Menyusun Naskah Drama berdasarkan Cerpen

Mengubah naskah cerpen menjadi naskah drama - Pada pembahasan materi bahasa Indonesia kali ini mengenai menyusun naskah drama berdasarkan cerpen dan juga tentang contoh naskah drama berdasarkan cerpen, cara menulis naskah drama berdasarkan cerpen, menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang dibaca, membuat naskah drama dari cerpen, contoh cerpen menjadi naskah drama singkat, untuk lebih jelasnya dapat kalian simak dalam penjelasan berikut ini!

Mengubah naskah karya sastra cerpen menjadi naskah drama yang siap dipentaskan

Sebuah drama dapat dikatakan sebagai karya yang sempurna apabila drama tersebut sudah selesai dipentaskan. Namun, karena satu dan lain hal, ada beberapa naskah drama yang tidak dapat dipentaskan. Naskah drama yang tidak dapat dipentaskan disebut dengan istilah “closed drama”.

Drama merupakan sebuah seni yang kompleks, karena di dalamnya terdapat berbagai macam seni, seperti seni sastra, dekorasi tata panggung, tata lampu, busana, make up, musik, dan lain sebagainya. Untuk itu, pemahaman terhadap sebuah drama tidak cukup hanya dengan membaca naskah drama tanpa melihat hasil interpretasi dari sang sutradara di atas panggung.
Menyusun Naskah Drama berdasarkan Cerpen
Menyusun Naskah Drama berdasarkan Cerpen

Saat ini, banyak karya drama yang diciptakan atau dibuat berdasarkan karya-karya lain seperti prosa (cerpen atau novel) dan puisi. Proses perubahan karya semacam ini dikenal dengan istilah ekranisasi, misalnya: kita mengenal ada sinetron “Cintaku di Kampus Biru” yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Mira. W; “Si Doel Anak Sekolah” diangkat dari novel “Si Doel Anak Betawi”; film “November 1828” diangkat dari novel “Diponegoro”; film “Sengsara Membawa Nikmat” diangkat dari novel “Sengsara Membawa Nikmat”, film “Sitti Nurbaya” diangkat dari novel “Sitti Nurbaya”, dan lain sebagainya.

Kita pun dapat berlatih membuat naskah drama berdasarkan bentuk karya sastra yang lain. Berikut ini bentuk karya prosa (cerpen) yang kemudian diangkat menjadi naskah drama. Perhatikanlah dengan cermat bacaan berikut sebagai bahan referensi kalian!

MIMPI
Karya: Putu Wijaya
“Ya Tuhan, baru sekali inilah Kau kabulkan aku untuk mimpi, padahal aku sudah setengah mati merindukannya. Baru sekarang aku bisa melakukan apa saja yang ingin aku lakukan. Memukul pohon cemara misalnya,” katanya sambil menyepak dengan tenang pohon cemara itu.

“Atau melemparkan sebuah botol kosong ke atas panggung …” Ia segera mencari botol Seven Up kosong. Yang ditemukannya sebuah botol Fanta, lalu dilemparkannya ke panggung. Seekor kucing melonjak karena bunyi pecahan botol itu.

Pian tertawa ngakak. “Gile,” katanya berulang-ulang. “Baru sekali ini aku berhasil menjelmakan mimpiku. Coba kapan lagi aku bisa naik ke atas menara lampu ini kalau bukan sekarang dan mencuri lampulampunya?”

Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung memanjat menara lampu, mencopot lampu-lampu follow dan kemudian menjatuhkan balonnya ke bawah, bunyinya berdencing. Pian ketawa lagi.

Hari sudah pukul tiga, sedang enak-enaknya orang tidur. Entah kenapa tak seorang pun yang menghalangi apa yang dilakukan oleh Pian. Bahkan ketika Pian kemudian meloncat turun dari tembok dan ngeloyor menaiki sebuah mobil yang kebetulan parkir. Sopirnya sedang ngorok. Pian langsung saja membetot dan menendangnya keluar. Kemudian ia menjalankan mobil itu keluar sedikit seradak-seruduk, sebab ia memang tidak lihai betul mengemudi.

“Pokoknya aku harus ke Pecenongan sekarang,” katanya sambil melewati gerbang TIM.

Begitu selamat lewat gerbang, gas ditancapnya, mobil melesat ke arah yang bertentangan dengan arah lalu lintas, maklum jalan Cikini sebenarnya jalan satu arah.

