Suasana Kebatinan Konstitusi Pertama - Setelah mengetahui motivasi bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan, bagaimana usaha-usaha para tokoh perjuangan Indonesia dalam mempersiapkan kemerdekaan? Tokoh-tokoh tersebut merumuskan konstitusi sebagai dasar negara. Konstitusi yang pertama bagi negara Indonesia adalah UUD 1945. Namun sebelumnya, harus mengetahui dahulu tentang sejarah perumusan UUD 1945 sebagai konstitusi pertama Republik Indonesia.
Pada peringatan Pembangunan Djawa Baroe pada 1 Maret 1945 tepat pada saat kali pertama tentara Jepang mendarat di Hindia Belanda, pemerintah Jepang mengumumkan dua hal yang disangkanya akan membuat gembira bangsa Indonesia yaitu sebagai berikut.
Pada saat itu badan penyelidik ialah sebagai berikut:
Ketua (Kaicoo) : Dr. K. R. T. Rajiman Wediodiningrat
Ketua Muda (Fuku Kaicoo) : Ichibangase
Ketua Muda (Fuku Kaicoo) : R. P. Soeroso
Enam puluh (60) orang anggota biasa bangsa Indonesia (tidak termasuk ketua dan ketua muda) berdasarkan nomor tempat duduknya adalah sebagai berikut:
(1) Ir. Soekarno,
(2) Moh. Yamin,
(3) Dr. R. Kusumah Atmaja,
(4) R. Abdulrahim Pratalykrama,
(5) R. Aris,
(6) K.H. Dewantara,
(7) K. Bagus H. Hadikusuma,
(8) M. P. H.Bintoro,
(9) A.K. Moezakkir,
(10) B. P. H. P. Poeroebojo,
(11) R.A.A. Wiranatakoesoema,
(12) Ir. R. Asharsoetdjo,
(13) Oeji Tjiang Tjoei,
(14) Drs. Moh. Hatta,
(15) Oei Tjong Hauw,
(16) H. Agoes Salim,
(17) M.Soerarjo Kartohadikusumo,
(18) R.M. Margono Djojohadikusumo
(19) K. H. Abdul Halim,
(20) K. H. Masjkoer,
(21) R. Soedirman,
(22) Prof. Dr. P. A. H. Djajadiningrat,
(23) Prof. Dr. Soepomo,
(24) Prof. Ir. Roesono,
(25) Mr. R. P. Saragih,
(26) Ny. Maria Ulfah Santosa,
(27) RMT. A Soerjo,
(28) R. Ruslan Wongsokusumo,
(29) R. Soesanto Tirtoprodjo,
(30) Ny. R. S. S. Soenarjo Mangunpoespito,
(31) Dr. R. Boentaran Martoatmodjo,
(32) Liem koen Hian,
(33) Mr. J. Latuharhary,
(34) Mr. R. Hindromartono,
(35) R. Soekardjo,
(36) Hadji Ah. Sanoesi,
(37) A. M. Dasaad,
(38) Mr. Tan Eng Hoa,
(39) Ir. R. M. P. Soerachaman Tjokroadisoeryo
(40) R. A. A. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro,
(41) K. R. M. T. H. Wongsonegoro,
(42) Mr. A. Soebardjo,
(43) Prof. Dr. R. Djenal Asiki Widjajakoesoemo,
(44) Abikoesno Tjokroseojoso,
(45) Parada Harahap,
(46) Mr. R. M. Sartono,
(47) K. H. M. Mansoer,
(48) K. R. M. A. Sosrodiningrat,
(49) Mr. R. Soewarndi,
(50) K. H. A. Wachid Hasjim,
(51) P. F. Dahler,
(52) Dr. Soekiman,
(53) Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro,
(54) R. Otto Iskandar Dinata,
(55) A. Baswedan,
(56) Abdul Kadir,
(57) Dr. Samsi,
(58) Mr. A. A. Maramis,
(59) Mr. Samsoedin,
(60) Mr. R. Sastromoeljono.
