan menghancurkan konsentrasi-konsentrasi TNI. Dalam agresi kedua, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap para pemimpin politik serta militer.

   Jendela Info     Meskipun para pemimpin RI ditangkap, Belanda tidak menangkap Sri Sultan Hamengku Buwono I karena Belanda khawatir apabila Sri Sultan Hamengku Buwono I ditangkap
akan membangkitkan perlawanan rakyat Yogyakarta.

Meskipun para pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik Indonesia tidak berhenti. Sebelum ditangkap Presiden Soekarno memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui PDRI, pemerintahan tetap terus berjalan. PDRI mampu memberi instruksi kepada delegasi Indonesia di forum PBB untuk menerima penghentian tembak-menembak dan bersedia berunding dengan Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia internasional. Selain itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh Belanda.
Tentara Belanda sedang bergerak memasuki kota Yogyakarta dalam Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948.
Tentara Belanda sedang bergerak memasuki kota Yogyakarta dalam Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948.

6. Konferensi Asia di New Delhi

Konferensi Asia di New Delhi - Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 - 25 Januari 1949. Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia, dan New Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain.
Hasil konferensi Asia meliputi:
  1. pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta,
  2. pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
  3. penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
  4. penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Menanggapi rekomendasi Konferensi New Delhi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi PBB tanggal 28 Januari 1949 yang isinya:
  1. penghentian operasi militer dan gerilya,
  2. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda,
  3. pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
  4. akan diadakan perundingan secepatnya.
Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin mendapat dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda.

7. Perundingan Roem - Royen

Perundingan Roem - Royen - Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pada diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan menjelaskan realita di PBB. Salah satunya adalah L.N. Palar.

Sebagai reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI. UNCI kependekan dari United Nations Commission for Indonesia. UNCI dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia).

Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia Belanda. Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh an Royen. Dalam perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement.

Statement Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Roem-Royen.

Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah Republik Indonesia untuk:
  • menghentikan perang gerilya,
  • bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan, dan
  • ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag untuk mempercepat pengakuan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat dengan tanpa syarat.

Pernyataan dari delegasi Belanda, yaitu:
  • menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta,
  • menjamin penghentian gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik,
  • tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh RI sebelum 19 Desember 1948
  • menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari RIS, dan
  • berusaha agar KMB segera diadakan sesudah RI kembali ke Yogyakarta.
Dari dua usulan tersebut akhirnya diperoleh kesepakatan yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949. Kesepakatan antara lain:
  • Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk menghentikan tembak-menembak dan bekerja sama untuk menciptakan keamanan.
  • Pemerintah Belanda akan segera mengembalikan pemerintah Indonesia ke Yogyakarta, dan
  • kedua belah pihak sepakat untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
  Jendela Info   Sejarah diplomasi di Indonesia mengenal istilah pejuang diplomat atau diplomat pejuang . Julukan ini diberikan kepada Mohammad Hatta, H. Agus Salim, Sutan Syahrir, Mohammad Roem, Roeslan Abdul Gani, L.N. Palar, Adam Malik, dan Soedjatmoko.

8. Konferensi Meja Bundar (KMB)

Konferensi Meja Bundar (KMB) -  Merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen adalah diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia (KII) Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam menghadapi KMB.

Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting adalah akan dilakukan pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi. Pada bidang pertahanan diputuskan:
  • Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional,
  • TNI menjadi inti APRIS, dan negara bagian tidak memiliki angkatan perang sendiri.
KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa Indonesia – Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan perwakilan UNCI.

Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB.
  1. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
  2. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
  3. Belanda diwakili Mr. an Maarse een.
  4. UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, akhirnya KMB menghasilkan beberapa keputusan berikut.
  1. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
  2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
  3. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
  4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
  5. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa kor et akan diserahkan kepada RIS.
  6. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

  Jendela Info    Dalam KMB terdapat beberapa permasalahan yang sulit dipecahkan yaitu masalah Uni Indonesia-Belanda, masalah hutang, permasalahan Irian Barat, dan delegasi Indonesia menghendaki istilahpengakuan kedaulatan. 

Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan penandatanganan pengakuan kedaulatan secara bersamaan di Belanda dan di Indonesia. Di negeri Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J. A. Sassen, dan Drs. Moh. Hatta, bersama menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Sedangkan di Jakarta Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lo ink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.

Berikut ini dampak dan pengaruh KMB bagi rakyat Indonesia.
  • a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
  • b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
  • c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
  • d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan, bangsa Indonesia juga menempuh upaya diplomasi. Mengapa Ketika menghadapi sengketa dengan Malaysia mengenai masalah Sipadan Ligitan, pemerintah RI juga mengupayakan langkah diplomasi meskipun akhirnya mengalami kekalahan.

Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia yang diboncengi oleh NICA membawa ancaman bagi keberlangsungan kemerdekaan bangsa Indonesia. Belanda ternyata ingin menjajah kembali negara kita yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukti nyata keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia kembali adalah dilancarkannya Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948.

Untuk mempertahankan kemerdekaan, para pemimpin nasional menggunakan cara diplomasi dan perjuangan fisik. Langkah diplomasi dilakukan baik melalui forum internasional, seperti PBB maupun konferensi tingkat Asia di India. Kegiatan diplomasi (perundingan) juga dilakukan dengan Belanda, misalnya Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen, dan KMB.

Perjuangan fisik dalam mempertahankan kemerdekaan ditempuh oleh rakyat di berbagai pelosok Nusantara bersama dengan tentara. Beberapa contoh perjuangan fisik tersebut antara lain Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, Pertempuran Margarana, Pertempuran Medan Area, dan Serangan Umum 1 Maret 1949.

Setelah perjuangan yang cukup panjang, akhirnya tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Perjuangan para pahlawan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan sangat berat. Oleh karena itu sebagai generasi muda yang hidup di masa kemerdekaan, kalian harus menghargai jasa para pahlawan dan mengisi kemerdekaan dengan sebaik-sebaiknya. Misalnya belajar giat, prestasi yang dapat mengharumkan nama bangsa, dan lain-lain.

Salah satu cara menghargai jasa para pahlawan adalah meneladani nilai-nilai perjuangan mereka seperti rela berkorban, semangat patriotisme, pantang menyerah, cinta tanah air, dan bangsa, dan lain-lain.

Sekian artikel mengenai Perjuangan Melawan Belanda, Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap RI semoga dapat bermanfaat.