Dengan cepat ia lewat di pompa bensin, lalu melemparkan puntung rokok sambil meludah.

“Rasain lhu. Kapan lagi gue bisa ngelempar rokok di pompa bensin kalau bukan sekarang!” teriaknya dengan acuh.

Ia juga sengaja menabrak warung Tegal dengan memaki-maki, “He mata lhu di mana, jualan yang bener dong, lihat mobil lewat masih nongkrong saja kayak nggak pernah lihat mobil. Masih pingin hidup nggak?” tanyanya. Karena gertaknya yang keras itu tak ada orang yang berani protes. Mengira ia militer yang sedang mabuk.

Karena terlalu banyak variasi, mobil Pian tidak sempat sampai di Pecenongan. Agaknya Pecenongan juga sudah sepi. Di samping itu Pian sendiri sudah lupa mau ke mana. Setelah putar-putar nabrak sana nabrak sini, entah berapa korban yang jatuh, mobilnya mulai batuk-batuk. Periksa punya periksa rupanya bensinya mulai habis.

“God Verdom Zeg, Gresi! Kok mobil dalam mimpi bisa kehabisan bensin!” teriak Pian sambil tertawa.

Sambil nggenjot gas kemudian ia tekan klakson. Korek api diraihnya. Lalu mobil itu dibakarnya. Sementara mobil meluncur menuju ke tangki minyak yang sedang parkir di muka Rumah Sakit, ia melompat.

Pian terpental-pental. Kepalanya benjol-benjol dan berdarah. Seluruh tubuhnya luka-luka kecil. Mungkin sekali salah satu bagian tubuhnya patah. Tapi ia masih sempat berdiri.

“Aneh juga, mimpi kok bisa sakit seperti ini,” katanya sambil mengurut badannya.

Tetapi yakin bahwa itu hanya mimpi, ia segera menguatkan dirinya bahwa setelah mimpi berakhir, toh segala kesakitan itu akan dengan sendirinya pudar.

Dengan tertatih-tatih Pian pulang. Ia tersungkur di selokan. Badannya basah kuyup, tapi ia hanya ketawa.

“Ini cuma mimpi. Dan mimpi buruk biasanya pahalanya kebalikannya,” katanya menghibur diri.

Pian termenung.

“Ya Tuhan,” rintihnya. “Mengapa mimpi ini panjang sekali. Aku cuma mau makan di Pecenongan, mengapa panjang sekali jalannya. Apa sih salahnya orang ingin mimpi makan sekali. Mentang-mentang nama gua Pian. Gua nggak mau mimpi lagi dah sekarang, kapok. Gua jual mimpi ini sama penjahat. Sama Idi Amin. Sama raksasa. Sama setan, biar dimakannya semua isi dunia ini. Masak jadi begini. Mau nggak gua jual mimpi ini sama Rusia, sama Amerika? Makanya kasih dong Pian ini kesempatan sedikit, ...”

Pian tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Badannya lemas. Ia rubuh. Tapi bersamaan dengan itu, hilang segala sakit. Segala perasaan. Segala keluh. Hilang segala mimpi. Ia tergeletak di depan rumahnya. Kaku. Matanya terpejam. Tapi mulutnya tersenyum, seakan-akan ia sudah terlepas dari mimpi buruk dan kembali ke dalam kehidupan nyata.

Jakarta, 2 September 1981
(Sumber: "Mimpi" dalam Gress, 1987)

Dialog adalah penggunaan bahasa untuk menciptakan pemikiran, karakter, dan peristiwa. Setiap naskah drama selalu melibatkan pemikiran. Dalam struktur dramatik, pemikiran meliputi ide dan emosi, yang ditunjukkan oleh kata-kata dari semua karakter dalam cerita. Pemikiran juga meliputi keseluruhan arti dari naskah drama, yang kadang disebut tema.