Agar lebih menarik dukungan dan hati bangsa Indonesia, pemerintah tentara Jepang melaksanakan tindakan-tindakan populis (paham yang mengakui dan menjunjung tinggi hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil) antara lain:
Berikut tokoh-tokoh yang telah merumuskan dasar negara.
a. Ir. Soekarno, dengan rumusan yang dinamakan Pancasila:
1) Kebangsaan Indonesia;
2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan;
3) Mufakat atau Demokrasi;
4) Kesejahteraan sosial;
5) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Soepomo, dengan rumusan:
1) Persatuan;
2) Kekeluargaan;
3) Keseimbangan lahir dan batin;
4) Musyawarah;
5) Keadilan Rakyat.
c. Moh. Yamin, dengan rumusan:
1) Perikebangsaan;
2) Perikemanusiaan;
3) Periketuhanan;
4) Perikerakyatan;
5) Kesejahteraan Rakyat.
Namun dalam usulan tertulisnya, rumusan dari Moh. Yamin menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan persatuan, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sidang I BPUPKI, belum terjadi kesepakatan final tentang rumusan dasar negara. Pada 2 Juni 1945, dibentuk sebuah panitia kecil yang berkewajiban menggolong-golongkan dan memeriksa usul-usul tertulis dari anggota mengenai kemerdekaan tanah air Indonesia.
Panitia kecil tersebut beranggotakan 8 orang, yaitu Ir. Soekarno sebagai Ketua Panitia Kecil kemudian menyampaikan laporan apa yang telah dikerjakan sejak 1 Juni. Disebutkan bahwa pada 22 Juni, berlangsung rapat antara Panitia Kecil dengan Anggota Dokuritsu Jyunbi Coosakai yang berjumlah 39 orang di gedung kantor Besar Jawa Hooko Kai.
Hasilnya, terbentuklah sebuah Panitia Kecil yang berjumlah 9 orang yaitu:
a. Ir. Soekarno,
b. Drs. Moh. Hatta,
c. Wachid Hasyim,
d. A. Maramis,
e. Abikusno Tjokrosuroso,
f. AK. Muzakir,
g. H. Agus Salim,
h. Achmad Subagjo, dan
i. Moh. Yamin.
Pada 22 Juni 1945, Panitia 9 mencapai suatu kesepakatan vivendi (kesepakatan luhur) yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang berisi rancangan naskah Mukadimah Undang-Undang Dasar. Pada awalnya Piagam Jakarta ini disusun untuk dijadikan sebagai teks proklamasi kemerdekaan.
Dalam alinea keempat Piagam Jakarta, dicantumkan rumusan dasar negara, yaitu sebagai berikut.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-Nya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Hasil kesepakatan ini disampaikan Panitia Kecil dan Badan Penyelidik pada 10 Juli 1945. Panitia Kecil menerima dengan bulat hasil rancangan Preambule (pembukaan) yang disusun oleh Panitia Sembilan. Dalam sidang II BPUPKI pada 10 Juli 1945 telah diambil keputusan tentang bentuk negara. Hasilnya, dari 64 suara (karena ada beberapa anggota yang berhalangan hadir), 55 orang setuju bentuk negara Republik, 6 orang memilih bentuk kerajaan, 2 orang bentuk lain, dan 1 orang blangko (abstain).
Pada 11 Juli, telah diambil keputusan tentang luas negara. Terdapat tiga usulan luas wilayah negara yaitu sebagai berikut.
Dalam sidang II BPUPKI Ir. Soekarno sebagai ketua Panitia 9 menyampaikan hasil keputusan yang disebut Piagam Jakarta untuk dijadikan Mukaddimah Undang-Undang Dasar. Pada sidang kedua tersebut, dibahas juga tentang rancangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara hasil dari subpanitia yang diketuai oleh Soepomo. Pada 16 Juli 1945, BPUPKI menyepakati rancangan Mukaddimah dan Batang Tubuh UUD.
