Nilai-Nilai Konstitusi Pertama

Nilai-Nilai Konstitusi Pertama - Dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia sampai memperoleh kemerdekaan, terdapat nilai-nilai perjuangan yang patut kamu pertahankan dan laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-Nilai Konstitusi Pertama

Nilai-nilai yang dapat kamu praktikan, yaitu sebagai berikut.
  1. Nilai persatuan dan kesatuan, yaitu pencapaian kesepakatan atas batang tubuh UUD 1945 memerlukan jiwa persatuan dan kesatuan. Golongan nasionalis dan golongan nasionalis agamis tidak mempertahankan pendapatnya. Golongan nasionalis dan golongan nasionalis agamis tidak ingin keutuhan dan kemerdekaan yang telah dicapai menjadi terpecah belah kembali. Untuk itulah, penghapusan tujuh kata kunci dalam rumusan Piagam Jakarta menunjukkan semangat menjaga ke utuhan bangsa dan negara.
  2. Nilai rela berkorban, yaitu para pejuang telah menunjukkan semangat juang yang tinggi dan pengorbanannya yang tidak ternilai dan tanpa pamrih. Semuanya berkeinginan agar bangsa Indonesia dapat merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai dengan susah payah dari tangan penjajah.
  3. Nilai nasionalisme atau cinta tanah air, yaitu kesungguhan dan rela berkorban adalah salah satu bukti rasa cinta tanah air. Para pejuang bangsa telah memperlihatkan bahwa pengorbanannya didasari oleh rasa patriotisme, bukan keinginan untuk memperoleh kekuasaan, apalagi kekayaan.
  4. Nilai tenggang rasa, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat antarpribadi dan golongan. Perbedaanperbedaan dalam menentukan dasar negara (isi batang tubuh UUD) tidak menjadikan mereka bermusuhan. 
    Nilai-Nilai Konstitusi Pertama
    Nilai-Nilai Konstitusi Pertama
Akan tetapi, dengan semangat musyawarah, mereka mencapai kesepakatan luhur yang dapat diterima oleh semua pihak. Apakah nilai-nilai tersebut telah kamu miliki dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari? Nilai-nilai tersebut memperlihatkan bahwa para pejuang telah memberikan suri teladan bagi kamu sebagai generasi penerus untuk mengisi kemerdekaan.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa-jasa pahlawannya dan menghargai pah lawannya. Penghargaan bagi pahlawan adalah meneruskan cita-cita perjuangan mereka dan melestarikan nilai-nilai perjuangannya. Oleh karena itu, tugas kita sebagai pelajar adalah belajar dengan sungguh-sungguh untuk membangun dan menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih maju dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Nasionalisme ala Pemuda
BI Purwantari (salah satu tokoh pemuda saat proklamasi Indonesia)’’menyatakan lebih baik musnah dari pada dijajah lebih baik tergilas oleh pertempuran dari pada hidup menyerah ditahan oleh tentara imperialis jahanam.’’ Begitulah bunyi ungkapan-ungkapan kemarahan para pemuda saat revolusi kemerdekaan 1945. Ungkapan-ungkapan tersebut terekam di dalam buku berjudul Dokumentasi Pemuda, Sekitar Proklamasi Indonesia Merdeka, yang diterbitkan oleh Badan Penerangan Pusat SBPI pada 1948.

Arti penting buku tipis yang hanya tersedia edisi fotokopinya di Perpustakaan Nasional ini adalah bahwa wacana tentang nasionalisme populer muncul dari kalangan pemuda dan menjadi pendorong berdirinya negara Indonesia. Wacana itu lahir dari pengalaman konkret para pemuda dari berbagai kelompok maupun kelas sosial yang bersama-sama menghimpun kekuatan untuk mengusir kekuatan fasis dan imperialis dari wilayah yang kemudian mereka namakan bangsa Indonesia.

Dalam bukunya, Java in a Time of revolution; Occupation and Resistence, 1944–1946, terbitan Cornell University Pres, 1972, maupun dari edisi bahasa Indonesianya, Revolusi Pemuda terbitan Sinar Harapan, 1988, Ben Anderson menguraikan bahwa ‘’Organisasi-organisasi pemuda yang terbentuk di masa pendudukan adalah hasil dari situasi krisis. Lembaga ini bukanlah sebuah jejak untuk menapaki karier atau bagian dari proses siklus kehidupan. Organisasi-organisasi itu diciptakan bagi satu momen sejarah ke depan, yaitu sejarah terbentuknya sebuah bangsa.’’

Pengalaman mereka di dalam organisasi-organisasi tersebut memungkinkan para pemuda membangun rasa solidaritas, rasa persaudaraan, serta kekuatan massa di antara mereka sendiri yang dalam kenyataannya berasal dari berbagai daerah, kelompok budaya, agama maupun kelas sosial. Pentingnya kelompok-kelompok ini terletak bukan pada pengaruhnya terhadap pemerintahan pendudukan, melainkan pada identitas-identitas politik yang mereka ciptakan, yang sangat berarti setelah berakhirnya perang itu.

Bahkan, menurut Ben Anderson, gerakan bawah tanah yang dijalankan para pemuda paling tepat dilihat sebagai kerangka pemikiran ketimbang sebagai organisasi atau bahkan kelompok-perkelompok. Ia mencerminkan kemauan yang tumbuh dipihak pemuda metropolitan untuk mengganggap diri sebagai pemikir pikiran-pikiran berbahaya.
Sumber: icanxkecil.wordpress.com