Beberapa hal yang perlu kalian perhatikan dalam memilih karya sastra bukan bentuk drama, yang akan kalian jadikan menjadi naskah drama, antara lain berikut.
  1. Pilihlah naskah yang memiliki tema atau cerita yang menarik.
  2. Pilihlah naskah yang memiliki muatan yang dapat kalian bentuk menjadi dialog antartokoh.
  3. Pahamilah isi cerita atau tema dari karya tersebut sebelum kalian ubah menjadi bentuk drama.
  4. Kembangkan kreativitas pemikiran kalian dengan referensi yang kalian miliki untuk menciptakan bentuk-bentuk dialog dengan diksi yang menarik.
Berikut naskah drama sebagai hasil penggubahan cerpen “Mimpi” di atas, sebagai bahan pertimbangan kalian dalam menyusun sebuah naskah drama dari karya sastra lain.
Mimpi
Karya: Putu Wijaya
  • Pian : Ya Tuhan, baru sekali inilah Kau kabulkan aku untuk mimpi, padahal aku sudah setengah mati merindukannya. Baru sekarang aku bisa melakukan apa saja yang ingin aku lakukan. Memukul pohon cemara misalnya! (sambil menyepak dengan tenang pohon cemara itu) Atau melemparkan sebuah botol kosong ke atas panggung … (lalu sebuah botol kosong melayang ke atas panggung). Gile!!! (sambil tertawa ngakak) Baru sekali ini aku berhasil menjelmakan mimpiku. Coba kapan lagi aku bisa naik ke atas menara lampu ini kalau bukan sekarang ini! Ha … ha … ha … (sambil terus memanjat ke atas, lalu mencopot dan menjatuhkan lampu-lampu itu ke bawah) Ha ... ha ... ha ...
Hari sudah pukul tiga dini hari, orang sedang enak-enaknya tidur. Dan entah kenapa tak ada seorang pun yang menghalangi apa yang dilakukan Pian. 
  • Pian : Pokoknya aku harus ke Pecenongan sekarang! (Sambil terus tertawa Pian seolah mengemudikan mobilnya seradak-seruduk, lampu-lampu merah diterjangnya, pejalan, pedagang kaki lima, dan mobil mewah yang kebetulan parkir di pinggir jalan diserempetnya) Ha ... ha ... haa! (Dengan cepat ia pun lewat di pompa bensin, lalu melemparkan  puntung-puntung rokok sambil meludah) Rasain lhu! Kapan lagi gua bisa ngelempar rokok di pompa bensin kalau bukan sekarang!
Suara berdebum, lalu seolah ia melanjutkan perjalanannya.
  • Pian : He mata lhu di mana???!!! Jualan yang bener dong!!! Lihat ada mobil lewat masih aja nongkrong, emang nggak pernah lihat mobil???!!! Masih ingin hidup nggak??!!! (Mobilnya pun mulai batuk-batuk, periksa punya periksa rupanya bensinnya mulai habis). 
  • Pian : God Verdom Zeg, Gresi!!! Kok mobil dalam mimpi bisa kehabisan bensin?!!! (Sambil nginjak gas, ia tekan klakson. Korek api diraihnya lalu mobil dibakar dan meluncur menuju mobil tangki minyak yang sedang parkir di muka rumah sakit, ia pun melompat).
Pian terpental-pental. Kepalanya benjol-benjol. Seluruh tubuhnya luka-luka kecil. Mungkin sekali salah satu bagian tubuhnya patah. Tapi ia masih sempat berdiri.
  • Pian : Aneh juga, mimpi kok bisa sakit seperti ini. (Dengan tertatih-tatih ia pulang. Ia tersungkur ke selokan, badannya basah kuyup). Ini cuma mimpi. Dan mimpi buruk biasanya pahalanya kebalikannya. 
  • Pian : Ya Tuhan. Mengapa mimpi ini panjang sekali. Aku cuma mau makan di Pecenongan, mengapa panjang sekali jalannya. Apa sih salahnya orang ingin mimpi makan sekali??!!! Mentang-mentang nama gua Pian! Gua nggak mau mimpi lagi dah sekarang! Kapok!!! Gua jual mimpi ini sama penjahat! Sama Idi Amin! Sama raksasa. Sama setan, biar dimakannya semua isi dunia ini! Masak jadi begini??!!! Mau nggak gua jual mimpi ini sama Rusia, sama Amerika??!! Makanya kasih dong Pian ini kesempatan sedikit!!!
(Sumber: “Mimpi” dalam Gress, 1987)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis naskah drama berdasarkan cerpen antara lain memahami isi cerita dan tema dengan baik serta mengembangkan kreativitas cerita pendek ke dalam bentuk dialog dengan diksi yang menarik.

Sekian pembahasan mengenai Menyusun Naskah Drama berdasarkan Cerpen dan juga tentang cara menulis naskah drama berdasarkan cerpen, contoh naskah drama berdasarkan cerpen, menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang dibaca, contoh cerpen menjadi naskah drama singkat, dan membuat naskah drama dari cerpen, semoga dapat mudah kalian pahami, selamat belajar!