Pada Agustus 1945, posisi Jepang semakin rawan dan terancam oleh kekuatan Sekutu. Pada 7 Agustus 1945, atas persetujuan Komando Tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai. Panitia ini semula ber anggotakan 21 orang. Namun atas usul Ir, Soekarno, ditambah 6 orang sehingga jumlahnya menjadi 27 orang. Panitia ini diketuai oleh Ir, Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta sebagai wakilnya. Selengkapnya nama-nama angota PPKI adalah sebagai berikut:
(1) Ir. Soekarno,
(2) Drs. Moh. Hatta,
(3) Drs. Radjiman Wediodiningrat,
(4) Ki Bagus Radjiman Hadikoesoemo,
(5) Oto Iskandardinata,
(6) Pangeran Purubojo,
(7) Pangeran Soerjohamidjojo,
(8) Soetardjo Kartohamidjojo,
(9) Prof. Mr. Dr. Soepomo,
(10) Abdul Kadir,
(11) Drs. Yap Tjwan Bing,
(12) Dr. Moh. Amir,
(13) Mr. Abdul Abbas,
(14) Dr. Ratulangi,
(15) Andi Pangeran,
(16) Mr. Latuharhary,
(17) Mr. Pudja,
(18) A. H. Hamidan,
(19) R. P. Soeroso,
(20) Abdul Wachid Hasyim,
(21) Mr. Mohammad Hasan,
(22) Wiranatakusunah,
(23) Ki Hajar Dewantara,
(24) Mr. Kasman Singodimedjo,
(25) Sajuti Melik,
(26) Mr. Iwa Koesoema Soemantri,
(27) Mr. Achmad Soebardjo.
Pada 9 Agustus 1945, Radjiman, Ir. Soekarno, dan Drs. Moh. Hatta diundang Komando Tertinggi Jepang. Jenderal Terauchi, di Dalat Saigon. Pada 12 Agustus 1945 Jenderal Terauchi memberitahukan bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan untuk segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Telah direncanakan dan disetujui bahwa akan dibuat majelis pembentuk UUD yang akan bersidang pada 19 Agustus 1945. Setelah itu, pada 24 Agustus 1945, Indonesia akan diproklamasikan kemerdekaannya.
Menurut Ir. Soekarno, terdapat tiga keputusan yang disampaikan yaitu sebagai berikut.
Permintaan golongan pemuda yang ingin memproklamasikan kemerdekaan atas prakasanya sendiri, belum mendapat persetujuan dari Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Oleh karena itu golongan pemuda mengamankan kedua tokoh tersebut keluar kota, tepatnya ke daerah Rengasdengklok sebuah kota kecil di Karawang.
Golongan pemuda yang mengawal Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok di antaranya ialah Sukarni, Yusuf Kunto, dan Syudanco Singgih. Setelah kedua tokoh tersebut tiba di Rengasdengklok, Yusuf Kunto kembali ke Jakarta. Di Jakarta terjadi pertemuan antara golongan pemuda dan Mr. Achmad Soebarjo selaku wakil golongan tua. Dalam pertemuan itu dicapai kata sepakat bahwa proklamasi harus dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Maka, pada 16 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dikawal golongan pemuda kembali ke Jakarta. Pada 16 Agustus 1945, dibuat naskah pernyataan kemerdekaan yang disusun oleh anggota-anggota PPKI dan tokoh pemuda di kediaman Kolonel Maida, seorang Perwira Angkatan Laut Jepang. Pada saat itu, tidak ada yang membawa naskah Piagam Jakarta yang telah disepakati untuk dijadikan teks proklamasi.
Tepat pada pukul 10.00 hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945, teks yang telah disusun semalam, dibacakan dan ditandatangani oleh Seokarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Dengan demikian, pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah memproklamasikan diri menjadi negara yang merdeka bebas dari penjajahan bangsa lain. Setelah pengucapan pidato proklamasi, dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih yang dijahit tangan oleh ibu negara, yaitu Ibu Fatmawati. Penarikan bendera dilakukan oleh S. Suhud dibantu dengan Cudancco Latief Hendraningrat sambil diiringi lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh hadirin. Upacara ini berlangsung di Jln. Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.
Peristiwa proklamasi berlangsung sederhana, tetapi penuh khidmat, meskipun hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, membawa perubahan yang besar bagi bangsa Indonesia. Setelah itu, Indonesia menyatakan diri menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari penjajahan bangsa lain. Berita tentang proklamasi disebarkan melalui siaran Radio Domei (kantor berita pemerintahan pendudukan Jepang) walaupun pemancarnya dilarang dan disegel oleh tentara Jepang. Untuk mengatasi hal ini para pemuda Indonesia tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru sehingga berita proklamasi kemerdekaan dapat tersebar secara luas kepada rakyat.
Pada 18 Agustus 1945, semua anggota PPKI diundang untuk melaksanakan sidang guna menetapkan UUD serta memilih presiden dan wakil presiden. Dalam persidangan itu, terdapat beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD hasil Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil Sidang II BPUPKI. Empat perubahan yang disepakati tersebut adalah sebagai berikut.
Dengan perubahan-perubahan itu, terutama dalam bagian Pembukaan UUD 1945, maka rumusan dasar negara Pancasila yaitu sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Undang-undang yang disusun oleh BPUPKI dan Undang- Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI, tidak memuat satu pasal pun mengenai luas wilayah dan batas negara. Namun, dalam rapat pada 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno menerangkan bahwa dirinya diberitahukan oleh Jenderal Terauchi bahwa negara Indonesia merdeka akan meliputi batas Hindia Belanda dahulu.
Selengkapnya, keputusan yang dihasilkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, yaitu sebagai berikut:
a. mengesahkan dan menetapkan UUD 1945;
b. memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden;
c. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Dengan disahkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, resmilah Indonesia menjadi sebuah negara. UUD 1945 ini merupakan konstitusi yakni sebagai hukum dasar tertulis bagi aturan-aturan dalam penye lenggaraan pemerintahan negara yang telah dibentuk. PPKI juga telah memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk menyelenggarakan pemerintahan. Jumlah pasal dalam batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 37 pasal, empat aturan peralihan dan dua aturan tambahan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suasana kebatinan ketika merumuskan dasar negara dapat dilihat dari sikap kebersamaan, menghormati pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak, mementingkan persatuan dan kesatuan, legawa (ikhlas) dalam menerima keputusan dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, suasana kebatinan diselimuti oleh keadaan negara yang masih dalam suasana peperangan dan dijajah oleh negara lain, Oleh karena itu, Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI menegaskan bahwa apa yang diputuskan hari itu adalah UUD Sementara atau Undang-Undang Dasar Kilat, sehingga nantinya dapat dibicarakan lagi untuk diubah jika bangsa Indonesia sudah hidup bernegara dalam suasana tenteram. Hal ini seperti yang ditulis oleh Moh. Yamin mengutip perkataan Ir. Soekarno “... Ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan agar kita hari ini bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini.”
Ir. Soekarno telah berpikiran bahwa kelak apabila keadaan negara sudah tenteram (karena suasana saat itu masih perang) dapat membuat UUD yang lebih sempurna dan lengkap. Hal ini diperkuat dengan dimuatnya aturan tambahan UUD 1945 ayat 2 bahwa “ dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis ini bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.” Tata cara perubahan itu sendiri diatur juga dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 37.
Selain itu, suasanan kebatinan yang ada ketika membahas konstitusi pertama terurai dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut.
Suasana Kebatinan Konstitusi Pertama
Persiapan Kemerdekaan Indonesia oleh BPUPKI dan PPKI
Persiapan Kemerdekaan Indonesia oleh BPUPKI dan PPKI - Serangan-serangan balasan dari pihak Sekutu membuat satu per satu daerah yang sebelumnya dikuasai oleh Jepang, jatuh kembali ke tangan Sekutu. Agar rakyat Indonesia memberikan dukungan, Perdana Menteri Jepang, Kuniaki Kaiso, pada 7 September 1944 di depan resepsi istimewa The Imperial Dies ke-85 memberikan janji-janjinya berupa kemerdekaan kepada rakyat Indonesia, “the Japanese empire hereby announce the future independence of all Indonesiaan people.” Agar ajakan itu mendapat simpati dari rakyat, pemerintah pendudukan Jepang membolehkan pengibaran bendera merah putih berdampingan dengan bendera Jepang.Sidang I BPUPKI di laksanakan mulai 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 yang dilangsungkan di Gedung Tiuoo Sangi in (sekarang menjadi Gedung Departemen Luar Negeri). Suasana Kebatinan Konstitusi Pertama |
Pada peringatan Pembangunan Djawa Baroe pada 1 Maret 1945 tepat pada saat kali pertama tentara Jepang mendarat di Hindia Belanda, pemerintah Jepang mengumumkan dua hal yang disangkanya akan membuat gembira bangsa Indonesia yaitu sebagai berikut.
- Akan didirikan Dokuritsu Jyunnbi Coosakai yaitu badan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan.
- Akan memperluas pembicaraan tentang kemerdekaan yang sudah dijanjikan pada 7 September 1944.
Pada saat itu badan penyelidik ialah sebagai berikut:
Ketua (Kaicoo) : Dr. K. R. T. Rajiman Wediodiningrat
Ketua Muda (Fuku Kaicoo) : Ichibangase
Ketua Muda (Fuku Kaicoo) : R. P. Soeroso
Enam puluh (60) orang anggota biasa bangsa Indonesia (tidak termasuk ketua dan ketua muda) berdasarkan nomor tempat duduknya adalah sebagai berikut:
(1) Ir. Soekarno,
(2) Moh. Yamin,
(3) Dr. R. Kusumah Atmaja,
(4) R. Abdulrahim Pratalykrama,
(5) R. Aris,
(6) K.H. Dewantara,
(7) K. Bagus H. Hadikusuma,
(8) M. P. H.Bintoro,
(9) A.K. Moezakkir,
(10) B. P. H. P. Poeroebojo,
(11) R.A.A. Wiranatakoesoema,
(12) Ir. R. Asharsoetdjo,
(13) Oeji Tjiang Tjoei,
(14) Drs. Moh. Hatta,
(15) Oei Tjong Hauw,
(16) H. Agoes Salim,
(17) M.Soerarjo Kartohadikusumo,
(18) R.M. Margono Djojohadikusumo
(19) K. H. Abdul Halim,
(20) K. H. Masjkoer,
(21) R. Soedirman,
(22) Prof. Dr. P. A. H. Djajadiningrat,
(23) Prof. Dr. Soepomo,
(24) Prof. Ir. Roesono,
(25) Mr. R. P. Saragih,
(26) Ny. Maria Ulfah Santosa,
(27) RMT. A Soerjo,
(28) R. Ruslan Wongsokusumo,
(29) R. Soesanto Tirtoprodjo,
(30) Ny. R. S. S. Soenarjo Mangunpoespito,
(31) Dr. R. Boentaran Martoatmodjo,
(32) Liem koen Hian,
(33) Mr. J. Latuharhary,
(34) Mr. R. Hindromartono,
(35) R. Soekardjo,
(36) Hadji Ah. Sanoesi,
(37) A. M. Dasaad,
(38) Mr. Tan Eng Hoa,
(39) Ir. R. M. P. Soerachaman Tjokroadisoeryo
(40) R. A. A. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro,
(41) K. R. M. T. H. Wongsonegoro,
(42) Mr. A. Soebardjo,
(43) Prof. Dr. R. Djenal Asiki Widjajakoesoemo,
(44) Abikoesno Tjokroseojoso,
(45) Parada Harahap,
(46) Mr. R. M. Sartono,
(47) K. H. M. Mansoer,
(48) K. R. M. A. Sosrodiningrat,
(49) Mr. R. Soewarndi,
(50) K. H. A. Wachid Hasjim,
(51) P. F. Dahler,
(52) Dr. Soekiman,
(53) Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro,
(54) R. Otto Iskandar Dinata,
(55) A. Baswedan,
(56) Abdul Kadir,
(57) Dr. Samsi,
(58) Mr. A. A. Maramis,
(59) Mr. Samsoedin,
(60) Mr. R. Sastromoeljono.
Agar lebih menarik dukungan dan hati bangsa Indonesia, pemerintah tentara Jepang melaksanakan tindakan-tindakan populis (paham yang mengakui dan menjunjung tinggi hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil) antara lain:
- Perkataan To-Indo yang berarti Hindia Belanda diganti dengan Kata Indonesia.
- Perkataan bahasa Melayu diganti dengan bahasa Indonesia.
- Perkataan Genzyuumin (penduduk asli/pribumi dalam bahasa Jepang) diganti dengan Indonesia Zin (orang Indonesia).
- Khusus hari Jumat, aturan jam kerja diubah menjadi setengah hari, tujuannya agar umat muslim tidak terganggu dalam melaksanakan ibadah shalat Jumat.
Berikut tokoh-tokoh yang telah merumuskan dasar negara.
a. Ir. Soekarno, dengan rumusan yang dinamakan Pancasila:
1) Kebangsaan Indonesia;
2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan;
3) Mufakat atau Demokrasi;
4) Kesejahteraan sosial;
5) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Soepomo, dengan rumusan:
1) Persatuan;
2) Kekeluargaan;
3) Keseimbangan lahir dan batin;
4) Musyawarah;
5) Keadilan Rakyat.
c. Moh. Yamin, dengan rumusan:
1) Perikebangsaan;
2) Perikemanusiaan;
3) Periketuhanan;
4) Perikerakyatan;
5) Kesejahteraan Rakyat.
Namun dalam usulan tertulisnya, rumusan dari Moh. Yamin menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan persatuan, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sidang I BPUPKI, belum terjadi kesepakatan final tentang rumusan dasar negara. Pada 2 Juni 1945, dibentuk sebuah panitia kecil yang berkewajiban menggolong-golongkan dan memeriksa usul-usul tertulis dari anggota mengenai kemerdekaan tanah air Indonesia.
Panitia kecil tersebut beranggotakan 8 orang, yaitu Ir. Soekarno sebagai Ketua Panitia Kecil kemudian menyampaikan laporan apa yang telah dikerjakan sejak 1 Juni. Disebutkan bahwa pada 22 Juni, berlangsung rapat antara Panitia Kecil dengan Anggota Dokuritsu Jyunbi Coosakai yang berjumlah 39 orang di gedung kantor Besar Jawa Hooko Kai.
Hasilnya, terbentuklah sebuah Panitia Kecil yang berjumlah 9 orang yaitu:
a. Ir. Soekarno,
b. Drs. Moh. Hatta,
c. Wachid Hasyim,
d. A. Maramis,
e. Abikusno Tjokrosuroso,
f. AK. Muzakir,
g. H. Agus Salim,
h. Achmad Subagjo, dan
i. Moh. Yamin.
Pada 22 Juni 1945, Panitia 9 mencapai suatu kesepakatan vivendi (kesepakatan luhur) yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang berisi rancangan naskah Mukadimah Undang-Undang Dasar. Pada awalnya Piagam Jakarta ini disusun untuk dijadikan sebagai teks proklamasi kemerdekaan.
Dalam alinea keempat Piagam Jakarta, dicantumkan rumusan dasar negara, yaitu sebagai berikut.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-Nya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Hasil kesepakatan ini disampaikan Panitia Kecil dan Badan Penyelidik pada 10 Juli 1945. Panitia Kecil menerima dengan bulat hasil rancangan Preambule (pembukaan) yang disusun oleh Panitia Sembilan. Dalam sidang II BPUPKI pada 10 Juli 1945 telah diambil keputusan tentang bentuk negara. Hasilnya, dari 64 suara (karena ada beberapa anggota yang berhalangan hadir), 55 orang setuju bentuk negara Republik, 6 orang memilih bentuk kerajaan, 2 orang bentuk lain, dan 1 orang blangko (abstain).
Pada 11 Juli, telah diambil keputusan tentang luas negara. Terdapat tiga usulan luas wilayah negara yaitu sebagai berikut.
- Bekas wilayah Hindia Belanda dahulu.
- Bekas wilayah Hindia Belanda ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Irian Timur, dan pulau-pulau sekitarnya.
- Bekas wilayah Hindia Belanda ditambah dengan Malaya tetapi dikurangi Irian Barat. Dari tiga usulan tersebut, dari 66 orang anggota BPUPKI di antaranya 19 orang memilih opsi a, 39 orang memilih opsi b, 6 orang memilih opsi c, 1 orang lain-lain daerah dan 1 orang blangko (abstain).
- panitia untuk merancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soepomo;
- panitia untuk menyelidiki keuangan dan ekonomi yang diketuai Drs. Moh. Hatta; dan
- panitia untuk merancang hal pembelaan tanah air yang diketuai oleh Abikusno Tjokroseojoso.
Dalam sidang II BPUPKI Ir. Soekarno sebagai ketua Panitia 9 menyampaikan hasil keputusan yang disebut Piagam Jakarta untuk dijadikan Mukaddimah Undang-Undang Dasar. Pada sidang kedua tersebut, dibahas juga tentang rancangan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara hasil dari subpanitia yang diketuai oleh Soepomo. Pada 16 Juli 1945, BPUPKI menyepakati rancangan Mukaddimah dan Batang Tubuh UUD.
Pada Agustus 1945, posisi Jepang semakin rawan dan terancam oleh kekuatan Sekutu. Pada 7 Agustus 1945, atas persetujuan Komando Tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai. Panitia ini semula ber anggotakan 21 orang. Namun atas usul Ir, Soekarno, ditambah 6 orang sehingga jumlahnya menjadi 27 orang. Panitia ini diketuai oleh Ir, Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta sebagai wakilnya. Selengkapnya nama-nama angota PPKI adalah sebagai berikut:
(1) Ir. Soekarno,
(2) Drs. Moh. Hatta,
(3) Drs. Radjiman Wediodiningrat,
(4) Ki Bagus Radjiman Hadikoesoemo,
(5) Oto Iskandardinata,
(6) Pangeran Purubojo,
(7) Pangeran Soerjohamidjojo,
(8) Soetardjo Kartohamidjojo,
(9) Prof. Mr. Dr. Soepomo,
(10) Abdul Kadir,
(11) Drs. Yap Tjwan Bing,
(12) Dr. Moh. Amir,
(13) Mr. Abdul Abbas,
(14) Dr. Ratulangi,
(15) Andi Pangeran,
(16) Mr. Latuharhary,
(17) Mr. Pudja,
(18) A. H. Hamidan,
(19) R. P. Soeroso,
(20) Abdul Wachid Hasyim,
(21) Mr. Mohammad Hasan,
(22) Wiranatakusunah,
(23) Ki Hajar Dewantara,
(24) Mr. Kasman Singodimedjo,
(25) Sajuti Melik,
(26) Mr. Iwa Koesoema Soemantri,
(27) Mr. Achmad Soebardjo.
Pada 9 Agustus 1945, Radjiman, Ir. Soekarno, dan Drs. Moh. Hatta diundang Komando Tertinggi Jepang. Jenderal Terauchi, di Dalat Saigon. Pada 12 Agustus 1945 Jenderal Terauchi memberitahukan bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan untuk segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Telah direncanakan dan disetujui bahwa akan dibuat majelis pembentuk UUD yang akan bersidang pada 19 Agustus 1945. Setelah itu, pada 24 Agustus 1945, Indonesia akan diproklamasikan kemerdekaannya.
Menurut Ir. Soekarno, terdapat tiga keputusan yang disampaikan yaitu sebagai berikut.
- Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan dan wakilnya Drs. Moh. Hatta.
- Panitia Persiapan bekerja mulai 9 Agustus.
- Lekas dan tidaknya pekerjaan Panitia Persiapan diserahkan kepada panitia.
Permintaan golongan pemuda yang ingin memproklamasikan kemerdekaan atas prakasanya sendiri, belum mendapat persetujuan dari Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Oleh karena itu golongan pemuda mengamankan kedua tokoh tersebut keluar kota, tepatnya ke daerah Rengasdengklok sebuah kota kecil di Karawang.
Golongan pemuda yang mengawal Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok di antaranya ialah Sukarni, Yusuf Kunto, dan Syudanco Singgih. Setelah kedua tokoh tersebut tiba di Rengasdengklok, Yusuf Kunto kembali ke Jakarta. Di Jakarta terjadi pertemuan antara golongan pemuda dan Mr. Achmad Soebarjo selaku wakil golongan tua. Dalam pertemuan itu dicapai kata sepakat bahwa proklamasi harus dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Maka, pada 16 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dikawal golongan pemuda kembali ke Jakarta. Pada 16 Agustus 1945, dibuat naskah pernyataan kemerdekaan yang disusun oleh anggota-anggota PPKI dan tokoh pemuda di kediaman Kolonel Maida, seorang Perwira Angkatan Laut Jepang. Pada saat itu, tidak ada yang membawa naskah Piagam Jakarta yang telah disepakati untuk dijadikan teks proklamasi.
Tepat pada pukul 10.00 hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945, teks yang telah disusun semalam, dibacakan dan ditandatangani oleh Seokarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Dengan demikian, pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah memproklamasikan diri menjadi negara yang merdeka bebas dari penjajahan bangsa lain. Setelah pengucapan pidato proklamasi, dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih yang dijahit tangan oleh ibu negara, yaitu Ibu Fatmawati. Penarikan bendera dilakukan oleh S. Suhud dibantu dengan Cudancco Latief Hendraningrat sambil diiringi lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh hadirin. Upacara ini berlangsung di Jln. Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.
Peristiwa proklamasi berlangsung sederhana, tetapi penuh khidmat, meskipun hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, membawa perubahan yang besar bagi bangsa Indonesia. Setelah itu, Indonesia menyatakan diri menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari penjajahan bangsa lain. Berita tentang proklamasi disebarkan melalui siaran Radio Domei (kantor berita pemerintahan pendudukan Jepang) walaupun pemancarnya dilarang dan disegel oleh tentara Jepang. Untuk mengatasi hal ini para pemuda Indonesia tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru sehingga berita proklamasi kemerdekaan dapat tersebar secara luas kepada rakyat.
Pada 18 Agustus 1945, semua anggota PPKI diundang untuk melaksanakan sidang guna menetapkan UUD serta memilih presiden dan wakil presiden. Dalam persidangan itu, terdapat beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD hasil Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil Sidang II BPUPKI. Empat perubahan yang disepakati tersebut adalah sebagai berikut.
- Kata Mukaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
- Sila pertama, yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
- Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” menjadi “Presiden ialah orang Indonesia asli.”
- Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan perubahan-perubahan itu, terutama dalam bagian Pembukaan UUD 1945, maka rumusan dasar negara Pancasila yaitu sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Undang-undang yang disusun oleh BPUPKI dan Undang- Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI, tidak memuat satu pasal pun mengenai luas wilayah dan batas negara. Namun, dalam rapat pada 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno menerangkan bahwa dirinya diberitahukan oleh Jenderal Terauchi bahwa negara Indonesia merdeka akan meliputi batas Hindia Belanda dahulu.
Selengkapnya, keputusan yang dihasilkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, yaitu sebagai berikut:
a. mengesahkan dan menetapkan UUD 1945;
b. memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden;
c. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Dengan disahkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, resmilah Indonesia menjadi sebuah negara. UUD 1945 ini merupakan konstitusi yakni sebagai hukum dasar tertulis bagi aturan-aturan dalam penye lenggaraan pemerintahan negara yang telah dibentuk. PPKI juga telah memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk menyelenggarakan pemerintahan. Jumlah pasal dalam batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 37 pasal, empat aturan peralihan dan dua aturan tambahan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suasana kebatinan ketika merumuskan dasar negara dapat dilihat dari sikap kebersamaan, menghormati pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak, mementingkan persatuan dan kesatuan, legawa (ikhlas) dalam menerima keputusan dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, suasana kebatinan diselimuti oleh keadaan negara yang masih dalam suasana peperangan dan dijajah oleh negara lain, Oleh karena itu, Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI menegaskan bahwa apa yang diputuskan hari itu adalah UUD Sementara atau Undang-Undang Dasar Kilat, sehingga nantinya dapat dibicarakan lagi untuk diubah jika bangsa Indonesia sudah hidup bernegara dalam suasana tenteram. Hal ini seperti yang ditulis oleh Moh. Yamin mengutip perkataan Ir. Soekarno “... Ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan agar kita hari ini bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini.”
Ir. Soekarno telah berpikiran bahwa kelak apabila keadaan negara sudah tenteram (karena suasana saat itu masih perang) dapat membuat UUD yang lebih sempurna dan lengkap. Hal ini diperkuat dengan dimuatnya aturan tambahan UUD 1945 ayat 2 bahwa “ dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis ini bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.” Tata cara perubahan itu sendiri diatur juga dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 37.
Suasana Kebatinan Konstitusi Pertama. Sumber: Album Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950, 1975 |
Selain itu, suasanan kebatinan yang ada ketika membahas konstitusi pertama terurai dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut.
- Negara Indonesia hendak mewujudkan persatuan. Negara ingin mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Negara menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia. Dengan demikian, negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau golongan. Hal tersebut dapat terlihat dari Pasal 27 ayat 1, 29 ayat 2, dan 30 ayat 1 UUD 1945.
- Negara Indonesia hendak mewujudkan kedaulatan rakyat. Negara lebih mementingkan rakyat karena sebagai pemegang kedaulatan. Hal tersebut dapat tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
- Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara lebih mementingkan kepentingan bangsa daripada kepentingan individu dan golongan. Keadilan sosial mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Pasal yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu Pasal 33 UUD 1945.
- Negara yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Negara ingin agar rakyat Indonesia tidak terlantar dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas untuk bisa bersaing dengan negara lain. Nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi dengan tidak merendahkan hak asasi setiap warga negara. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 28A sampai 28J dan Pasal 34 UUD 1945.
- Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa yaitu dengan memberikan kebebasan dalam menjalankan pelaksanaan peribadatan. Negara menjamin warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaanya. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.